Ramai-ramai Dorong Lembaga Penjamin Polis, Demi Jiwasraya?

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
19 February 2020 11:26
Di tengah skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero), muncul dorongan untuk segera membentuk dan merumuskan Lembaga Penjamin Polis (LPP)
Foto: Asuransi Jiwasraya (Detikcom/Ari Saputra)
Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero), muncul dorongan untuk segera membentuk dan merumuskan Lembaga Penjamin Polis (LPP) untuk asuransi.

Lembaga penjamin polis ini nantinya akan seperti bank yang memiliki penjaminan simpanan yang berada di LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).

Dorongan tersebut tak tanggung-tanggung, langsung dilontarkan oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, setelah bertemu dengan Ketua Dewan Komisioner OJK.

Bamsoet sapaan akrab Bambang Soesatryo mendorong pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) segera membentuk Lembaga Penjamin Polis (LPP) untuk memberikan kepastian dan ketenangan kepada warga yang menanamkan uangnya di industri asuransi.

Selain amanat UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, keberadaan Lembaga Penjamin Asuransi juga mempermudah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan reformasi pengawasan dan pengaturan di industri asuransi.

"Kesehatan industri asuransi Indonesia sedang menjadi sorotan lantaran skandal Jiwasraya dan Asabri. Ditambah ketiadaan LPP, membuat penderitaan rakyat semakin besar karena ketidakjelasan nasib uang mereka. Padahal tingkat melek investasi warga Indonesia sudah cukup tinggi. Terkuaknya skandal Jiwasraya danĀ Asabri ini, bukan tidak mungkin akan menyebabkan rakyat takut berinvestasi di asuransi. Karenanya, pembenahan di segala lini harus segera dilakukan. Khususnya menjalankan amanat UU No.40 Tahun 2014 tentang pembentukan LPP," ujar Bamsoet seperti dikutip Rabu (19/2/2020).

Bamsoet menyoroti, jangan sampai rakyat yang sudah bekerja keras mencari nafkah dan menyisihkan uangnya untuk berinvestasi di asuransi untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan, justru menghadapi kekalutan lantaran lemahnya pengawasan maupun peran dari OJK dan pemerintah dalam menertibkan industri asuransi.

"Jantung perusahaan asuransi terletak pada action plan investasi dan risk management-nya. Semakin sehat industri asuransi, akan membuat perputaran uang di pasar modal semakin besar. Sebaliknya, semakin sekarat industri asuransinya, perputaran uang juga menjadi macet. Geliat ekonomi bisa terhambat," tandas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini mencontohkan, keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang bisa membuat masyarakat tenang menyimpan uangnya di perbankan. Begitu pun dengan sehatnya industri perbankan, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan rekening maupun dana dari masyarakat.

"Data LPS per Desember 2019, total simpanan masyarakat di Bank Umum mencapai Rp 6.077 triliun, meningkat dari Rp 6.042 triliun pada November 2019. Pertumbuhan rekening dengan saldo mencapai Rp 2 miliar dan di atas Rp 2 miliar, trennya juga selalu naik. Ini menandakan tingkat melek finansial warga sebenarnya sudah baik. Tinggal bagaimana pemerintah memberikan jaminan kepada warga bahwa uang yang mereka tanamkan tidak akan menguap sia-sia," pungkas Bamsoet.

Bak gayung bersambut, dorongan dari Ketua MPR ini membuat OJK langsung bergerak cepat. Dalam siaran pers terbarunya, OJK mengaku tengah menyusun draf RUU Program Penjaminan Polis.

"OJK berkomitmen untuk mempercepat proses reformasi Industri Keuangan Non Bank termasuk asuransi, yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, meningkatkan standar pengaturan dan kualitas pengawasan, membangun IKNB yang sehat, kokoh, dan berkontribusi bagi perekonomian nasional serta meningkatkan daya saing IKNB dalam menghadapi tantangan ekonomi global," tulis OJK dalam siaran persnya.

Adapun reformasi infrastruktur yang dilakukan OJK meliputi:

  • Penyusunan draft RUU Program Penjaminan Polis (PPP)
  • Penyempurnaan Sistem Informasi Pengawasan dan Pelaporan

  • Penyusunan Pedoman dan Pelatihan


Sri Mulyani Tak Mau Gegabah

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengaku masih mempelajari lebih jauh pembentukan lembaga penjamin polis tersebut. Seakan tak mau gegabah, Menkeu mengatakan keberadaan lembaga penjamin polis juga harus bisa mencegah moral hazard.

"Untuk lembaga penjamin polis berdasarkan amanat UU 40, kami susun tentu melalui dan menggunakan rambu-rambu yang bertujuan untuk menciptakan kepercayaan terhadap lembaga asuransi namun bisa mencegah moral hazard," kata Sri Mulyani, usai pertemuan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (22/1/2020).

Kementerian Keuangan akan mempelajari skema yang ada di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menjaminkan dana nasabah perbankan, sehingga tim Kementerian Keuangan bisa menggodok aturan soal penjaminan polis tersebut.

"[Kami] akan belajar dari LPS karena ini adalah untuk perbankan, sedangkan lembaga penjaminan polis untuk asuransi jadi tim kami di Kemenkeu dalam proses untuk menggodok dan mengumpukkan berbagai hal, menjalankan amanat UU 40 2014 mengenai perasuransian," kata Ketua KSSK ini.

Di perbankan, lembaga penjaminan nasabah yakni LPS, sementara di pasar modal yakni Dana Perlindungan Pemodal oleh Indonesia Securities Investor Protection Fund (SIPF).

Dalam Pasal 53 Ayat 1-2 UU Perasuransian disebutkan, perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis dan penyelenggaraan program penjaminan polis akan diatur dengan UU.

Bahaya Jika Talangi Jiwasraya Pakai Lembaga Penjamin Polis

Salah seorang senior yang telah lama berkecimpung di dunia perasuransian kepada CNBC Indonesia mengatakan, pemerintah dan OJK jangan tancap gas membuat lembaga penjamin polis, jika sampai detik ini masih banyak permasalahan. Menurutnya, jangan sampai lembaga penjamin polis ini dengan menarik premi dari perusahaan asuransi langsung menalangi gagal bayarnya Jiwasraya yang mencapai Rp 17 triliun disinyalir kerugiannya.

"Dibereskan dahulu industri asuransi, baru bicara lembaga penjamin polis. Pasalnya, industri tak mau jika nantinya premi yang diambil untuk penjaminan polis semua digunakan untuk menalangi Jiwasraya. Tak akan ada yang rela," tutur sumber yang tak mau disebutkan namanya ini.

Sementara, lembaga penjamin polis ini sudah seharusnya ada sejak 2014 setelah UU tentang Perasuransian disahkan. Sayangnya, pemerintah dan OJK belum memprioritaskan membentuknya.

"Sekarang jangan dulu deh. Tunggu beres dulu industrinya. Kembali sehat, kemudian baru dibentuk," terangnya lebih jauh.


[Gambas:Video CNBC]


(dru) Next Article Ramai-ramai Korban Jiwasraya Geruduk Kantor Erick Thohir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular