
Miris, RI Punya BBG Murah Tapi Hobi Impor BBM!
Gustidha Budiartie & Rahajeng Kusumo, CNBC Indonesia
12 December 2019 11:21

Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali kesal dan marah soal bengkaknya impor minyak dan BBM yang membuat neraca dagang RI terus defisit. Padahal, RI punya BBG yang murah dengan sumber berlimpah di dalam negeri.
Tapi sayang, diversifikasi energi dari BBM ke BBG tampak setengah hati. Sempat gencar di periode 2012 lalu, tapi kini seakan BBG tak dipandang. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) pun perlahan berkurang, tiba-tiba pemerintah ingin loncat ke mobil listrik.
Reporter CNBC Indonesia melakukan reportase soal pemanfaatan BBG di Jakarta, rata-rata pengguna BBG mengakui keunggulan bahan bakar gas ini dan menyayangkan infrastruktur yang terbatas.
Nono misalnya, salah satu sopir taksi yang tengah mengantre di SPBG Mampang, Jakarta Selatan. Dia mengaku sudah lama memakai BBG dan jauh lebih irit ketimbang BBM.
Ia bercerita, komisi yang didapatkan sejak menggunakan gas jauh lebih besar ketimbang ketika menggunakan bensin. Selama dua tahun pemakaian, dia mengaku bisa lebih irit dalam pembelian bahan bakar dengan jarak tempuh yang sama dengan bensin, yakni 120 kilometer.
"Kalau beli bensin kan Rp 6.500 per liter, kalau gas hanya Rp 3.100 per liter. Iritnya sama memang, tapi harganya kan jauh, jadi lumayan ada tambahannya," kata Nono kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/12/2019).
Hal serupa diungkapkan oleh Ruhiyana, pengemudi taksi yang sudah dua tahun ini menggunakan BBG. Awalnya dia ditawarkan untuk menambah konverter kit pada mobilnya, karena prestasinya sehari-hari. Setelah menggunakan BBG pun penghasilannya bertambah karena harganya lebih murah dibandingkan bensin.
"Karena pemakaiannya lebih irit sehingga komisinya lebih besar. Perbandingannya sama bensin Premium jauh, lebih irit pakai gas," katanya.
Dengan kondisi gas penuh, menurut Ruhiyana, mobilnya bisa menempuh hingga 120 kilometer. Dia pun hanya harus mengeluarkan sekitar Rp 40 ribu untuk mengisi gas penuh, sementara bensin bisa dua kali lipatnya.
"Kalau saya sih mendingan pakai gas ini lebih irit," kata Ruhiyana.
Sopir taksi lainnya, Agus, yang baru dua bulan menggunakan BBG juga sudah merasakan penghematan yang cukup signifikan ketimbang menggunakan bensin. Sayangnya susah untuk menemukan BBG, sehingga ketika kehabisan bahan bakar mereka harus kembali gunakan bensin.
Peralihan dari bensin ke gas pun tidak rumit karena hanya dipasangi converter kit, komisinya pun bertambah sejak beralih ke gas. Agus mengaku tetap akan menggunakan gas meski karena lebih hemat
"Bensin tetap isi full, tetapi paling hanya kepakai 2-3 liter kalau memang benar-benar habis," kata Agus.
Tapi sayang, diversifikasi energi dari BBM ke BBG tampak setengah hati. Sempat gencar di periode 2012 lalu, tapi kini seakan BBG tak dipandang. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) pun perlahan berkurang, tiba-tiba pemerintah ingin loncat ke mobil listrik.
Reporter CNBC Indonesia melakukan reportase soal pemanfaatan BBG di Jakarta, rata-rata pengguna BBG mengakui keunggulan bahan bakar gas ini dan menyayangkan infrastruktur yang terbatas.
Ia bercerita, komisi yang didapatkan sejak menggunakan gas jauh lebih besar ketimbang ketika menggunakan bensin. Selama dua tahun pemakaian, dia mengaku bisa lebih irit dalam pembelian bahan bakar dengan jarak tempuh yang sama dengan bensin, yakni 120 kilometer.
"Kalau beli bensin kan Rp 6.500 per liter, kalau gas hanya Rp 3.100 per liter. Iritnya sama memang, tapi harganya kan jauh, jadi lumayan ada tambahannya," kata Nono kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/12/2019).
Hal serupa diungkapkan oleh Ruhiyana, pengemudi taksi yang sudah dua tahun ini menggunakan BBG. Awalnya dia ditawarkan untuk menambah konverter kit pada mobilnya, karena prestasinya sehari-hari. Setelah menggunakan BBG pun penghasilannya bertambah karena harganya lebih murah dibandingkan bensin.
"Karena pemakaiannya lebih irit sehingga komisinya lebih besar. Perbandingannya sama bensin Premium jauh, lebih irit pakai gas," katanya.
Dengan kondisi gas penuh, menurut Ruhiyana, mobilnya bisa menempuh hingga 120 kilometer. Dia pun hanya harus mengeluarkan sekitar Rp 40 ribu untuk mengisi gas penuh, sementara bensin bisa dua kali lipatnya.
"Kalau saya sih mendingan pakai gas ini lebih irit," kata Ruhiyana.
Sopir taksi lainnya, Agus, yang baru dua bulan menggunakan BBG juga sudah merasakan penghematan yang cukup signifikan ketimbang menggunakan bensin. Sayangnya susah untuk menemukan BBG, sehingga ketika kehabisan bahan bakar mereka harus kembali gunakan bensin.
Peralihan dari bensin ke gas pun tidak rumit karena hanya dipasangi converter kit, komisinya pun bertambah sejak beralih ke gas. Agus mengaku tetap akan menggunakan gas meski karena lebih hemat
"Bensin tetap isi full, tetapi paling hanya kepakai 2-3 liter kalau memang benar-benar habis," kata Agus.
Next Page
Impor Minyak Terus Bengkak
Pages
Most Popular