
Pak Jokowi, Impor Gula Cuma Untungkan Pemburu Rente Lho
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
18 February 2020 13:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan Pemerintah akan mengimpor gula untuk memenuhi gula konsumsi jelang puasa dan lebaran mendapat kritikan. Keputusan impor gula hanya menguntungkan para pemburu rente dari kegiatan impor, sedangkan petani tebu akan semakin tertekan.
Setidaknya ada dua kondisi yang menjadi pijakan pemerintah melakukan impor gula untuk konsumsi (non industri). Pertama, terjadi kenaikan harga gula konsumsi di awal tahun, apalagi kebutuhan akan meningkat jelang Puasa dan Lebaran.
Kedua, berdasarkan perhitungan pemerintah, produksi gula petani di dalam negeri tak akan memenuhi kebutuhan gula konsumsi rumah tangga yang ditaksir 2,8 juta ton, sedangkan produksi ditaksir hanya 2,2 juta ton.
"Jika musiman-musiman, lebaran, Natal, tahun baru kita akan tingkatkan impor juga, itu nggak akan selesaikan masalah. Justru khawatir kondisi peluang rente-rente impor justru masuk lagi," kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/2).
Ia bilang strategi semacam ini hanya akan merugikan petani di dalam negeri. Padahal, masih ada persoalan perhitungan data produksi yang harus dibenahi pemerintah, sehingga akan menentukan secara akurat kebutuhan yang bisa dipenuhi impor dan dalam negeri.
Persoalan harga gula yang naik, pemerintah harus membenahi sistem distribusi yang lebih efisien. Bhima menyebut rantai pasokan distribusi juga sangat panjang membuat harga bisa makin mahal sehingga yang diuntungkan justru bukan petani.
"Jadi inelastis di level masyarakat tapi sangat elastis di level petani. Ini kasus komoditas kita karena rantai pasokan domestik terlalu panjang, lebih dari empat lah distributor dari petani sampe ke pasar. Masing-masing tadi memainkan harga. Karena di level petani info soal harga tidak dikuasai sepenuhnya," sebutnya.
Bhima menilai, rantai pasokan dari hulu ke hilir harus jelas. Termasuk memangkas rantai pasokan yang dinilai sudah terlalu panjang. "Kalau gula dari tebu. Tebu sampai ke level pabrik harusnya bisa dikelola transparan. Kontraknya juga lebih jelas. Kalau perlu ada lelang yang terbuka sehingga petani fair dapat harga sesuai," kata Bhima.
(hoi/hoi) Next Article Harga Gula Mahal? Gampang, Impor Saja Lagi!
Setidaknya ada dua kondisi yang menjadi pijakan pemerintah melakukan impor gula untuk konsumsi (non industri). Pertama, terjadi kenaikan harga gula konsumsi di awal tahun, apalagi kebutuhan akan meningkat jelang Puasa dan Lebaran.
Kedua, berdasarkan perhitungan pemerintah, produksi gula petani di dalam negeri tak akan memenuhi kebutuhan gula konsumsi rumah tangga yang ditaksir 2,8 juta ton, sedangkan produksi ditaksir hanya 2,2 juta ton.
"Jika musiman-musiman, lebaran, Natal, tahun baru kita akan tingkatkan impor juga, itu nggak akan selesaikan masalah. Justru khawatir kondisi peluang rente-rente impor justru masuk lagi," kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/2).
Ia bilang strategi semacam ini hanya akan merugikan petani di dalam negeri. Padahal, masih ada persoalan perhitungan data produksi yang harus dibenahi pemerintah, sehingga akan menentukan secara akurat kebutuhan yang bisa dipenuhi impor dan dalam negeri.
Persoalan harga gula yang naik, pemerintah harus membenahi sistem distribusi yang lebih efisien. Bhima menyebut rantai pasokan distribusi juga sangat panjang membuat harga bisa makin mahal sehingga yang diuntungkan justru bukan petani.
"Jadi inelastis di level masyarakat tapi sangat elastis di level petani. Ini kasus komoditas kita karena rantai pasokan domestik terlalu panjang, lebih dari empat lah distributor dari petani sampe ke pasar. Masing-masing tadi memainkan harga. Karena di level petani info soal harga tidak dikuasai sepenuhnya," sebutnya.
Bhima menilai, rantai pasokan dari hulu ke hilir harus jelas. Termasuk memangkas rantai pasokan yang dinilai sudah terlalu panjang. "Kalau gula dari tebu. Tebu sampai ke level pabrik harusnya bisa dikelola transparan. Kontraknya juga lebih jelas. Kalau perlu ada lelang yang terbuka sehingga petani fair dapat harga sesuai," kata Bhima.
(hoi/hoi) Next Article Harga Gula Mahal? Gampang, Impor Saja Lagi!
Most Popular