Harga BBM Terlalu Murah, BBG Jadi Mission Impossible!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 December 2019 15:55
Harga BBM Terlalu Murah, BBG Jadi Mission Impossible!
Pengendara mengisi BBM di Salah satu SPBU, Kuningan, Jakarta, Minggu (10/2). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia punya cadangan gas alam yang kaya, dan sangat mungkin dimanfaatkan untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Namun sampai saat ini, Indonesia masih 'kecanduan' Bahan Bakar Minyak (BBM).

Padahal mendapatkan BBM bukan pekerjaan gampang. Produksi dalam negeri yang terbatas membuat kebutuhan domestik mau tidak mau harus dipenuhi dengan impor. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, impor produk olahan minyak (termasuk BBM) pada Januari-September 2019 mencapai US$ 9,63 miliar.


Padahal Indonesia punya potensi untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Indonesia memiliki cadangan gas alam yang mumpuni.

BP mencatat cadangan gas Indonesia mencapai 2,8 triliun meter kubik. Di antara negara-negara Asia-Pasifik, cadangan gas Indonesia hanya kalah dari China.




Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mencoba mendorong penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG). Namun program itu seakan mandek dan BBM kembali merajalela.

Secara infrastruktur, BBG siap dimanfaatkan karena jaringan gas (jargas) sudah tersedia di 58 kota di Indonesia. Jargas tidak hanya dipakai untuk keperluan rumah tangga tetapi bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan penyaluran bahan bakar transportasi.
Namun, pemanfaatan jaringan gas untuk transportasi bukan tanpa problem. Harga BBM di Indonesia yang tergolong murah menyebabkan 'hijrah' ke BBG semakin sulit. Di level ASEAN, rata-rata harga BBM di Indonesia hanya kalah murah dari Malaysia.



Selain itu, harga BBG yang kurang ekonomis membuat pengembangannya sulit. Saat ini harga BBG dipatok Rp 3.100/liter setara premium. Secara ekonomi, hitungannya tidak masuk.

Ambil contoh di Amerika Serikat (AS). Harga jual BBG jenis Compressed Natural Gas (CNG) pada Juli 2019 rata-rata adalah US$ 2,21/galon setara BBM. Dengan hitungan bodoh-bodohan (asumsi kurs US$ 1 = Rp14.000), kalau harga jual di Negeri Paman Sam itu jadi patokan maka harga keekonomian CNG adalah Rp 6.815/liter. Lebih dari dua kali lipat harga di Indonesia.

Dengan harga jual tersebut, tidak heran Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) berguguran. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat jumlah SPBG di seluruh Indonesia per akhir 2018 hanya 68.

Kementerian ESDM
 
"Program pembangunan SPBG dihentikan pembiayaannya (dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN) sejak 2016. Ditambah anchor buyer untuk BBG transportasi adalah bus TransJakarta yang menggunakan solar dikarenakan ada kebijakan-kebijakan internal di TransJakarta yang memperbolehkan mengisi di SPBU tertentu. Ditambah pengadaan bus-bus TransJakarta yang baru tidak ada BBG-nya.

"Belum optimalnya serapan gas untuk transportasi, diperkirakan karena demand yang masih sedikit. Kebijakan adhoc pemerintah dengan mewajibkan seluruh kendaraan dinas menggunakan bahan bakar gas juga tidak efektif dikarenakan sekarang menggunakan mekanisme sewa mobil. Kerja sama dengan angkutan umum seperti taksi juga tidak efektif karena perubahan gaya hidup perkotaan yang menggunakan ojek online sebagai alat transportasi utama," papar Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM 2018.

Well, Indonesia sebenarnya sudah punya modal untuk memanfaatkan gas sebagai bahan bakar. Prasarana jaringan gas sudah tersedia, tinggal dilengkapi dengan berbagai sarana terutama SPBG.

Sayangnya modal tersebut belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Harga BBM yang masih murah sementara harga BBG yang kelewat murah sepertinya menjadi hambatan utama.


TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/gus) Next Article Miris, RI Punya BBG Murah Tapi Hobi Impor BBM!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular