
Panas dengan Turki soal Suriah, Ini Kata Rusia
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
20 February 2020 16:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang yang terjadi antara Turki dengan Suriah di wilayah Idlib, telah menyeret Rusia. Ini dikarenakan negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin itu mendukung pasukan Suriah Rezim Presiden Bashar al-Assad.
Namun, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva menentang pernyataan tersebut. Lyudmila mengatakan, Rusia tidak pernah mendukung rezim yang sudah berperang dengan Turki selama beberapa tahun terakhir itu.
Ia menyebut, tujuan Rusia hadir di Suriah adalah karena permintaan pemerintahan Suriah yang sah.
"Pertama saya ingin menjelaskan kenapa kami di Suriah, karena ada banyak spekulasi dan tuduhan dari berbagai pihak terhadap Rusia bahwa kami mendukung rezim Bashar al-Assad. Kami di suriah bukan karena kami menyukai Bashar al-Assad, tapi karena legitimasi pemimpin terpilih Suriah dan kami diundang pemerintah yang sah untuk datang ke negara itu," kata Lyudmila dalam acara Squawk Box CNBC Indonesia, Kamis (20/2/2020).
"Dan kami satu-satunya pihak, bukan Amerika Serikat (AS), bukan juga Turki, yang diundang pemerintah Suriah. Hanya kami."
Lebih lanjut, ia mengatakan alasan lainnya mengapa ada Rusia di Suriah adalah karena negara itu ingin memerangi terorisme.
"Dan satu-satunya tujuan yang kami kejar di Suriah adalah untuk memerangi terorisme. Itu alasan kami di Suriah. Bukan untuk mendukung Assad. Tapi membantu pemerintahan Suriah yang sah untuk membebaskan negara dari teroris," katanya.
"Dan kami cukup sukses dalam mengejar target ini. Kami pernah mengalami terorisme, kami tahu terorisme itu apa, Indonesia tahu apa itu terorisme. Jadi sangat penting untuk menghentikan teroris dan mencegah terorisme menyebar ke negara dan wilayah lain di dunia. Jadi itu yang kami lakukan."
Menurut informasi yang dikutip CNBC Indonesia, secara teori kehadiran Rusia di Timur Tengah memang untuk melawan teroris, termasuk ISIS. Namun dalam praktiknya, mereka juga menyerang pemberontak anti-Assad lainnya, yang salah satunya didukung Turki dan beberapa di antaranya juga didukung oleh negara-negara Barat.
Bahkan selama beberapa tahun terakhir, Rusia telah ditekan berbagai negara, termasuk Turki dan Amerika Serikat (AS) atas keterlibatannya dalam perang di Idlib. Baik Turki dan AS sama-sama meminta negara Putin itu untuk berhenti mendukung rezim Assad.
Pada 2018 lalu Turki dan Rusia sempat melakukan gencatan senjata. Tapi pada Desember 2019 hubungan mereka kembali menegang pasca tentara Assad dengan agresif mengusir kaum pemberontak di wilayah Aleppo dan Idlib.
Turki yang mengklaim serangan tersebut melukai banyak tentaranya, melakukan serangan balik. Turki juga telah secara gamblang meminta Rusia tidak ikut campur dalam urusannya dengan Assad, khususnya di Idlib.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga mengancam akan melancarkan serangan ke Suriah, kecuali Damaskus yang ada di bawah rezim Assad menarik pasukannya kembali, paling lambat akhir bulan ini.
"Sebuah operasi di Idlib sudah dekat ... Kami menghitung mundur, kami membuat peringatan terakhir kami," kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi lokal.
(sef/sef) Next Article Suriah Perang, Erdogan & Putin Makin Tegang
Namun, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva menentang pernyataan tersebut. Lyudmila mengatakan, Rusia tidak pernah mendukung rezim yang sudah berperang dengan Turki selama beberapa tahun terakhir itu.
Ia menyebut, tujuan Rusia hadir di Suriah adalah karena permintaan pemerintahan Suriah yang sah.
"Dan kami satu-satunya pihak, bukan Amerika Serikat (AS), bukan juga Turki, yang diundang pemerintah Suriah. Hanya kami."
Lebih lanjut, ia mengatakan alasan lainnya mengapa ada Rusia di Suriah adalah karena negara itu ingin memerangi terorisme.
"Dan satu-satunya tujuan yang kami kejar di Suriah adalah untuk memerangi terorisme. Itu alasan kami di Suriah. Bukan untuk mendukung Assad. Tapi membantu pemerintahan Suriah yang sah untuk membebaskan negara dari teroris," katanya.
"Dan kami cukup sukses dalam mengejar target ini. Kami pernah mengalami terorisme, kami tahu terorisme itu apa, Indonesia tahu apa itu terorisme. Jadi sangat penting untuk menghentikan teroris dan mencegah terorisme menyebar ke negara dan wilayah lain di dunia. Jadi itu yang kami lakukan."
Menurut informasi yang dikutip CNBC Indonesia, secara teori kehadiran Rusia di Timur Tengah memang untuk melawan teroris, termasuk ISIS. Namun dalam praktiknya, mereka juga menyerang pemberontak anti-Assad lainnya, yang salah satunya didukung Turki dan beberapa di antaranya juga didukung oleh negara-negara Barat.
Bahkan selama beberapa tahun terakhir, Rusia telah ditekan berbagai negara, termasuk Turki dan Amerika Serikat (AS) atas keterlibatannya dalam perang di Idlib. Baik Turki dan AS sama-sama meminta negara Putin itu untuk berhenti mendukung rezim Assad.
Pada 2018 lalu Turki dan Rusia sempat melakukan gencatan senjata. Tapi pada Desember 2019 hubungan mereka kembali menegang pasca tentara Assad dengan agresif mengusir kaum pemberontak di wilayah Aleppo dan Idlib.
Turki yang mengklaim serangan tersebut melukai banyak tentaranya, melakukan serangan balik. Turki juga telah secara gamblang meminta Rusia tidak ikut campur dalam urusannya dengan Assad, khususnya di Idlib.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga mengancam akan melancarkan serangan ke Suriah, kecuali Damaskus yang ada di bawah rezim Assad menarik pasukannya kembali, paling lambat akhir bulan ini.
"Sebuah operasi di Idlib sudah dekat ... Kami menghitung mundur, kami membuat peringatan terakhir kami," kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi lokal.
(sef/sef) Next Article Suriah Perang, Erdogan & Putin Makin Tegang
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular