
Jurus 'Berburu di Kebun Binatang' Kejar Pajak Bikin Resah
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
20 December 2019 19:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom INDEF Aviliani menilai pemerintah perlu melakukan pendekatan yang bersahabat untuk bisa menambah penerimaan pajak. Tujuannya agar wajib pajak tak merasa cemas akan dikejar terus yang justru berdampak pada penerimaan pajak yang sering tak capai target atau shortfall setiap tahun.
Penerimaan pajak hingga 31 Oktober 2019 terealisasi Rp 1.018,47 triliun atau hanya mencapai 64,56% dari target sebesar Rp 1.577,56 triliun di APBN 2019. Kurang dari dua bulan, Direktorat Jenderal Pajak masih harus mengumpulkan penerimaan sebesar Rp 559,09 triliun hingga akhir tahun ini.
Menanggapi potensi shortfall, Aviliani mengatakan harus ada sosialisasi dari pemerintah tentang langkah apa yang akan diambil. Namun, jangan sampai rencana itu menimbulkan kekhawatiran bagi wajib pajak.
"Sekarang kan banyak dikejar-kejar, kalau kayak gitu harus hati-hati. Banyak yang tanya ke saya kalau shortfall [...] bisa jadi kita yang sudah bayar pajak dikejar-kejar," kata Alviani di Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Istilah yang umum dipakai adalah 'berburu di kebun binatang'. Artinya kebijakan pemerintah untuk menggenjot pajak yang dilakukan masih fokus pada intensifikasi, sedangkan ekstensifikasi atau perluasan wajib pajak baru masih dianggap kurang.
Menurut Aviliani, harus ada sosialisasi dari pemerintah tentang langkah apa yang akan diambil. Pada intinya, pendekatan itu harus lebih bersahabat. Pemerintah perlu menyiapkan strategi agar orang mau sukarela menjadi wajib pajak baru.
Menurut Aviliani, 70% masyarakat saat ini bekerja di sektor informal yang sudah berpenghasilan tinggi. Namun sebagian di antaranya belum terdaftar sebagai wajib pajak.
"Anak-anak muda itu kerja sendiri nggak pakai PT tetapi penghasilannya, misalnya Atta Halilintar, sampai Rp2 Miliar."
"Tetapi sebenarnya belum banyak [sektor informal] yang patuh. Kalau itu patuh saja sudah besar dapat pajak," ujarnya.
(hoi/hoi) Next Article Ini Kriteria Wajib Pajak yang Akan Dikejar-kejar
Penerimaan pajak hingga 31 Oktober 2019 terealisasi Rp 1.018,47 triliun atau hanya mencapai 64,56% dari target sebesar Rp 1.577,56 triliun di APBN 2019. Kurang dari dua bulan, Direktorat Jenderal Pajak masih harus mengumpulkan penerimaan sebesar Rp 559,09 triliun hingga akhir tahun ini.
Menanggapi potensi shortfall, Aviliani mengatakan harus ada sosialisasi dari pemerintah tentang langkah apa yang akan diambil. Namun, jangan sampai rencana itu menimbulkan kekhawatiran bagi wajib pajak.
"Sekarang kan banyak dikejar-kejar, kalau kayak gitu harus hati-hati. Banyak yang tanya ke saya kalau shortfall [...] bisa jadi kita yang sudah bayar pajak dikejar-kejar," kata Alviani di Jakarta, Jumat (20/12/2019).
Istilah yang umum dipakai adalah 'berburu di kebun binatang'. Artinya kebijakan pemerintah untuk menggenjot pajak yang dilakukan masih fokus pada intensifikasi, sedangkan ekstensifikasi atau perluasan wajib pajak baru masih dianggap kurang.
Menurut Aviliani, harus ada sosialisasi dari pemerintah tentang langkah apa yang akan diambil. Pada intinya, pendekatan itu harus lebih bersahabat. Pemerintah perlu menyiapkan strategi agar orang mau sukarela menjadi wajib pajak baru.
Menurut Aviliani, 70% masyarakat saat ini bekerja di sektor informal yang sudah berpenghasilan tinggi. Namun sebagian di antaranya belum terdaftar sebagai wajib pajak.
"Anak-anak muda itu kerja sendiri nggak pakai PT tetapi penghasilannya, misalnya Atta Halilintar, sampai Rp2 Miliar."
"Tetapi sebenarnya belum banyak [sektor informal] yang patuh. Kalau itu patuh saja sudah besar dapat pajak," ujarnya.
(hoi/hoi) Next Article Ini Kriteria Wajib Pajak yang Akan Dikejar-kejar
Most Popular