
Sengketa Sawit
RI Impor 45% Wine dari Eropa, Balas Sawit dengan Wine Sia-Sia
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 January 2020 15:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada dugaan pemerintah Indonesia mempersulit masuknya wine dan produk susu impor asal Eropa, seperti diungkap laporan Reuters, Minggu (22/12/2019) berjudul "European liquor off the menu in Indonesia as trade row escalates"
Hal ini juga diakuai berdasarkan pengakuan pelaku usaha hotel dan restoran yang mengalami keterbatasan pasokan wine dan susu asal Eropa. Namun, bila memang benar itu bagian dari cara Indonesia menaikkan posisi tawar atau balasan terhadap Uni Eropa soal sawit maka dampaknya tak signifikan. Eropa memang cukup gencar melakukan hambatan perdagangan terhadap produk sawit Indonesia.
Melalui Delegated Act yang dikeluarkan Eropa Maret tahun lalu, minyak sawit diklasifikasikan sebagai minyak nabati yang tidak sustainable dan berpotensi menyebabkan indirect land use change (ILUC).
Atas sikap tersebut RI tak bisa terima sawitnya didiskriminasi. Delegated Act merupakan aturan turunan dari peraturan sebelumnya yaitu Renewable Energy Directive (RED) II. RED II mendorong benua biru menggunakan energi terbarukan untuk sektor listrik, pemanas, pendingin hingga transportasinya.
Pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag) memang membantah soal isu tersebut. Namun dalam konteks negosiasi dagang antara RI dan Eropa yang tengah berlangsung di WTO, aksi balasan semacam itu wajar dilakukan.
Ekonom Senior Raden Pardede mengatakan dalam kasus wine dan susu, Indonesia mencoba mengambil posisi tawar dengan Eropa. Namun gesekan ini belum sampai pada apa yang disebut perang dagang.
"Kita terpengaruh, mencoba kasih sedikit percikan, kita punya power loh, mencari perhatian mereka." Kata Raden kepada CNBC Indonesia pada Jumat (10/1/2020).
"Meski kita kecil dari skala ekonomi, kita punya posisi tawar, makanya dipakai larangan ekspor nikel, sekarang anggur (wine)," tambahnya.
Jika benar ada, apakah percikan ini dapat membuat Eropa terluka?
Mari ulas satu per satu. Sebagai negara dengan mayoritas populasi muslim terbesar di dunia, pangsa pasar minuman beralkohol di Indonesia haruslah tak terlalu besar.
Menurut data Trademap impor minuman fermentasi wine impor Indonesia dari Eropa nilainya mencapai US$ 8,41 juta pada 2018. Nilai tersebut setara dengan Rp 117,7 miliar. Sementara Indonesia mengimpor minuman fermentasi wine dari seluruh dunia dengan total nilai US$ 18,65 juta (Rp 261,1 miliar).
Artinya 45% impor anggur (wine) Indonesia berasal dari Eropa. Sementara ekspor wine Eropa ke seluruh dunia pada 2018 nilainya mencapai US$ 27,2 miliar atau setara dengan Rp 380,8 triliun. Itu artinya RI menyumbang pangsa pasar yang kecil untuk minuman beralkohol Eropa tersebut, cuma 0,03%.
Hal ini juga diakuai berdasarkan pengakuan pelaku usaha hotel dan restoran yang mengalami keterbatasan pasokan wine dan susu asal Eropa. Namun, bila memang benar itu bagian dari cara Indonesia menaikkan posisi tawar atau balasan terhadap Uni Eropa soal sawit maka dampaknya tak signifikan. Eropa memang cukup gencar melakukan hambatan perdagangan terhadap produk sawit Indonesia.
Melalui Delegated Act yang dikeluarkan Eropa Maret tahun lalu, minyak sawit diklasifikasikan sebagai minyak nabati yang tidak sustainable dan berpotensi menyebabkan indirect land use change (ILUC).
Pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag) memang membantah soal isu tersebut. Namun dalam konteks negosiasi dagang antara RI dan Eropa yang tengah berlangsung di WTO, aksi balasan semacam itu wajar dilakukan.
Ekonom Senior Raden Pardede mengatakan dalam kasus wine dan susu, Indonesia mencoba mengambil posisi tawar dengan Eropa. Namun gesekan ini belum sampai pada apa yang disebut perang dagang.
"Kita terpengaruh, mencoba kasih sedikit percikan, kita punya power loh, mencari perhatian mereka." Kata Raden kepada CNBC Indonesia pada Jumat (10/1/2020).
"Meski kita kecil dari skala ekonomi, kita punya posisi tawar, makanya dipakai larangan ekspor nikel, sekarang anggur (wine)," tambahnya.
Jika benar ada, apakah percikan ini dapat membuat Eropa terluka?
Mari ulas satu per satu. Sebagai negara dengan mayoritas populasi muslim terbesar di dunia, pangsa pasar minuman beralkohol di Indonesia haruslah tak terlalu besar.
Menurut data Trademap impor minuman fermentasi wine impor Indonesia dari Eropa nilainya mencapai US$ 8,41 juta pada 2018. Nilai tersebut setara dengan Rp 117,7 miliar. Sementara Indonesia mengimpor minuman fermentasi wine dari seluruh dunia dengan total nilai US$ 18,65 juta (Rp 261,1 miliar).
Artinya 45% impor anggur (wine) Indonesia berasal dari Eropa. Sementara ekspor wine Eropa ke seluruh dunia pada 2018 nilainya mencapai US$ 27,2 miliar atau setara dengan Rp 380,8 triliun. Itu artinya RI menyumbang pangsa pasar yang kecil untuk minuman beralkohol Eropa tersebut, cuma 0,03%.
Next Page
Wine & Susu Bisa Bikin Eropa Kapok?
Pages
Most Popular