Chatib Basri Beberkan Bahaya Corona ke Ekonomi RI

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
18 February 2020 15:09
Chatib Basri mengatakan mewabahnya virus corona bisa berdampak terhadap perekonomian dunia, termasuk ekonomi Indonesia.
Foto: Wakil Komisaris Utama Bank Mandiri, Chatib Basri (CNBC Indonesia/Cantika Adinda Putri)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan RI periode 2013-2014 Muhammad Chatib Basri mengatakan mewabahnya virus corona bisa berdampak terhadap perekonomian dunia, termasuk ekonomi Indonesia.

Jika melihat ke belakang saat merebaknya virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), pertumbuhan ekonomi China turun dari 11% pada kuartal I-2003 ke 9% pada kuartal II-2003. Namun kemudian meningkat kembali menjadi 10% setelah kepanikan mereka atau pada kuartal III sampai kuartal IV 2003.

Kasus itu, dinilai Chatib mirip dengan yang terjadi saat ini. Di mana adanya wabah epidemi virus corona, membuat aktivitas perdagangan dan lalu lintas orang juga berhenti.

"Semua orang nggak traveling, perdagangan tidak ada. Dalam jangka pendek bisa drop 2% di satu kuartal, setelah itu jangka panjang atau full year, [turun] menjadi 1%," kata Chatib saat ditemui di Gedung Pakarti Center, Selasa (18/2/2020).

Melihat dari sensitivitas ekonometrika, lanjut dia, biasanya setiap pertumbuhan ekonomi China meningkat 1%, maka akan berdampak pula ke pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan naik 0,1% sampai 0,3%.

"Jadi jika China turun 1%, pertumbuhan ekonomi kita bisa turun kisaran 0,1% sampai 0,3%. Jika pada 2019 pertumbuhan ekonomi 5%, ini [tahun 2020] bisa di bawah, atau kisaran 4,7% sampai 4,9%," jelasnya.

Sektor yang terdampak signifikan dengan adanya epidemi virus corona ini, di antaranya sektor pariwisata, dan aktivitas ekspor-impor. Hal ini sudah tentu akan mengganggu laju ketersediaan barang kebutuhan.

Akibatnya, barang-barang yang ketersediannya makin sedikit itu membuat harga menjadi melonjak atau menjadi mahal. Oleh karena itu, Chatib memandang pemerintah perlu mengantisipasinya dengan mendorong sumber pertumbuhan domestik, salah satunya dengan menjaga daya beli masyarakat.

"Perlu antisipasi mendorong dari dalam. Bisa kasih PKH, program cash for training, kartu pra kerja untuk bantu itu. Wisman yang tidak datang bisa ditopang oleh domestik dengan diskon penginapan," ujarnya.

Bahkan menurut Chatib, tidak mengapa apabila pemerintah menaikkan defisit anggarannya, guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Syaratnya, dengan harus memperhatikan kualitas belanja.

Pemerintah, juga menurut dia perlu mengevaluasi lagi insentif pajak yang sudah digelontorkan. Saat ini, belanja pajak atau tax expenditure yang sudah diberikan negara mencapai Rp 230 triliun atau 1,5% dari GDP. Tapi, lagi-lagi, apakah itu belanja pajak itu sudah efektif dalam mendorong perekonomian?

"Pastikan [defisit anggaran] punya dampak pada growth. Selain itu review kembali tax incentive yang sudah diberikan, apakah efektif," tuturnya.

Sementara dari sisi moneter, Chatib memandang apabila ekonomi global melemah, ada kemungkinan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) juga akan menurunkan suku bunga acuan.

"Jika permintaan domestik mulai bergerak, dan inflasi terkendali, maka penurunan bunga dari BI akan efektif. Langkah-langkah antisipasi untuk mendorong daya beli dan perekonomian domestik perlu disiapkan segera," tuturnya.


[Gambas:Video CNBC]








(dru) Next Article Kapan Kelas Standar BPJS Berlaku, Tarifnya Rp 75.000?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular