Pantas Jokowi Gusar, Impor Petrokimia Habiskan Miliaran Dolar
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 December 2019 15:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam ranah ilmu sosial, ada dua studi yang dianggap keramat yaitu sejarah dan sosiologi. Sejarah adalah raja ilmu sosial, dan sosiologi jadi ratunya.
Namun di bidang industri, ada dua sektor yang menjadi biang atau induk. Dua sektor ini menjadi dasar dan terlibat dalam pengembangan sektor-sektor lainnya. Dua sektor tersebut adalah baja dan petrokimia.
Baja menjadi bahan baku di berbagai sektor industri misalnya otomotif. Sementara produk industri petrokimia terpakai dalam ratusan barang mulai dari plastik, kosmetika, furnitur, sampai perangkat elektronika.
Tidak heran Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap menggarisbawahi pentingnya membangun industri baja dan petrokimia. Ketika dua industri ini terbangun, maka Indonesia akan lebih bisa mandiri dalam pembangunan tanpa tergantung kepada impor.
Ketika pembangunan masih mengandalkan impor, maka pertumbuhan ekonomi pasti akan disertai oleh pembengkakan defisit transaksi berjalan (current account). Kala defisit transaksi berjalan kian dalam, dampaknya adalah pelemahan nilai tukar mata uang.
Hubungan ini yang membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berulang kali mengatakan bahwa defisit transaksi berjalan adalah beban pembangunan. Selama masih ada defisit transaksi berjalan, Indonesia selalu membentur tembok tinggi kala ingin mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca: Sri Mulyani: CAD Jadi Penghalang Tumbuhnya Ekonomi RI
Dalam beberapa kali kesempatan belakangan, Presiden Jokowi menekankan pentingnya membangun kilang minyak. Maklum, sudah 30 tahun Indonesia tidak punya kilang baru.
"Kenapa sudah 30 tahun lebih kita tidak membangun satu kilang pun? Kilang ada turunannya, seperti petrokimia, masak kita masih impor? Ini tidak dikerjakan, ada apa? Ini gede banget. Kalau kita selesaikan kilang, impor petrokimia bisa kita turunkan," tegas Jokowi belum lama ini.
Namun di bidang industri, ada dua sektor yang menjadi biang atau induk. Dua sektor ini menjadi dasar dan terlibat dalam pengembangan sektor-sektor lainnya. Dua sektor tersebut adalah baja dan petrokimia.
Baja menjadi bahan baku di berbagai sektor industri misalnya otomotif. Sementara produk industri petrokimia terpakai dalam ratusan barang mulai dari plastik, kosmetika, furnitur, sampai perangkat elektronika.
Ketika pembangunan masih mengandalkan impor, maka pertumbuhan ekonomi pasti akan disertai oleh pembengkakan defisit transaksi berjalan (current account). Kala defisit transaksi berjalan kian dalam, dampaknya adalah pelemahan nilai tukar mata uang.
Hubungan ini yang membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berulang kali mengatakan bahwa defisit transaksi berjalan adalah beban pembangunan. Selama masih ada defisit transaksi berjalan, Indonesia selalu membentur tembok tinggi kala ingin mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca: Sri Mulyani: CAD Jadi Penghalang Tumbuhnya Ekonomi RI
Dalam beberapa kali kesempatan belakangan, Presiden Jokowi menekankan pentingnya membangun kilang minyak. Maklum, sudah 30 tahun Indonesia tidak punya kilang baru.
"Kenapa sudah 30 tahun lebih kita tidak membangun satu kilang pun? Kilang ada turunannya, seperti petrokimia, masak kita masih impor? Ini tidak dikerjakan, ada apa? Ini gede banget. Kalau kita selesaikan kilang, impor petrokimia bisa kita turunkan," tegas Jokowi belum lama ini.
Next Page
Ini Gambaran Impor Produk Petrokimia
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular