AS di Tangan Trump, Apakah Memang Great Again?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 December 2019 07:57
Perang Dagang dengan China Malah Bikin Sengsara
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (AP Photo/ Evan Vucci)
Akan tetapi, Trump bukan tanpa cela. Kebijakannya yang kontroversial, terutama mengajak perang dagang dengan China, memakan korban yaitu perekonomian AS sendiri.

Tujuan Trump mengenakan bea masuk terhadap produk-produk China adalah untuk mengendalikan impor dari Negeri Tirai Bambu. Pada 2016, tahun terakhir sebelum Trump menjabat, defisit perdagangan AS dengan China adalah US$ 346,82 miliar.

Dalam upaya membatasi derasnya impor yang membuat neraca perdagangan tekor, Trump mulai mengenakan bea masuk terhadap importasi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk made in China. Namun bukannya berkurang, defisit perdagangan AS dengan China malah semakin dalam. Tahun lalu, total defisit perdagangan AS dengan China membengkak jadi US$ 419,53 miliar.



Baca: Penyebab Perang Dagang karena AS Takut Dikalahkan China?

Barang dari China yang masuk ke AS kini lebih mahal karena kena bea masuk. Trump kerap membusungkan dada bahwa pemerintah AS menikmati miliaran dolar dari pembayaran bea masuk tersebut.

Namun namanya perang dagang, China tentu tidak terima dengan perlakuan Trump. Sebagai balasan, Beijing mengenakan bea masuk bagi importasi produk made in the USA senilai hampir US$ 200 miliar.

Akibatnya, produk AS juga kesulitan menembus pasar China. Padahal China adalah negara tujuan ekspor ketiga terbesar.

Penurunan permintaan dari China membuat dunia usaha di AS mengendurkan pedal gas. Produksi industrial AS terus turun hingga ke -0,75% year-on-year (YoY) pada November 2019.



Perang dagang yang berlangsung selama hampir dua tahun ini membuat pengusaha di AS pesimistis dalam mengarungi bahtera perekonomian. Pesimisme dunia usaha tercermin dari Purchasing Managers' Index (PMI) yang terus bergerak ke selatan.

Pada November 2019, PMI manufaktur AS versi Institute of Supply Management (ISM) berada di 48,1 PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di bawah 50, berarti dunia usaha tidak melakukan ekspansi. PMI manufaktur AS sudah berada di bawah 50 selama empat bulan beruntun.

 

Gara-gara perang dagang, pertumbuhan ekonomi AS melambat. Capaian pada 2018 yang impresif akibat stimulus pajak menguap begitu saja memasuki 2019 karena ekspor dan investasi yang nyungsep.

Apesnya, tidak cuma AS yang mengalami perlambatan ekonomi. Peran dagang AS-China berdampak buruk pada perekonomian global. Hampir seluruh negara merasakan kontraksi (pertumbuhan negatif) ekspor karena rantai pasok yang terganggu.


"Ketidakpastian yang tinggi, terutama terkait tensi perdagangan, menyebabkan tergerusnya keyakinan dunia usaha dan konsumen sehingga berdampak terhadap perlambatan ekonomi. Perdagangan dunia melambat dengan tajam dan permintaan di berbagai negara bergerak turun. Restriksi dagang yang dimulai tahun lalu menyeret pertumbuhan ekonomi ke bawah, juga investasi dan standar hidup, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah," sebut laporan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

So, bagaimana kesimpulannya? Apakah Trump berhasil dalam misi Make America Great Again? Atau malah lebih menimbulkan mudarat ketimbang manfaat?

Sepertinya sulit untuk mencari jawabannya. Sebab seperti halnya di Indonesia, hasil Pilpres bisa menciptakan kubu-kubuan di level akar rumput. Bagi kubu pendukung, Trump selalu benar dan bagi yang antipati ya Trump salah terus.

Namun ada satu hal yang bisa dipetik dari kepemimpinan Trump. Kapan lagi kita bisa menyaksikan Presiden AS yang kepemimpinannya bergaya koboi seperti ini... 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/sef)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular