
Ini Jurus Erick Thohir Pangkas Impor Migas Besar-besaran
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
06 January 2020 09:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkap jurus hemat impor migas. Salah satunya adalah dengan membeli BBM (bahan bakar minyak) langsung ke pemasok, tanpa perantara pasar.
"Kita sudah mulai tender, bukan melalui trader tapi langsung kepada perusahaan yang menghasilkan minyak," kata Erick Thohir di Tangerang, Minggu (5/1/20).
Pembelian langsung ini bisa memangkas margin yang tidak perlu. Dia bilang, harga pembelian bisa lebih murah dengan selisih mencapai US$ 5-6 per barel dibandingkan harga minyak yang biasa dibeli Pertamina.
"Selama ini belum dilakukan. Ini langsung ke perusahaan, Total, tidak ada perantara," ungkapnya.
Erick Thohir tak bermaksud mengusir perantara. Dia mengapresiasi perantara di pasar yang tetap bersaing dengan harga kompetitif, dan tidak disertai praktik sogok-menyogok.
"Tapi mohon maaf jika sengaja merusak pipa, tangki, itu yang juga harus dilawan dan tentu terus akan kita tekan dengan hal-hal lain," tegasnya.
Sejalan dengan itu, Erick bilang, untuk menekan impor migas tidak hanya dilakukan dengan langkah jangka pendek, tetapi juga menengah dan panjang.
"Harus dilakukan bertahap dengan refinery dan bagaimana lifting, dan sumur minyak yang ada di Pertamina harus segera dikerjasamakan dengan berbagai pihak. Enggak bisa dikontrol sendiri dengan Pertamina supaya agar ada sumber baru untuk minyak," bebernya.
Upaya tersebut sekaligus sebagai antisipasi atas hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran yang makin mendidih. Perhatian Erick Thohir terutama tertuju pada pergerakan harga minyak dunia.
Belakangan, beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) asing telah menurunkan harga BBM non subsidi, seperti Shell dan Total.
Namun ada potensi harga jual BBM kembali naik usai ancaman perang di Timur Tengah meletus. Erick Thohir sudah mendapatkan arahan dari Jokowi.
"Ya memang itu yang yang diminta oleh Pak Jokowi kan kita harus antisipasi. Karena yang namanya ekonomi dunia ini adalah sesuatu yang fluktuatif dan tidak bisa diprediksi," kata mantan Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin ini.
Dia pun memperhatikan kondisi panas di Timur Tengah. "Apa yang terjadi sekarang tentu, mengenai Amerika, Iran dan Timteng pasti akan juga berdampak kepada Indonesia terutama di harga minyak," lanjutnya.
Karena itu, dia mengaku sudah menyiapkan antisipasi. Salah satu antisipasi bahkan telah disiapkan sejak beberapa bulan lalu.
"Salah satunya kita terapkan B30. Dengan adanya B30, ketergantungan daripada impor minyak bisa lebih ditekan," tandasnya.
Sebagai gambaran, dalam data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Oktober 2019 angka impor migas Indonesia mencapai US$ 17,617 miliar atau Rp 246,6 triliun turun tipis dari periode yang sama tahun lalu US$ 24,97 miliar. Sementara ekspor migas Indonesia pada periode yang sama tercatat US$ 10,347 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,152 miliar.
Impor minyak mentah Januari-Oktober 2019 tercatat US$ 4,343 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 7,832 miliar. Sementara impor hasil minyak termasuk BBM tercatat US$ 11,195 miliar atau sekitar Rp 156,7 triliun, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,575 miliar.
Sejak 2011 Indonesia mengidap penyakit kronis yang bernama defisit transaksi berjalan (CAD). Defisit paling parah tercatat di 2018 yang mencapai 3% dari produk domestik bruto (PDB).
"Kita sudah mulai tender, bukan melalui trader tapi langsung kepada perusahaan yang menghasilkan minyak," kata Erick Thohir di Tangerang, Minggu (5/1/20).
Pembelian langsung ini bisa memangkas margin yang tidak perlu. Dia bilang, harga pembelian bisa lebih murah dengan selisih mencapai US$ 5-6 per barel dibandingkan harga minyak yang biasa dibeli Pertamina.
Erick Thohir tak bermaksud mengusir perantara. Dia mengapresiasi perantara di pasar yang tetap bersaing dengan harga kompetitif, dan tidak disertai praktik sogok-menyogok.
"Tapi mohon maaf jika sengaja merusak pipa, tangki, itu yang juga harus dilawan dan tentu terus akan kita tekan dengan hal-hal lain," tegasnya.
Sejalan dengan itu, Erick bilang, untuk menekan impor migas tidak hanya dilakukan dengan langkah jangka pendek, tetapi juga menengah dan panjang.
"Harus dilakukan bertahap dengan refinery dan bagaimana lifting, dan sumur minyak yang ada di Pertamina harus segera dikerjasamakan dengan berbagai pihak. Enggak bisa dikontrol sendiri dengan Pertamina supaya agar ada sumber baru untuk minyak," bebernya.
Upaya tersebut sekaligus sebagai antisipasi atas hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran yang makin mendidih. Perhatian Erick Thohir terutama tertuju pada pergerakan harga minyak dunia.
Belakangan, beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) asing telah menurunkan harga BBM non subsidi, seperti Shell dan Total.
Namun ada potensi harga jual BBM kembali naik usai ancaman perang di Timur Tengah meletus. Erick Thohir sudah mendapatkan arahan dari Jokowi.
"Ya memang itu yang yang diminta oleh Pak Jokowi kan kita harus antisipasi. Karena yang namanya ekonomi dunia ini adalah sesuatu yang fluktuatif dan tidak bisa diprediksi," kata mantan Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin ini.
Dia pun memperhatikan kondisi panas di Timur Tengah. "Apa yang terjadi sekarang tentu, mengenai Amerika, Iran dan Timteng pasti akan juga berdampak kepada Indonesia terutama di harga minyak," lanjutnya.
Karena itu, dia mengaku sudah menyiapkan antisipasi. Salah satu antisipasi bahkan telah disiapkan sejak beberapa bulan lalu.
"Salah satunya kita terapkan B30. Dengan adanya B30, ketergantungan daripada impor minyak bisa lebih ditekan," tandasnya.
Sebagai gambaran, dalam data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Oktober 2019 angka impor migas Indonesia mencapai US$ 17,617 miliar atau Rp 246,6 triliun turun tipis dari periode yang sama tahun lalu US$ 24,97 miliar. Sementara ekspor migas Indonesia pada periode yang sama tercatat US$ 10,347 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,152 miliar.
Impor minyak mentah Januari-Oktober 2019 tercatat US$ 4,343 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 7,832 miliar. Sementara impor hasil minyak termasuk BBM tercatat US$ 11,195 miliar atau sekitar Rp 156,7 triliun, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,575 miliar.
Sejak 2011 Indonesia mengidap penyakit kronis yang bernama defisit transaksi berjalan (CAD). Defisit paling parah tercatat di 2018 yang mencapai 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Penyebab penyakit tersebut apalagi kalau bukan impor minyak yang jor-joran. Keran impor minyak yang terbuka lebar membuat neraca migas Indonesia terus mencatatkan defisit.
Pemerintah harus serius menangani masalah ini. Pasalnya lifting minyak terus mengalami penurunan sedangkan konsumsi minyak terus meningkat. Umur sumur dan lapangan minyak serta infrastruktur yang semakin tua menyebabkan lifting menjadi semakin kecil.
Lifting atau produksi minyak Indonesia siap jual tercatat terus turun. Dari rata-rata 829 ribu barel per hari di 2016 menjadi 745 ribu barel per hari di 2019. Lifting tertinggi tercatat di 2010 sebesar 953,9 ribu barel per hari.
Pemerintah harus serius menangani masalah ini. Pasalnya lifting minyak terus mengalami penurunan sedangkan konsumsi minyak terus meningkat. Umur sumur dan lapangan minyak serta infrastruktur yang semakin tua menyebabkan lifting menjadi semakin kecil.
Lifting atau produksi minyak Indonesia siap jual tercatat terus turun. Dari rata-rata 829 ribu barel per hari di 2016 menjadi 745 ribu barel per hari di 2019. Lifting tertinggi tercatat di 2010 sebesar 953,9 ribu barel per hari.
(tas/tas) Next Article Mengintip Gaya Erick Thohir Rapat Perdana dengan DPR RI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular