Formula Pesangon Berubah, Kabar Buruk Buat Buruh?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
28 January 2020 18:11
Formulasi penghitungan pesangon akan berubah dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberi sinyal formulasi penghitungan pesangon akan berubah dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Hal tersebut dikemukakan Airlangga usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah jajaran menteri di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (28/1/2020)

"Pesangon, ada nanti formulasi terhadap pesangon," kata Airlangga di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Airlangga bahkan mengklaim, tidak ada penolakan dari kalangan pengusaha terkait perubahan formula soal pesangon yang nantinya akan disisipkan dalam payung hukum Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

"Pengusaha nggak ada yang mengeluh," tegas eks Menteri Perindustrian itu.



Isu ketenagakerjaan menjadi polemik dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan kerja. Salah satunya penghapusan pesangon yang pembahasannya mencuat di kalangan buruh.

Besaran pesangon telah diatur di UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Presiden KSPI Said Iqbal menganggap Omnibus Law telah mengubah skema pesangon tersebut.

Isu ini ternyata berkaitan dengan pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada akhir Desember 2019. Airlangga mengatakan akan ada insentif unemployment benefit yang menjadi tambahan manfaat bagi peserta program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BP Jamsostek).

Bentuk manfaatnya, berupa uang tunai (cash benefit) selama 6 bulan pasca PHK diberlakukan. Airlangga menjamin, tambahan benefit ini tak akan menaikkan iuran premi.

"Unemployment benefit diberikan kepada mereka yang sudah ikut program Jamsostek. Jadi semua yang sudah ikut kepesertaan aktif, sekarang ada 34 juta, selain jaminan hari tua, jaminan meninggal, nanti ditambahkan jaminan kehilangan pekerjaan," ujarnya.

Pernyataan inilah yang jadi awal persoalan penghapusan pesangon. Namun, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah membantah dugaan tersebut.

"Enggak, sebenarnya kita dalam proses terus di Kemenko. Itu nggak benar, nanti Kemenko akan menyampaikan," kata Ida di Jakarta, Selasa (14/1/2020).

Polemik pesangon belum terungkap. Said Iqbal mencoba merujuk argumennya dari UU No 13 Tahun 2003 yang mengatur pemberian pesangon bagi buruh yang ter-PHK. Besarnya pesangon adalah maksimal 9 bulan, dan bisa dikalikan 2 untuk jenis PHK tertentu, sehingga bisa mendapatkan 18 bulan upah.

Selain itu, ada penghargaan masa kerja maksimal 10 bulan upah, dan penggantian hak minimal 15% dari total pesangon dan/atau penghargaan masa kerja.

Namun Airlangga menegaskan pesangon tetap ada. Ia mengaku tak ada rencana penghapusan ketentuan soal pesangon seperti yang jadi kegelisahan para buruh di pembahasan Omnibus Law.

"Pesangon tetap tapi ada tambahannya. Ini asuransi jadi kalau orang kehilangan kerja dapat asuransi. Asuransi dari BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek), kalau perusahaan tetap bertanggung jawab bayar pesangon," katanya.

UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menjadi momok bagi pengusaha terutama soal pengaturan pesangon. Ketua Komite Tetap Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bob Azzam mengungkapkan, saat ini perusahaan diwajibkan untuk membayar nominal pesangon sebesar 13 kali gaji untuk karyawan yang sudah bekerja selama 10 tahun, terdiri atas pesangon sebesar 9 kali gaji dan upah penghargaan sebesar 4 kali gaji.

"Bahkan dalam penetapan di Pengadilan Hubungan Industrial, seringkali jumlah itu dikali dua menjadi 26 kali gaji," kata Bob kepada CNBC Indonesia pada Juli 2019 lalu.

[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Formula Pesangon Lagi Diotak-Atik, Buruh Dibuat Resah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular