
Pak Jokowi, Solusi CAD Paling Dekat & Cepat Buat RI Itu Gas!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 December 2019 11:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah beberapa kali mengungkapkan kekecewaannya soal masalah defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD). Salah satu penyebab tingginya impor yang menekan transaksi berjalan adalah minyak dan produk olahan minyak seperti Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Kenapa sudah 30 tahun lebih kita tidak membangun satu kilang pun? Kilang ada turunannya, masak kita masih impor? Ini tidak dikerjakan, ada apa? Ini gede banget," tegas Jokowi belum lama ini.
Wajar Jokowi gusar. Data Dewan Energi Nasional (DEN) mencatat ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak semakin tinggi. Pada 2006, rasio ketergantungan impor 'hanya' 33% tetapi pada 2015 naik menjadi 44%.
Mengutip BP Statistical Review 2019, cadangan minyak Indonesia pada akhir 2018 ditaksir 3,2 miliar barel. Hanya 0,2% dari total cadangan minyak dunia.
Selama periode 2010-2018, rata-rata lifting minyak adalah 835,7 juta barel/hari. Apabila produksi tetap di kisaran itu dan tidak ada penemuan cadangan baru, maka minyak akan habis sekitar 10 tahun lagi.
Oleh karena itu, Indonesia harus berubah. Ketergantungan terhadap minyak tidak bisa dibiarkan berkelanjutan (sustainable), harus ada diversifikasi energi.
Rencana Umum Energi Nasional 2017 menargetkan proporsi minyak semakin rendah. Pada 2025, porsi minyak bumi ditargetkan kurang dari 25%, batu bara lebih dari 30%, gas bumi lebih dari 22%, serta energi baru dan terbarukan lebih dari 23%. Kemudian pada 2050, porsi minyak bumi menjadi kurang dari 20%, batu bara lebih dari 25%, gas bumi lebih dari 24%, serta energi baru dan terbarukan lebih dari 31%.
Sampai 2025, batu bara masih menjadi sumber energi terbesar kedua di Indonesia. Namun batu bara adalah energi yang penuh kontroversi, terutama dari sisi lingkungan. Mengembangkan batu bara sebagai pengganti minyak tanpa polemik adalah sesuatu yang mustahil.
Oleh karena itu, yang paling dekat adalah gas bumi. Gas bisa menjadi harapan baru untuk menggantikan minyak yang semakin menua.
"Kenapa sudah 30 tahun lebih kita tidak membangun satu kilang pun? Kilang ada turunannya, masak kita masih impor? Ini tidak dikerjakan, ada apa? Ini gede banget," tegas Jokowi belum lama ini.
Wajar Jokowi gusar. Data Dewan Energi Nasional (DEN) mencatat ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak semakin tinggi. Pada 2006, rasio ketergantungan impor 'hanya' 33% tetapi pada 2015 naik menjadi 44%.
Mengutip BP Statistical Review 2019, cadangan minyak Indonesia pada akhir 2018 ditaksir 3,2 miliar barel. Hanya 0,2% dari total cadangan minyak dunia.
Selama periode 2010-2018, rata-rata lifting minyak adalah 835,7 juta barel/hari. Apabila produksi tetap di kisaran itu dan tidak ada penemuan cadangan baru, maka minyak akan habis sekitar 10 tahun lagi.
Oleh karena itu, Indonesia harus berubah. Ketergantungan terhadap minyak tidak bisa dibiarkan berkelanjutan (sustainable), harus ada diversifikasi energi.
Rencana Umum Energi Nasional 2017 menargetkan proporsi minyak semakin rendah. Pada 2025, porsi minyak bumi ditargetkan kurang dari 25%, batu bara lebih dari 30%, gas bumi lebih dari 22%, serta energi baru dan terbarukan lebih dari 23%. Kemudian pada 2050, porsi minyak bumi menjadi kurang dari 20%, batu bara lebih dari 25%, gas bumi lebih dari 24%, serta energi baru dan terbarukan lebih dari 31%.
Sampai 2025, batu bara masih menjadi sumber energi terbesar kedua di Indonesia. Namun batu bara adalah energi yang penuh kontroversi, terutama dari sisi lingkungan. Mengembangkan batu bara sebagai pengganti minyak tanpa polemik adalah sesuatu yang mustahil.
Oleh karena itu, yang paling dekat adalah gas bumi. Gas bisa menjadi harapan baru untuk menggantikan minyak yang semakin menua.
Next Page
Indonesia Kaya Potensi Gas
Pages
Most Popular