
Cara Ini Harus Ditempuh RI untuk Tolak Label 'Negara Maju' AS
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
27 February 2020 20:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengubahan status Indonesia menjadi negara maju dicap sebagai salah satu upaya Amerika Serikat (AS) dalam mengurangi angka defisitnya dari Indonesia.
Seperti diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia ke AS mengalami surplus US$ 8,5 miliar pada 2019.
"Neraca perdagangan Indonesia sama Amerika Serikat, memang surplus. Itu kenapa mereka mau kurangi defisitnya [dari Indonesia]," jelas Ekonom INDEF Ahmad Heri Firdaus di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2020).
Maka dari itu, Heri menilai pemerintah harus menolak status 'Negara Maju' yang diajukan oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR).
Indonesia tidak sendirian, USTR juga mengubah status negara berkembang menjadi negara maju kepada China, Brazil, India dan Afrika Selatan. China pun telah mendeklarasikan penolakannya dan tetap mengajukan ke negara Paman Sam tersebut sebagai Negara Berkembang.
Maka dari itu, pemerintah dinilai memerlukan beberapa stategi untuk menolak pengubahan status itu. Salah satunya, dengan bekerja sama dengan negara yang dicoret lainnya sebagai negara berkembang.
Kerja sama yang dimaksud Heri adalah, guna melakukan protes lewat persidangan ddi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Di antaranya, perlu argumentasi yang kuat disertai dengan kajian-kajian atau data fakta di lapangan, yang menunjukkan Indonesia masih menjadi negara berkembang.
Pemerintah juga harus menunjukkan bahwa kementerian/lembaga yang dimiliki negara tidak memberikan subsidi kepada industri atau pengusaha.
"Kita harus benar-benar menunjukkan bahwa pemerintah atau badan usaha milik pemerintah tidak memberikan subsidi kepada industri, kepada pengusaha, kepada eksportir. Sehingga ini bisa meloloskan kita dari pengenaan bea masuk anti subsidi tersebut," ujar Heri.
Pasalnya, berubahnya status Indonesia sebagai negara maju akan berdampak terhadap penghapus beberapa keringanan bea tarif, berupa tarif Countervailing Duties (CVD), Generalized System of Preferences (GSP), potongan bunga, dan margin subsidi perdagangan turun menjadi 1% terutama ke AS.
Hal itu, pada akhirnya akan menyebabkan penurunan ekspor ke AS akan turun 2,5% terutama terhadap barang-barang yang banyak di ekspor oleh Indonesia ke AS.
"Penurunan ekspor utamanya terjadi pada kelompok produk tekstil dan produk tekstil (-1,56%); Alas kaki (-2,2%) Karet (1,1%); CPO (-1,4%); produk mineral dan pertambangan (-0,3%); serta komponen mesin listrik (-1,2%)," jelas Heri.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, sebelum bekerja sama dengan negara lain yang dicoret sebagai negara maju ke WTO, Indonesia juga harus meminta penjelasan dalam surat resmi kepada USTR tentang keputusan yang dihasilkan tersebut.
"Surat resmi penting, tidak hanya telepon. Tapi secara resmi, tentu saja hasil surat resmi harus disampaikan ke WTO. Sebab berimplikasi ke banyak hal. Kemudian kita baru mengajukan keberatan kepada keputusan AS dengan berbagai pertimbangan soal bahwa negara maju berbeda dengan negara berkembang seperti kita," tutur Tauhid.
(dru) Next Article Jokowi: Target Kita RI Jadi Negara Maju di 2045
Seperti diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia ke AS mengalami surplus US$ 8,5 miliar pada 2019.
"Neraca perdagangan Indonesia sama Amerika Serikat, memang surplus. Itu kenapa mereka mau kurangi defisitnya [dari Indonesia]," jelas Ekonom INDEF Ahmad Heri Firdaus di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2020).
Indonesia tidak sendirian, USTR juga mengubah status negara berkembang menjadi negara maju kepada China, Brazil, India dan Afrika Selatan. China pun telah mendeklarasikan penolakannya dan tetap mengajukan ke negara Paman Sam tersebut sebagai Negara Berkembang.
Maka dari itu, pemerintah dinilai memerlukan beberapa stategi untuk menolak pengubahan status itu. Salah satunya, dengan bekerja sama dengan negara yang dicoret lainnya sebagai negara berkembang.
Kerja sama yang dimaksud Heri adalah, guna melakukan protes lewat persidangan ddi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Di antaranya, perlu argumentasi yang kuat disertai dengan kajian-kajian atau data fakta di lapangan, yang menunjukkan Indonesia masih menjadi negara berkembang.
Pemerintah juga harus menunjukkan bahwa kementerian/lembaga yang dimiliki negara tidak memberikan subsidi kepada industri atau pengusaha.
"Kita harus benar-benar menunjukkan bahwa pemerintah atau badan usaha milik pemerintah tidak memberikan subsidi kepada industri, kepada pengusaha, kepada eksportir. Sehingga ini bisa meloloskan kita dari pengenaan bea masuk anti subsidi tersebut," ujar Heri.
Pasalnya, berubahnya status Indonesia sebagai negara maju akan berdampak terhadap penghapus beberapa keringanan bea tarif, berupa tarif Countervailing Duties (CVD), Generalized System of Preferences (GSP), potongan bunga, dan margin subsidi perdagangan turun menjadi 1% terutama ke AS.
Hal itu, pada akhirnya akan menyebabkan penurunan ekspor ke AS akan turun 2,5% terutama terhadap barang-barang yang banyak di ekspor oleh Indonesia ke AS.
"Penurunan ekspor utamanya terjadi pada kelompok produk tekstil dan produk tekstil (-1,56%); Alas kaki (-2,2%) Karet (1,1%); CPO (-1,4%); produk mineral dan pertambangan (-0,3%); serta komponen mesin listrik (-1,2%)," jelas Heri.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, sebelum bekerja sama dengan negara lain yang dicoret sebagai negara maju ke WTO, Indonesia juga harus meminta penjelasan dalam surat resmi kepada USTR tentang keputusan yang dihasilkan tersebut.
"Surat resmi penting, tidak hanya telepon. Tapi secara resmi, tentu saja hasil surat resmi harus disampaikan ke WTO. Sebab berimplikasi ke banyak hal. Kemudian kita baru mengajukan keberatan kepada keputusan AS dengan berbagai pertimbangan soal bahwa negara maju berbeda dengan negara berkembang seperti kita," tutur Tauhid.
(dru) Next Article Jokowi: Target Kita RI Jadi Negara Maju di 2045
Most Popular