Sedih, Tahun Politik Tak Banyak Bantu Lompatan Ekonomi 2019

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
09 February 2020 14:53
Menggelar pilpres empat kali, efeknya terhadap perekonomian tak signifikan. Tahun lalu ekonomi tumbuh flat dibanding tahun politik 2014
Foto: Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia terhitung menggelar Pemilihan Presiden (Pilpres) langsung sejak tahun 2004, sehingga total hajatan politik yang digelar telah mencapai 4 kali. Namun sayang, efeknya terhadap perekonomian tak signifikan.

Pertumbuhan ekonomi tertinggi di tahun politik terjadi pada tahun 2004, yakni sebesar 5,1%. Angka tersebut terus bertumbuh mengikuti booming komoditas sehingga Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% pada 2007. Selepas itu, Indonesia tak pernah bisa mencapai pertumbuhan di angka tersebut sampai dengan sekarang.

Justru, pertumbuhan ekonomi dalam 20 tahun terakhir menunjukkan tren flat, dan belum bisa kembali pada pertumbuhan ekonomi pilpres pertama pada 2004 yakni sebesar 5,1%. Tahun pilpres terakhir pada 2019-yang berujung pada terpilihnya lagi Presiden Joko Widodo (Jokowi)-menjadi tahun politik dengan pertumbuhan ekonomi yang flat.

Jokowi effect di pasar modal juga tidak terlihat sama sekali. Lagi-lagi, hajatan politik tidak banyak memberikan angin segar. Di tengah gejolak perekonomian dunia akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun lalu hanya tumbuh 1,7%.

Angka ini jauh dibandingkan dengan pertumbuhan pada 2014 sebesar 22%, atau tahun 2009 (yang berujung pada terpilihnya Jokowi) sebesar 87%. Lemahnya pertumbuhan ini menunjukkan bahwa belanja di tahun politik tidak banyak membantu sentimen para investor di pasar modal. Faktor eksternal dinilai lebih memberikan tekanan bagi perekonomian.

Namun jika melihat indikator perekonomian makro tersebut, kita bisa menumpukan harapan pada rupiah. Meski rupiah menguat hanya 2,7% pada tahun lalu, capaian tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan penguatan pada 2014 yang hanya 1,8%.

Penguatan ini mengindikasikan bahwa investor global secara umum masih melihat ekonomi Indonesia masih cukup menjanjikan, sehingga mereka memburu aset dalam rupiah seperti obligasi negara. Aksi tersebut berujung pada penguatan Mata Uang Garuda, yang mengindikasikan bahwa bonus demokrasi.

Bonus demokrasi merupakan istilah yang mengemuka pada era 1990-an ketika beberapa negara (terutama di Afrika) mulai melakukan reformasi pemerintahan dan menggelar pemilihan yang lebih demokratis. Hal ini mendorong preferensi donor dan investor untuk menempatkan dana mereka pada negara-negara yang demokratis.

Konsumsi Pemerintah Tumbuh Tertinggi

Jika kita bedah lebih dalam, pertumbuhan ekonomi riil pada tahun 2019 memang banyak didorong konsumsi pemerintah terkait dengan program-program yang semakin populis. di tahun politik. Oleh karenanya, kita melihat lompatan hingga mencapai 5,2% (secara tahunan) pada kuartal pertama 2019, dan berlanjut sebesar 8,2% pada kuartal kedua.

Harap diingat, pilpres kemarin berlangsung pada periode itu yakni pada April. Bahkan jika dihitung kuartalan, konsumsi pemerintah kuartal kedua 2019 melompat 25,8%. Setelah hajatan politik selesai, pertumbuhan konsumsi pemerintah langsung melambat, menjadi hanya 1% pada kuartal ketiga. Jika dihitung secara kuartalan, malah terjadi kontraksi (-12,4%).

Di sisi lain, konsumsi masyarakat tumbuh 5,2% (secara tahunan) pada kuartal ketiga, menjadi pertumbuhan kuartalan tertinggi tahun kemarin. Pada tiga kuartal lainnya, pertumbuhan konsumsi swasta flat di 5%. Situasi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun lalu banyak didorong belanja pemerintah, sementara masyarakat flat.

Konsumsi secara umum tumbuh 5,6% pada kuartal kedua tersebut, ketika investasi pada periode yang sama tumbuh 4,6%, sedangkan ekspor dan impor terkontraksi masing-masing sebesar -1,7% dan -6,8%.

Semoga saja, pada tahun politik selanjutnya, bonus demokrasi yang tercermin dari pergerakan positif rupiah tersebut benar-benar bisa dimanifestasikan di sektor riil, seiring dengan berbagai reformasi yang sudah dan tengah dijalankan oleh pemerintah.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(ags/ags) Next Article PDB RI Q1-2020 2,97%, Siap-siap Minus di Q2

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular