
Ini Jeroan RUU Cipta Kerja yang Bikin Pekerja Resah
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 February 2020 16:54

Ketentuan Alih Daya (Outsourcing)
Faktor yang dipersoalkan oleh buruh terkait alih daya adalah praktik alih daya yang mulai meluas ke berbagai cakupan pekerjaan.
Serikat buruh dari tahun ke tahun mempersoalkan praktik alih daya yang sekarang mulai merambat ke kegiatan atau aktivitas core dari bisnis. Padahal yang diperbolehkan menurut undang-undang adalah yang non-core.
Dalam draf RUU Cipta Kerja, poin yang membahas tentang alih daya ada di Bab IX pasal 64 – 66. Namun pasal 64 dan 65 pada UU Nomor 13 tahun 2003 yang jadi landasan serta mengatur ketentuan detail terkait alih daya malah dihapus pada RUU Cipta Kerja.
Ada indikasi pemerintah memberi kelonggaran bagi pelaku usaha untuk lebih fleksibel dalam merekrut karyawan terutama melalui mekanisme alih daya.
Ketentuan Waktu Kerja
Sempat ada isu berhembus yang mengabarkan bahwa ada pihak waktu kerja akan ditambah ada juga yang mengatakan sebaliknya. Dalam draf RUU Cipta Kerja, masalah waktu di bahas di Bab X paragraf 4 pasal 77 – 85.
Pada paragraf 4 ada tiga pasal yang diubah yaitu pasal 77, 78 dan 79. Pada UU Nomor 13 tahun 2003, waktu kerja sebelumnya memiliki sederet ketentuan. Namun pada draf RUU Cipta Kerja, waktu kerja sehari ditetapkan paling lama 8 jam sehari dan 40 jam dalam seminggu (pasal 77).
Sementara untuk masalah lembur yang sebelumnya maksimal 3 jam sehari dan 14 jam dalam satu minggu, diubah menjadi maksimal 4 jam sehari dan 18 jam satu minggu. Tentu dengan persetujuan buruh dan tetap mendapatkan upah lembur (pasal 78).
Terkait dengan cuti, pemerintah menetapkan cuti paling sedikit satu tahun sebanyak 12 hari. Perusahaan juga diberi keleluasaan untuk memberikan cuti panjang bagi karyawannya. Hal ini diatur di pasal 79.
Ada tambahan satu pasal juga yang membahas topik ini, yaitu pasal 77A yang memberikan kelonggaran untuk memberlakukan waktu kerja melebihi ketentuan pada sektor atau jenis pekerjaan tertentu. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada PP. (twg/twg)
Faktor yang dipersoalkan oleh buruh terkait alih daya adalah praktik alih daya yang mulai meluas ke berbagai cakupan pekerjaan.
Serikat buruh dari tahun ke tahun mempersoalkan praktik alih daya yang sekarang mulai merambat ke kegiatan atau aktivitas core dari bisnis. Padahal yang diperbolehkan menurut undang-undang adalah yang non-core.
Ada indikasi pemerintah memberi kelonggaran bagi pelaku usaha untuk lebih fleksibel dalam merekrut karyawan terutama melalui mekanisme alih daya.
Ketentuan Waktu Kerja
Sempat ada isu berhembus yang mengabarkan bahwa ada pihak waktu kerja akan ditambah ada juga yang mengatakan sebaliknya. Dalam draf RUU Cipta Kerja, masalah waktu di bahas di Bab X paragraf 4 pasal 77 – 85.
Pada paragraf 4 ada tiga pasal yang diubah yaitu pasal 77, 78 dan 79. Pada UU Nomor 13 tahun 2003, waktu kerja sebelumnya memiliki sederet ketentuan. Namun pada draf RUU Cipta Kerja, waktu kerja sehari ditetapkan paling lama 8 jam sehari dan 40 jam dalam seminggu (pasal 77).
Sementara untuk masalah lembur yang sebelumnya maksimal 3 jam sehari dan 14 jam dalam satu minggu, diubah menjadi maksimal 4 jam sehari dan 18 jam satu minggu. Tentu dengan persetujuan buruh dan tetap mendapatkan upah lembur (pasal 78).
Terkait dengan cuti, pemerintah menetapkan cuti paling sedikit satu tahun sebanyak 12 hari. Perusahaan juga diberi keleluasaan untuk memberikan cuti panjang bagi karyawannya. Hal ini diatur di pasal 79.
Ada tambahan satu pasal juga yang membahas topik ini, yaitu pasal 77A yang memberikan kelonggaran untuk memberlakukan waktu kerja melebihi ketentuan pada sektor atau jenis pekerjaan tertentu. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada PP. (twg/twg)
Next Page
Pengupahan Juga Jadi Masalah
Pages
Most Popular