Prolegnas 2020, Ada UU Larang Perempuan Pulang Malam?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
18 December 2019 06:09
Prolegnas 2020, Ada UU Larang Perempuan Pulang Malam?
Foto: Demo mahasiswa menolak pengesahan sejumlah RUU termasuk RKUHP di depan gedung DPR RI, beberapa waktu lalu (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menggelar rapat paripurna terakhir di tahun ini pada Selasa (17/12/2019). Salah satu agenda penting dalam rapat itu adalah pengesahan RUU Prolegnas Prioritas 2020 bersamaan dengan pengesahan RUU Prolegnas Periode 2020-2024.

Dalam paparannya, Badan Legislasi menyatakan pihaknya dan pemerintah sepakat 50 RUU akan menjadi Prolegnas Prioritas 2020. Seperti dilaporkan detik.com, pengambilan keputusan tingkat II pun dilakukan dalam rapat paripurna yang dipimpin langsung Ketua DPR RI Puan Maharani.

"Jadi, apakah laporan Baleg terkait Prolegnas 2020-2024 dapat disetujui?," tanya Puan yang dijawab setuju oleh anggota DPR dalam ruang paripurna.

Dari 50 RUU prioritas tahun 2020, terdapat empat RUU carry over, yakni RUU tentang Bea Meterai, RUU tentang KUHP, RUU tentang Pemasyarakatan, dan RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Kemudian juga ada sejumlah RUU yang sempat dan masih jadi sorotan publik pada Prolegnas Prioritas 2020. Selain RUU KUHP, tiga RUU lainnya, yaitu RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, serta RUU Pertanahan.

Selain itu, ada RUU usulan Fraksi PKS yang juga masuk di Prolegnas Prioritas 2020, yakni RUU tentang Perlindungan Ulama dan Tokoh Agama. Namun, dalam perincian RUU yang masuk Prolegnas Prioritas 2020 namanya menjadi RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama.

Berikut ini perincian 50 RUU prioritas Prolegnas 2020:

1. RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber
2. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
3. RUU tentang Pertanahan
4. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
5. RUU tentang RKHUP
6. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan
7. RUU tentang perubahan kedua atas UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
8. RUU tentang perubahan kedua atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
9. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalin dan Angkutan Jalan
10. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
11. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN
12. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
13. RUU perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba
14. RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan
15. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
16. RUU tentang Perlindungan dan Bantuan Sosial
17. RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan
18. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
19. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
20. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
21. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
22. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
23. RUU tentang Penyadapan
24. RUU tentang perubahan kedua atas UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
25. RUU tentang Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila
26. RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
27. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN
28. RUU tentang Sistem Perposan dan Logistik Nasional
29. RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan/RUU tentang Kesehatan Nasional (omnibus law)
30. RUU tentang Kefarmasian
31. RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual
32. RUU tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua
33. RUU tentang Masyarakat Hukum Adat
34. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
35. RUU tentang Kependudukan dan Keluarga Nasional
36. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
37. RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak
38. RUU tentang Ketahanan Keluarga
39. RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol
40. RUU tentang Profesi Psikologi
41. RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama
42. RUU tentang Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law)
43. RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian
44. RUU tentang Perlindungan Data Pribadi
45. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
46. RUU tentang perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI
47. RUU tentang perubahan atas UU Nomor15 Tahun 2006 tentang BPK
48. RUU tentang Ibu Kota Negara (omnibus law)
49. RUU tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
50. RUU tentang Daerah Kepulauan.

[Gambas:Video CNBC]

Sekadar mengingatkan, RUU KUHP sempat menjadi salah satu topik pembicaraan di kalangan masyarakat hingga memicu aksi unjuk rasa besar-besaran beberapa waktu lalu. Padahal, DPR RI periode 2014-2019 telah memutuskan untuk menunda pengesahan RUU KUHP dalam rapat paripurna terakhir di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (30/9/2019).

Semua itu tak lepas dari sejumlah pasal dalam RUU KUHP yang dinilai kontroversial. Salah satunya terkait ancaman perempuan ditangkap bila pulang malam. Bahkan ada kabar ancaman hukumannya berupa denda Rp 1 juta.

Berdasarkan RUU KUHP, Rabu (25/9/2019), viral isu itu merujuk kepada Pasal 432 tentang Penggelandangan yang berbunyi:

Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I. (Kategori I ancaman dendanya maksimal Rp 1 juta-red)

Menurut laporan detik.com, hukuman di Pasal 432 RUU KUHP ini jauh lebih ringan daripada di KUHP yang berlaku saat ini, yaitu dipenjara tiga bulan. Hukuman itu juga jauh lebih ringan dibandingkan dengan Perda DKI Jakarta yang ancamannya Rp 20 juta.

Sebelum menjadi menkumham lagi, Yasonna yang kala itu berstatus anggota DPR RI menyatakan ada banyak kesalahpahaman di masyarakat terkait RUU KUHP, termasuk perihal wanita malam ditangkap.

"...Ada dua pasal seharusnya diburu KUHP masih ada, termasuk wah ada yang tidak diteliti. Yang menuduh perempuan malam ditangkap itu betul-betul tidak dibaca," ujarnya di ruang Fraksi PDIP, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Sebagai wakil rakyat di parlemen, Yasonna mengatakan DPR 2019-2024 akan melanjutkan pembahasan beberapa RUU yang substansial termasuk RKUHP.

"Masa sih bangsa Indonesia tidak bisa menghasilkan KUHP baru, yang melakukan itu guru-guru besar kita. Bahwa ada satu dua pasal yang tidak diterima kita diskusikan saja," ujarnya.

"Tidak mungkin kita memuaskan semua pasal untuk semua orang. Saya katakan selama ini (saat pembahasan) kok tidak beri perhatian. Kenapa saat mau selesai baru ribut," lanjut Yasonna.

Memasuki bulan November, Baleg sudah memulai pembahasan RKUP. Mulanya, Komisi III DPR RI mengharapkan RUU KUHP itu akan selesai pada Desember 2019. Sebab, pembahasan di tingkat I sudah selesai, tinggal di tingkat II alias di paripurna.

Namun, Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, Baleg DPR RI akan meminta masukan kepada masyarakat terlebih dahulu. Utamanya terkait dengan 12 pasal yang menuai sorotan publik.

"Nanti akan dimasukan dalam pasal penjelasan dalam pasal-pasal tersebut," kata Masinton seperti dilansir dari pemberitaan detik.com, Kamis (7/11/2019).

Berikut adalah 12 pasal yang dimaksud:

Pertama, Pasal 2 tentang hukum yang hidup dalam masyarakat, yang menyebutkan

1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang ini.

(2) Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam undang-undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

Kedua, Pasal 218 terkait penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, khususnya di ayat (1). Bunyi Pasal 218 ayat (1) adalah:

(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Ketiga dan keempat yaitu Pasal 240 dan 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah.

Bunyi Pasal 240 adalah Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.



Pasal 241 disebutkan Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Kelima, Pasal 252 tentang kepemilikan kekuatan gaib untuk melakukan tindak pidana. Bunyi Pasal 252 itu ialah ayat (1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Ayat (2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).

Keenam, Pasal 278 tentang pembiaran unggas, yang disebutkan Setiap orang yang membiarkan unggas yang diternaknya berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Ketujuh, Pasal 414 tentang mempertunjukkan alat kontrasepsi, yang disebutkan Setiap orang yang secara terang- terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada Anak dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

Kedelapan, Pasal 417 tentang perzinahan, disebutkan adalah:

(1) Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda kategori II.

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orangtua, atau anaknya.

Kesembilan Pasal 418 tentang kohabitasi atau hidup bersama, yang berbunyi adalah:

(1) Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Kesepuluh, Pasal 432 tentang penggelandangan, yaitu

Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I.

Ke-11 yaitu Pasal 470 tentang aborsi yaitu (1) Setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Ke-12, Pasal 604 tentang tindak pidana korupsi yang menyebutkan, Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori IV.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/sef) Next Article RKUHP Batal Disahkan, Dibawa ke Periode DPR Baru!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular