
Internasional
Duh! Israel Serukan Dunia Lawan Iran
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
24 January 2020 18:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Israel mengeluarkan komentar panas ke Iran. Komentar ini diutarakan negara itu di tengah-tengah ketegangan yang sedang terjadi antara Iran dan Amerika Serikat.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pun menuding Iran sama mengancamnya dengan Nazi. Ia juga meminta negara dunia bersatu dan tegas pada Iran karena senjata nuklirnya yang mampu menghancurkan Israel.
"Saya meminta semua pemerintah bergabung dalam upaya untuk menghadapi Iran," ujarnya Netanyahu sebagaimana dikutip dari AFP.
Dalam kesempatan itu, Netanyahu juga mendukung langkah militer yang sudah dilakukan Presiden AS Donald Trump. Di depan Wakil Presidem AS Mike Pence yang hadir dalam acara itu, ia mengatakan memberi hormat kepada presiden kontroversial itu.
"Israel akan melakukan apa pun yang harus dilakukan untuk mempertahankan negara kami, membela rakyat kami, dan membela masa depan Yahudi," kata Netanyahu lagi.
Israel termasuk negara yang menentang kesepakatan nuklir tahun 2015 Iran. Netanyahu memberikan tepuk tangan ketika Trump menarik diri dari perjanjian tersebut pada 2018 dan mendorong kekuatan Eropa untuk mengikuti jejak Washington.
Iran dan sejumlah negara menandatangani Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) di 2015. Perjanjian itu dilakukan dengan China, Prancis, Rusia, Inggris, AS, termasuk Jerman dan negara Uni Eropa.
JCPOA membatasi penelitian uranium nuklir Iran selama delapan tahun. Selain itu, Iran juga dibebaskan dari semua sanksi internasional.
Namun di 2018, Presiden AS Donald Trump merevisi kembali JCPOA. Trump menilai perjanjian itu tak cukup mengerem nuklir Iran.
Buntutnya Trump menarik AS dari perjanjian. Bukan hanya itu, Iran pun dijatuhi sanksi ekonomi, yang menyebabkan ekonomi negara tersebut terpuruk.
Tekanan dari AS membuat Iran ingin kembali melanjutkan program nuklirnya. Eropa pun berupaya untuk menyelamatkan perjanjian tersebut.
Namun, Iran mengajukan syarat khusus pada Eropa. Iran menagih dana sebesar US$ 15 miliar, sebagai mana dijanjikan Prancis.
Prancis memang sempat mengusulkan pemberian kredit sebesar US$ 15 miliar hingga akhir 2019 jika Teheran mau kembali mematuhi perjanjian nuklir tahun 2015. Pemberian dana ini diberikan dengan skema pembelian minyak Iran.
Sayangnya langkah itu juga tergantung pada persetujuan AS. Karena tak kunjung terealisasi, Iran sempat menyalahkan Eropa atas keterpurukan perjanjian nuklir tersebut.
Awal Januari 2020 lalu, Iran akhirnya mengumumkan tidak akan lagi membatasi riset soal urainiumnya. "(Pengembangan) nuklir Iran di semua lini, kini tidak lagi dibatasi," tulis AFP mengutip pernyataan pejabat pemerintah Iran.
Presiden Iran Hassan Rouhani, telah berulang kali mengatakan bahwa langkah-langkah nuklir Teheran dapat dihentikan jika ekonomi Iran dilindungi. Arsitek perjanjian nuklir itu meminta Eropa membantu Iran keluar dari sanksi AS.
(sef/sef) Next Article Soal Nuklir Memanas Lagi, Trump Pede Iran Ingin Bertemu AS
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pun menuding Iran sama mengancamnya dengan Nazi. Ia juga meminta negara dunia bersatu dan tegas pada Iran karena senjata nuklirnya yang mampu menghancurkan Israel.
"Saya meminta semua pemerintah bergabung dalam upaya untuk menghadapi Iran," ujarnya Netanyahu sebagaimana dikutip dari AFP.
"Israel akan melakukan apa pun yang harus dilakukan untuk mempertahankan negara kami, membela rakyat kami, dan membela masa depan Yahudi," kata Netanyahu lagi.
Israel termasuk negara yang menentang kesepakatan nuklir tahun 2015 Iran. Netanyahu memberikan tepuk tangan ketika Trump menarik diri dari perjanjian tersebut pada 2018 dan mendorong kekuatan Eropa untuk mengikuti jejak Washington.
Iran dan sejumlah negara menandatangani Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) di 2015. Perjanjian itu dilakukan dengan China, Prancis, Rusia, Inggris, AS, termasuk Jerman dan negara Uni Eropa.
JCPOA membatasi penelitian uranium nuklir Iran selama delapan tahun. Selain itu, Iran juga dibebaskan dari semua sanksi internasional.
Namun di 2018, Presiden AS Donald Trump merevisi kembali JCPOA. Trump menilai perjanjian itu tak cukup mengerem nuklir Iran.
Buntutnya Trump menarik AS dari perjanjian. Bukan hanya itu, Iran pun dijatuhi sanksi ekonomi, yang menyebabkan ekonomi negara tersebut terpuruk.
Tekanan dari AS membuat Iran ingin kembali melanjutkan program nuklirnya. Eropa pun berupaya untuk menyelamatkan perjanjian tersebut.
Namun, Iran mengajukan syarat khusus pada Eropa. Iran menagih dana sebesar US$ 15 miliar, sebagai mana dijanjikan Prancis.
Prancis memang sempat mengusulkan pemberian kredit sebesar US$ 15 miliar hingga akhir 2019 jika Teheran mau kembali mematuhi perjanjian nuklir tahun 2015. Pemberian dana ini diberikan dengan skema pembelian minyak Iran.
Sayangnya langkah itu juga tergantung pada persetujuan AS. Karena tak kunjung terealisasi, Iran sempat menyalahkan Eropa atas keterpurukan perjanjian nuklir tersebut.
Awal Januari 2020 lalu, Iran akhirnya mengumumkan tidak akan lagi membatasi riset soal urainiumnya. "(Pengembangan) nuklir Iran di semua lini, kini tidak lagi dibatasi," tulis AFP mengutip pernyataan pejabat pemerintah Iran.
Presiden Iran Hassan Rouhani, telah berulang kali mengatakan bahwa langkah-langkah nuklir Teheran dapat dihentikan jika ekonomi Iran dilindungi. Arsitek perjanjian nuklir itu meminta Eropa membantu Iran keluar dari sanksi AS.
(sef/sef) Next Article Soal Nuklir Memanas Lagi, Trump Pede Iran Ingin Bertemu AS
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular