
Dua Blok Gas Raksasa RI Mangkrak, Padahal RI Butuh Banyak Gas
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
21 February 2020 17:16

Namun mangkraknya dua blok raksasa itu tak bisa dibiarkan terus menerus pasalnya permintaan gas dari tahun ke tahun terus meningkat. Menurut kajian Dewan Energi Nasional (DEN) permintaan gas yang meliputi gas pipa, LPG dan LNG pada 2050 nanti bisa mencapai 222 juta ton ekivalen minyak (MTOE).
Padahal DEN memperkirakan produksi gas akan terus turun karena tidak ditemukannya cadangan baru. Pada 2018 produksi gas dalam negeri mencapai 77,65 MTOE dan jumlah tersebut akan turun menjadi 66,3 MTOE pada 2050.
Dalam kajiannya tersebut DEN memperkirakan pada 2040 Indonesia tak lagi mengekspor gas dan mulai fokus pada kebutuhan domestik. Bahkan Indonesia akan mengimpor gas pada 2050 sebanyak 74-101 MTOE menurut perhitungan mereka.
Sampai saat ini gas masih banyak diserap untuk kebutuhan industri tanah air. Gas banyak dikonsumsi untuk memenuhi industri logam, pupuk (sebagai bahan baku) dan keramik. Ketiga industri ini menyerap 83% gas dari total kebutuhan gas industri.
Gas ke depan tak hanya akan di serap di sektor industri saja. Namun juga sektor komersil dan rumah tangga akan menjadi pendongkrak kebutuhan gas tanah air, mengingat kebijakan bauran energi tanah air akan terus mendiversifikasi sumber energi.
Pada 2025, gas ditargetkan menyumbang 30% bauran energi tanah air. Sementara hingga sampai saat ini porsi gas masih berada di level kurang dari 20%. Masih jauh dan akan sangat sulit dicapai jika masalah produksi gas saja tak segera ditangani.
Terkait gas, masalahnya bukan saja terletak di produksi saja. Namun juga pada distribusinya. Jaringan distribusi juga harus terus dibangun jangan sampai ada isu kelangkaan gas yang sempat menerpa industri pupuk tanah air seperti yang sudah-sudah.
Berdasarkan data Pupuk Indonesia, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Kujang dan PT Petrokimia Gresik masih kekurangan pasokan gas sebagai bahan baku untuk pembuatan pupuk.
Sementara untuk Pusri Palembang, pasokan gas tidak ada masalah sampai 2023. Tapi alokasi untuk 2024 belum terjamin dan diperkirakan akan kurang. Peristiwa serupa sebenarnya juga pernah terjadi di tahun 2013.
Mengutip situs resmi Kementerian Perindustrian, pada 2013 kekurangan pasokan gas juga dialami oleh PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) yang berlokasi di Lhokseumawe, Aceh Utara. Untuk antisipasi jangka pendek, PIM diupayakan mendapatkan gas dari kilang Arun, yang mengolah gas dari ladang Tangguh, Papua Barat milik BP.
Namun karena jarak yang jauh, biaya yang harus ditanggung pun lebih besar. Untuk 1 kargo gas dengan muatan 3.300 million metric standard cubic gas (mmscfd) sehingga PIM harus merogoh US$ 24juta.
Akibatnya, PIM terpaksa menonaktifkan satu dari dua pabrik yang ada. Produksi PIM dengan mengoperasikan satu pabrik mencapai 50.000 ton per bulan.
Well memang PR sekaligus tantangan bagi pemerintah untuk membenahi sektor migas agar eksplorasi, produksi dan distribusi dapat berjalan lancar dan yang terpenting ga tekor karena harus impor jor-joran.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Padahal DEN memperkirakan produksi gas akan terus turun karena tidak ditemukannya cadangan baru. Pada 2018 produksi gas dalam negeri mencapai 77,65 MTOE dan jumlah tersebut akan turun menjadi 66,3 MTOE pada 2050.
Sampai saat ini gas masih banyak diserap untuk kebutuhan industri tanah air. Gas banyak dikonsumsi untuk memenuhi industri logam, pupuk (sebagai bahan baku) dan keramik. Ketiga industri ini menyerap 83% gas dari total kebutuhan gas industri.
Gas ke depan tak hanya akan di serap di sektor industri saja. Namun juga sektor komersil dan rumah tangga akan menjadi pendongkrak kebutuhan gas tanah air, mengingat kebijakan bauran energi tanah air akan terus mendiversifikasi sumber energi.
Pada 2025, gas ditargetkan menyumbang 30% bauran energi tanah air. Sementara hingga sampai saat ini porsi gas masih berada di level kurang dari 20%. Masih jauh dan akan sangat sulit dicapai jika masalah produksi gas saja tak segera ditangani.
Terkait gas, masalahnya bukan saja terletak di produksi saja. Namun juga pada distribusinya. Jaringan distribusi juga harus terus dibangun jangan sampai ada isu kelangkaan gas yang sempat menerpa industri pupuk tanah air seperti yang sudah-sudah.
Berdasarkan data Pupuk Indonesia, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Kujang dan PT Petrokimia Gresik masih kekurangan pasokan gas sebagai bahan baku untuk pembuatan pupuk.
Sementara untuk Pusri Palembang, pasokan gas tidak ada masalah sampai 2023. Tapi alokasi untuk 2024 belum terjamin dan diperkirakan akan kurang. Peristiwa serupa sebenarnya juga pernah terjadi di tahun 2013.
Mengutip situs resmi Kementerian Perindustrian, pada 2013 kekurangan pasokan gas juga dialami oleh PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) yang berlokasi di Lhokseumawe, Aceh Utara. Untuk antisipasi jangka pendek, PIM diupayakan mendapatkan gas dari kilang Arun, yang mengolah gas dari ladang Tangguh, Papua Barat milik BP.
Namun karena jarak yang jauh, biaya yang harus ditanggung pun lebih besar. Untuk 1 kargo gas dengan muatan 3.300 million metric standard cubic gas (mmscfd) sehingga PIM harus merogoh US$ 24juta.
Akibatnya, PIM terpaksa menonaktifkan satu dari dua pabrik yang ada. Produksi PIM dengan mengoperasikan satu pabrik mencapai 50.000 ton per bulan.
Well memang PR sekaligus tantangan bagi pemerintah untuk membenahi sektor migas agar eksplorasi, produksi dan distribusi dapat berjalan lancar dan yang terpenting ga tekor karena harus impor jor-joran.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Pages
Most Popular