Jakarta, CNBC Indonesia - Perselisihan
Amerika Serikat (AS) denganĀ
Iran kian memanas, kedua negara tersebut melakukan balasan serangan demi serangan.
Ketegangan AS-Iran mulai meningkat usai Washington mencabut kesepakatan nuklir dengan Teheran tahun lalu. AS juga mengenakan sanksi yang melumpuhkan.
Apalagi setelah tewasnya pemimpin Iran
Qasem Soleimani saat AS melancarkan serangan udara ke Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada 3 Desember lalu.
Sebenarnya bagaimana awal mula perselisihan antara AS dan Iran yang saat ini terjadi? Berikut rentetan serangan-serangan yang dilayangkan oleh kedua negara.
[Gambas:Video CNBC]
Ketegangan memanas dimulai sejak 27 Desember 2019 lalu. Kala milisi Hizbullah di Irak yang dikatakan AS disokong dana oleh Iran, menyerang basis militer Amerika Serikat di Krikuk. Serangan Hizbullah menggunakan lebih dari 30 roket ke arah kawasan minyak di utara Baghdad.
Akibat serangan itu warga AS yang bekerja sebagai kontraktor tewas. Selain itu, empat petugas AS terluka, seorang personel keamanan Irak juga terluka. Hal ini diketahui dari keterangan Pentagon.
Hal ini membuat AS melakukan serangan balik terhadap pangkalan milisi Kataib Hizbullah di Irak. pada 29 Desember AS menyebutnya sebagai aksi pertahanan. Dalam serangan tersebut setidaknya 25 pejuang milisi tewas, dan 55 lainnya mengalami luka.
Namun, serangan AS membuat Irak kecewa. Pasalnya serangan itu melanggar kedaulatan negara tersebut.
Akibat konflik ini, Irak mengatakan akan mempertimbangkan kembali kerja sama dengan koalisi internasional yang dipimpin AS untuk melawan Negara Islam (ISIS). Ini ditegaskan Dewan Keamanan Nasional Irak dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menyalahkan Iran atas serangan AS ke Irak. Pasalnya serangan AS ke pangkalan milisi Hizbullah di Irak, terjadi karena pasukan itu didukung penuh oleh Iran.
Iran dituding membiayai pasukan Hizbullah. Serangan itu merupakan pembalasan atas serangan rudal yang menewaskan warga AS di Irak bagian utara.
Iran membantah AS. Iran pun menyayangkan serangan AS pada Hizbullah karena kelompok itu selama ini membantu menggempur ISIS di Irak.
Akhir pekan lalu, kabarnya dua roket menghantam Zona Hijau di Baghdad, Irak. Zona hijau tersebut berisi markas tentara AS dan dekat dengan Kedutaan Besar AS.
Hal itu membuat petugas keamanan memperketat penjagaan kawasan di mana Kedutaan Besar AS berada.
Militer Irak mengatakan bahwa satu proyektil menghantam zona itu, sementara yang lain mendarat di dekat tempat yang sama. Menurut sumber kepolisian serangan tersebut menyebabkan lima orang terluka.
Saat serangan terjadi, sepasang roket Katyusha kemudian menghantam pangkalan udara Balad di utara Baghdad. Setelah itu sumber keamanan di sana mengirimkan pesawat pengintai di atas pangkalan untuk menemukan sumber roket.
Untuk diketahui, Kedutaan Besar AS di Baghdad serta 5.200 tentara Amerika yang ditempatkan di seluruh negeri telah menghadapi rentetan serangan roket dalam beberapa bulan terakhir.
Seperti bulan lalu, satu serangan menewaskan seorang kontraktor AS yang bekerja di Irak utara, yang memicu serangan udara Amerika yang menewaskan 25 pejuang garis keras di dekat Iran.
Sebelum pemberitaan terkait serangan roket yang terjadi di pangkalan militer AS di Irak, 3 Januari 2019, Garda Revolusi Iran mengkonfirmasi kematian salah satu komandannya dalam serangan udara yang dilancarkan militer Amerika Serikat (AS) di Baghdad, Irak.
Kabar kematian Soleimani pada awalnya diungkapkan tiga pejabat senior Irak dan oleh dua pemimpin kelompok milisi yang loyal pada Iran. Serangan udara AS itu, menurut para pejabat Irak, juga menewaskan seorang pria bernama Abu Mahdi al-Muhandis yang menjabat wakil komandan dari kelompok milisi pro-Iran di Irak bernama Pasukan Mobilisasi Populer (PMF).
PMF menyebut ada tujuh orang tewas akibat serangan udara AS tersebut. Salah satu pejabat keamanan Irak menyebut Al-Muhandis tiba di bandara Baghdad dalam konvoi bersama anggota milisi lainnya untuk menyambut Soleimani, yang pesawatnya baru saja mendarat dari Lebanon atau Suriah.
Serangan udara yang dilancarkan militer AS pagi itu terjadi di dekat area kargo, setelah Soleimani turun dari pesawat untuk bertemu Al-Muhandis dan anggota milisi pro-Iran lainnya.
Menurut seorang pejabat senior Irak, jasad Soleimani berhasil diidentifikasi dari cincin yang dipakainya.
Soleimani merupakan tokoh militer Iran yang memiliki pengaruh besar di kawasan Timur Tengah. Ia dipercaya memimpin Pasukan Quds, sebuah divisi atau sayap dari Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab untuk operasi ekstrateritorial, termasuk kontra-intelijen di kawasan.
Dia sangat dipuja di Iran. Soleimani dianggap tokoh terkuat setelah pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Atas kejadian tersebut Ayatollah Ali Khamenei mengutuk serangan AS yang menewaskan Soleimani. Dia menyatakan akan mengambil aksi balasan.
Pemimpin spiritual Iran itu bahkan mendeklarasikan hari berkabung nasional selama tiga hari. "Kriminal yang membunuh Soleimani akan mendapatkan pembalasan yang sangat kejam," katanya sebagaimana dikutip Reuters.
Hal senada juga diutarakan dua pejabat Iran lain. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif memperingatkan bahwa membunuh Soleimani adalah tindakan bodoh dan bakal menjadi boomerang bagi AS.
"AS harus bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari langkah ini," katanya.
Hal senada juga dikatakan Menteri Pertahanan Iran Amir Hatami. Ia berujar balas dendam akan dilakukan atas pembunuhan Soleimani.
"Kami akan membalas dendam ke semua yang terlibat dan bertanggung jawab ... Kematian Soleimani akan membuat Iran lebih tegas untuk menantang ekspansi Amerika dan mempertahankan nilai-nilai kita." Sepertinya Trump tidak menunjukkan tanda-tanda berusaha mengurangi ketegangan, sebaliknya Trump justru menegaskan ancaman keras pada Iran.
Presiden Amerika Serikat itu pun mengeluarkan pernyataan bernada ancaman melalui Twitternya. Ia mengatakan bahwa AS telah menargetkan 52 lokasi Iran. Mereka akan menyerang jika Iran menyerang warga AS atau aset AS.
Target tersebut bersama dengan Iran AKAN DISERANG DENGAN SANGAT CEPAT DAN SANGAT KERAS," ungkap Trump lewat Twitternya, Sabtu (4/1/2020) waktu Washington.
Jumlah itu, kata Trump, merujuk kepada 52 warga AS yang disandera oleh Iran saat terjadinya revolusi 1979-1981 silam.
Menurut Trump, Iran terlalu berani menyasarĀ aset-aset AS sebagai upaya balas dendam atas kematian Soleiman yang telah terlibat dalam sejumlah pembunuhan warga Amerika dan orang-orang lain sepanjang hidupnya, termasuk baru-baru ini membunuh ratusan pengunjuk rasa warga Iran.
"Dia baru saja menyerang Kedutaan kami, dan bersiap melakukan serangan di lokasi lain. Iran tidak ada apa-apanya kecuali masalah selama beberapa tahun ini," cuit Trump.
Trump kemudian menegaskan "AS tidak ingin ada lagi ancaman!"