
Internasional
Terjebak 64 Ribu Kasus Corona, Ini Cerita Petugas Medis China
Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
14 February 2020 13:36

Pada Jumat (14/2/2020) waktu setempat, Wakil Walikota Wuhan mengatakan bahwa kota itu kekurangan 56 ribu masker jenis N95 dan 41 ribu pakaian pelindung untuk staf medis.
"Mereka memakai popok, mengurangi minum air untuk mengurangi intensitas ke kamar mandi," kata Jiao Yahui, seorang pejabat tinggi di Komisi Kesehatan Nasional China menyoal pakaian pelindung staf medis.
Beberapa dari mereka akan mengenakan pakaian pelindung yang sama selama enam atau bahkan sembilan jam. Padahal seharusnya tidak dikenakan selama lebih dari empat jam jika bertugas di bangsal yang dikarantina.
"Tentu saja, kami tidak menganjurkan metode ini, tetapi staf medis benar-benar tidak punya alternatif," akunya.
Beruntung pemerintah Cina langsung merespons dengan memobilisasi seluruh negara untuk meningkatkan produksi masker dan pakaian. Selain itu, China juga mengimpor lebih dari 300 juta masker dan sekitar 3,9 juta bahan pakaian pelindung sejak 24 Januari.
Menurut pejabat perencana ekonomi top China, Cong Liang, pada Senin (10/2/2020), sebanyak tiga perempat produsen masker dan pakaian pelindung kembali bekerja setelah liburan Tahun Baru Imlek yang diperpanjang.
Perhimpunan Palang Merah Cina juga telah menerima lebih dari 900 juta yuan (US$ 129 juta atau Rp 1,7 triliun) dalam bentuk donasi untuk bantuan epidemi ini. Namun ini sempat menjadi sorotan karena kurangnya transparansi dan efisiensi.
"Bahkan jika kita menerima lebih banyak masker, jumlah pasien meningkat lebih cepat," kata dokter lain dari rumah sakit besar di Wuhan yang tidak ingin disebut namanya. Ia menambahkan, setiap dokter atau perawat menggunakan dua hingga empat topeng setiap hari.
"Konsumsi masker di rumah sakit sangat besar, dan mereka kekurangan masker," imbuhnya.
Menurut salah satu warga, Xu Yuan yang tinggal di AS mengatakan para dokter dipaksa untuk mengenakan pakaian hazmat darurat yang tidak memiliki perlindungan yang memadai terhadap virus. Xu Yuan sendiri menyumbang US$ 5.000 dalam bentukk alat pelindung kepada mantan teman sekelas yang bekerja di rumah sakit Wuhan.
"Begitu dia memakainya, pakaian pelindung retak karena terlalu kecil untuknya," katanya, menambahkan bahwa temannya di Wuhan dipaksa untuk mengenakan pakian hazmat yang sama selama lima hari.
"Setiap hari, dia mendisinfeksi setelah digunakan. Dia bilang itu mungkin tidak berguna, tapi masih lebih baik daripada tidak sama sekali," tambahnya. (sef/sef)
"Mereka memakai popok, mengurangi minum air untuk mengurangi intensitas ke kamar mandi," kata Jiao Yahui, seorang pejabat tinggi di Komisi Kesehatan Nasional China menyoal pakaian pelindung staf medis.
Beberapa dari mereka akan mengenakan pakaian pelindung yang sama selama enam atau bahkan sembilan jam. Padahal seharusnya tidak dikenakan selama lebih dari empat jam jika bertugas di bangsal yang dikarantina.
Beruntung pemerintah Cina langsung merespons dengan memobilisasi seluruh negara untuk meningkatkan produksi masker dan pakaian. Selain itu, China juga mengimpor lebih dari 300 juta masker dan sekitar 3,9 juta bahan pakaian pelindung sejak 24 Januari.
Menurut pejabat perencana ekonomi top China, Cong Liang, pada Senin (10/2/2020), sebanyak tiga perempat produsen masker dan pakaian pelindung kembali bekerja setelah liburan Tahun Baru Imlek yang diperpanjang.
Perhimpunan Palang Merah Cina juga telah menerima lebih dari 900 juta yuan (US$ 129 juta atau Rp 1,7 triliun) dalam bentuk donasi untuk bantuan epidemi ini. Namun ini sempat menjadi sorotan karena kurangnya transparansi dan efisiensi.
"Bahkan jika kita menerima lebih banyak masker, jumlah pasien meningkat lebih cepat," kata dokter lain dari rumah sakit besar di Wuhan yang tidak ingin disebut namanya. Ia menambahkan, setiap dokter atau perawat menggunakan dua hingga empat topeng setiap hari.
"Konsumsi masker di rumah sakit sangat besar, dan mereka kekurangan masker," imbuhnya.
Menurut salah satu warga, Xu Yuan yang tinggal di AS mengatakan para dokter dipaksa untuk mengenakan pakaian hazmat darurat yang tidak memiliki perlindungan yang memadai terhadap virus. Xu Yuan sendiri menyumbang US$ 5.000 dalam bentukk alat pelindung kepada mantan teman sekelas yang bekerja di rumah sakit Wuhan.
"Begitu dia memakainya, pakaian pelindung retak karena terlalu kecil untuknya," katanya, menambahkan bahwa temannya di Wuhan dipaksa untuk mengenakan pakian hazmat yang sama selama lima hari.
"Setiap hari, dia mendisinfeksi setelah digunakan. Dia bilang itu mungkin tidak berguna, tapi masih lebih baik daripada tidak sama sekali," tambahnya. (sef/sef)
Pages
Most Popular