Super Loyo, 'Rapor Merah Kebakaran Pajak' di APBN 2019

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
07 January 2020 12:34
Penerimaan PPh Migas & PPN & PPnBM Jadi Biang Keroknya
Foto: Konferensi pers laporan APBN Tahun 2019. (CNBC Indoinesia/Lidya Julita Sembiring)
Faktor kedua yang juga turut melemahkan realisasi penerimaan PPh Migas adalah dari sisi produksi. Lifting migas RI semakin jauh dari asumsi. Pada 2019 lifting minyak mentah RI rata-rata 741 ribu barel per hari (bpd), sementara asumsinya 775 ribu bpd. Lifting tersebut juga lebih rendah dibanding realisasi tahun 2018 yang mencapai 778 ribu bpd.

Lifting gas juga mengalami penurunan menjadi 1.050 ribu barel ekuivalen minyak dari target 1.250 ribu barel ekuivalen minyak. Lifting ini gas tahun ini juga lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai 1.145 ribu barel ekuivalen minyak.



Faktor ketiga yang juga mempengaruhi lemahnya penerimaan PPh Migas adalah penguatan rupiah. Nilai tukar rupiah pada 2019 rata-rata mencapai Rp 14.146/US$ lebih rendah dibanding asumsi yang mencapai Rp 15.000/US$ dan rata-rata tahun lalu yang mencapai Rp 14.247/US$.



Selain penerimaan PPh Migas yang anjlok, realisasi penerimaan PPN & PPnBM juga turun. PPN & PPnBM merupakan pajak yang berbasis transaksi. Jika penerimaannya turun, maka ada indikasi bahwa transaksi juga turun.

Transaksi dibentuk dari konsumsi. Ketika konsumsi rendah maka transaksi juga rendah. Jadi hal ini berakibat pada turunnya penerimaan PPN & PPnBM. Ada indikasi daya beli masyarakat yang turun memang, hal ini dikonfirmasi dengan inflasi yang rendah serta pertumbuhan konsumsi masyarakat yang stagnan di level 5%.

Kementerian Keuangan mencatat inflasi di tahun 2019 sebesar 2,72% (yoy) merupakan inflasi terendah dalam dua puluh tahun terakhir. Jadi wajar saja kalau penerimaan perpajakan jadi loyo...

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/dru)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular