
Dua Blok Gas Raksasa RI Mangkrak, Padahal RI Butuh Banyak Gas
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
21 February 2020 17:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Dua blok gas raksasa RI yakni blok Masela dan blok Natuna mangkrak selama bertahun-tahun. Jika kedua blok raksasa ini terus dibiarkan tak berproduksi sementara permintaan gas terus naik, maka akan ada defisit yang ujungnya harus ditambal dengan impor.
Impor yang jor-joran terutama di sektor migas bukan hal yang baik untuk perekonomian dalam negeri. Sejauh ini apa yang membuat neraca dagang dan transaksi berjalan tanah air mengalami defisit adalah impor minyak yang mengalir deras.
Pada 2019, Indonesia tekor US$ 15,7 miliar karena impor minyak mentah dan hasil minyak. Namun neraca gas masih bisa surplus US$ 6,4 miliar. Itulah yang membuat neraca dagang migas RI tekor US$ 9,35 miliar.
Neraca gas memang masih surplus. Namun jika sektor gas dalam negeri juga tak dibenahi bukan tak mungkin neraca gas juga akan tekor. Impor minyak sudah ditekan tapi kalau sebagai gantinya Indonesia harus impor gas sama saja bohong.
Sebenarnya Indonesia memiliki cadangan gas yang besar. Nomor dua terbesar setelah China di kawasan Asia Pasifik. Menurut data handbook of energy and economics of Indonesia yang dirilis kementerian ESDM, pada 2018 cadangan gas bumi Indonesia mencapai 135,55 triliun standard kaki kubik (TSCF).
Dua blok gas raksasa yang dimiliki RI yakni blok Masela dan Natuna malah mangkrak. Berdasar data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), volume gas di blok East Natuna bisa mencapai 222 TSCF.
Tapi cadangan terbuktinya hanya 46 TCF , jauh lebih besar dibanding cadangan blok Masela yang 10,7 TCF. Saat ini pemerintah sedang mengejar agar blok Masela yang kontraknya sudah diteken pada 2019 bisa berproduksi lebih cepat pada 2026.
Sementara untuk blok Natuna masih menghadapi kendala terutama kendala teknis. Menurut Plt. Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto, di Natuna terdapat dua lapangan, yakni minyak dan gas.
Djoko mengatakan untuk mengembangkan lapangan gas secara teknis itu sulit, karena kandungan karbondioksida (CO2) di blok tersebut sangat tinggi, bisa mencapai 72%. Sehingga yang paling memungkinkan untuk segera dikembangkan adalah lapangan minyak.
"Natuna itu kan ada gas ada minyak minyak itulah yang mau dikembangkan ada dua lapangan di situ. Dua satu gas satu minyak kan dan gas yang kandungan CO2nya 70 % itu nanti dulu dikembangkan ini yang minyak dulu. Saya lupa (lapangannya apa)," ungkapnya.
Impor yang jor-joran terutama di sektor migas bukan hal yang baik untuk perekonomian dalam negeri. Sejauh ini apa yang membuat neraca dagang dan transaksi berjalan tanah air mengalami defisit adalah impor minyak yang mengalir deras.
Pada 2019, Indonesia tekor US$ 15,7 miliar karena impor minyak mentah dan hasil minyak. Namun neraca gas masih bisa surplus US$ 6,4 miliar. Itulah yang membuat neraca dagang migas RI tekor US$ 9,35 miliar.
Sebenarnya Indonesia memiliki cadangan gas yang besar. Nomor dua terbesar setelah China di kawasan Asia Pasifik. Menurut data handbook of energy and economics of Indonesia yang dirilis kementerian ESDM, pada 2018 cadangan gas bumi Indonesia mencapai 135,55 triliun standard kaki kubik (TSCF).
Dua blok gas raksasa yang dimiliki RI yakni blok Masela dan Natuna malah mangkrak. Berdasar data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), volume gas di blok East Natuna bisa mencapai 222 TSCF.
Tapi cadangan terbuktinya hanya 46 TCF , jauh lebih besar dibanding cadangan blok Masela yang 10,7 TCF. Saat ini pemerintah sedang mengejar agar blok Masela yang kontraknya sudah diteken pada 2019 bisa berproduksi lebih cepat pada 2026.
Sementara untuk blok Natuna masih menghadapi kendala terutama kendala teknis. Menurut Plt. Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto, di Natuna terdapat dua lapangan, yakni minyak dan gas.
Djoko mengatakan untuk mengembangkan lapangan gas secara teknis itu sulit, karena kandungan karbondioksida (CO2) di blok tersebut sangat tinggi, bisa mencapai 72%. Sehingga yang paling memungkinkan untuk segera dikembangkan adalah lapangan minyak.
"Natuna itu kan ada gas ada minyak minyak itulah yang mau dikembangkan ada dua lapangan di situ. Dua satu gas satu minyak kan dan gas yang kandungan CO2nya 70 % itu nanti dulu dikembangkan ini yang minyak dulu. Saya lupa (lapangannya apa)," ungkapnya.
Next Page
Indonesia Impor Gas Besar-besaran 2050?
Pages
Most Popular