
Tenaga Kerja RI Kurang Produktif, Maka Lahirlah Omnibus Law
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 January 2020 18:19

Produktivitas tenaga kerja RI memang masih kalah dengan beberapa negara tetangga. Hal ini juga diungkapkan langsung oleh mantan menteri Bappenas, Bambang Brodjonegoro tahun lalu.
"Produktivitas kita relatif rendah dibanding negara tetangga. Produktivitas terlihat ketika bicara penyerapan angkatan kerja. Dihitung dari nilai tambah, kita jauh di bawah Malaysia, Thailand, Filipina," kata Bambang.
Hal tersebut juga dikonfirmasi dengan kajian yang dilakukan oleh Asian Productivity Organization (APO). Data dari APO menunjukkan tingkat produktivitas per pekerja Indonesia pada tahun 2016 sekitar US$ 24.900 atau setara dengan Rp 354 juta (asumsi kurs Rp 14.200/US$).
Tiga besar masih tetap dikuasai Singapura, Malaysia, dan Thailand sejak awal 1990-an. Pada tahun 2016 produktivitas per pekerja Singapura sebesar US$ 131.900, Malaysia US$ 56.400, dan Thailand sekitar US$ 28.300.
Jika dibandingkan dengan tahun 2015, produktivitas per pekerja di Indonesia memang menunjukkan kenaikan. Namun kenaikan tersebut menjadi yang terendah kedua di ASEAN berdasarkan data dari APO.
Menjurut Bambang, masih rendahnya produktivitas tenaga kerja RI tersebut dikarenakan oleh dua hal. Pertama para pekerja di Indonesia tidak memiliki wadah untuk meningkatkan kemampuan. Berdasarkan data, 60% pekerja Indonesia bekerja di sektor informal yang produktivitasnya kurang, sementara 40% lainnya baru di sektor formal.
Kedua lebih dari 55% orang yang lulus pendidikan formal tidak memiliki kompetensi khusus. Indonesia hanya fokus dari sisi akademis, tapi kurang penekanan dari sisi soft skill.
Payung hukum yang jelas untuk sektor ketenagakerjaan memang mutlak dibutuhkan. Investor menentukan fleksibilitas ketenagakerjaan RI, tak sampai di situ saja jumlah dan kapabilitas juga diperhitungkan.
Oleh karena itu, melalui omnibus law harapannya sektor tenaga kerja menjadi lebih menarik. Namun benar-benar harus diperhatikan. Bagaimanapun juga ini adalah kali pertama RI dalam menggodok omnibus law.
Kajian yang komprehensif terutama terkait ruang lingkup dan batasan-batasan yang jelas harus diperhatikan untuk meminimalkan potensi adanya potensi tumpeng tindih dan kompleksitas kebijakan.
Selain itu, pemerintah harus terus menggenjot produktivitas tenaga kerja RI agar memiliki daya saing tinggi dan bisa berkompetisi dengan tenaga kerja asing. Apa guna juga investasi asing masuk tapi kalau serapan tenaga kerja RI malah lemah?
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
"Produktivitas kita relatif rendah dibanding negara tetangga. Produktivitas terlihat ketika bicara penyerapan angkatan kerja. Dihitung dari nilai tambah, kita jauh di bawah Malaysia, Thailand, Filipina," kata Bambang.
Hal tersebut juga dikonfirmasi dengan kajian yang dilakukan oleh Asian Productivity Organization (APO). Data dari APO menunjukkan tingkat produktivitas per pekerja Indonesia pada tahun 2016 sekitar US$ 24.900 atau setara dengan Rp 354 juta (asumsi kurs Rp 14.200/US$).
Jika dibandingkan dengan tahun 2015, produktivitas per pekerja di Indonesia memang menunjukkan kenaikan. Namun kenaikan tersebut menjadi yang terendah kedua di ASEAN berdasarkan data dari APO.
Menjurut Bambang, masih rendahnya produktivitas tenaga kerja RI tersebut dikarenakan oleh dua hal. Pertama para pekerja di Indonesia tidak memiliki wadah untuk meningkatkan kemampuan. Berdasarkan data, 60% pekerja Indonesia bekerja di sektor informal yang produktivitasnya kurang, sementara 40% lainnya baru di sektor formal.
Kedua lebih dari 55% orang yang lulus pendidikan formal tidak memiliki kompetensi khusus. Indonesia hanya fokus dari sisi akademis, tapi kurang penekanan dari sisi soft skill.
Payung hukum yang jelas untuk sektor ketenagakerjaan memang mutlak dibutuhkan. Investor menentukan fleksibilitas ketenagakerjaan RI, tak sampai di situ saja jumlah dan kapabilitas juga diperhitungkan.
Oleh karena itu, melalui omnibus law harapannya sektor tenaga kerja menjadi lebih menarik. Namun benar-benar harus diperhatikan. Bagaimanapun juga ini adalah kali pertama RI dalam menggodok omnibus law.
Kajian yang komprehensif terutama terkait ruang lingkup dan batasan-batasan yang jelas harus diperhatikan untuk meminimalkan potensi adanya potensi tumpeng tindih dan kompleksitas kebijakan.
Selain itu, pemerintah harus terus menggenjot produktivitas tenaga kerja RI agar memiliki daya saing tinggi dan bisa berkompetisi dengan tenaga kerja asing. Apa guna juga investasi asing masuk tapi kalau serapan tenaga kerja RI malah lemah?
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Pages
Most Popular