
Jokowi Minta Ahok Basmi Mafia Migas, Faktanya Berat Pak!
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 December 2019 15:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Komisaris Utama Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk membasmi 'mafia migas'. Selama ini mafia migas jadi biang kerok defisitnya neraca migas dan tekornya CAD tanah air.
"Iya larinya ke situ," ujarnya menjelaskan inti pertemuan dengan Ahok dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/12/2019). Jokowi mengatakan, pertemuan dengan Ahok-Nicke membicarakan isu migas hingga pembangunan kilang minyak.
"Saya ingin urusan yang berkaitan dengan defisit neraca berjalan, neraca perdagangan, kita bisa diturunkan. Kalau impor migas bisa dikendalikan dengan baik dan lifting produksi dari migas bisa dinaikan. Intinya mereka menyanggupi," ujar Jokowi.
Sejak tahun 2011 Indonesia mengidap penyakit kronis yang bernama defisit transaksi berjalan (CAD). Defisit paling parah tercatat di tahun 2018 yang mencapai 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Penyebab penyakit tersebut apalagi kalau bukan impor minyak yang jor-joran. Keran impor minyak yang terbuka lebar membuat neraca migas Indonesia terus mencatatkan defisit.
Pemerintah harus serius menangani masalah ini. Pasalnya lifting minyak terus mengalami penurunan sedangkan konsumsi minyak terus meningkat. Umur sumur dan lapangan minyak serta infrastruktur yang semakin tua menyebabkan lifting menjadi semakin kecil.
Pertumbuhan populasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun membuat kebutuhan energi terus meningkat. Terakhir konsumsi minyak masyarakat Indonesia mencapai 1,78 juta barel per hari (bpd).
Jika hal ini terus dibiarkan maka neraca dagang dan transaksi berjalan Indonesia akan terus terbebani.
Demi mengurai benang kusut masalah minyak dalam negeri, aspek strategis maupun teknis harus dipertimbangkan. Aktivitas eksplorasi maupun eksploitasi dibutuhkan untuk menambal gap antara lifting dan konsumsi minyak.
Eksplorasi membutuhkan uang yang tak sedikit dan membutuhkan peranan investor. Untuk mendatangkan investor iklim investasi dalam negeri harus diperbaiki. Regulasi harus jelas dan tidak tumpang tindih maupun kontradiktif, yang lebih penting lagi adalah memberikan kepastian hukum terhadap investor. Dari segi perizinan juga harus dibenahi supaya tidak ada birokrasi berbelit-belit lagi yang investor keluhkan.
Kebijakan lain seperti insentif juga patut dipertimbangkan agar investor mau menggarap sektor migas dalam negeri.
Apalagi sejak harga minyak mentah anjlok pada 2014 dan belum pulih betul, investor berhati-hati betul untuk investasi di proyek eksplorasi mengingat margin yang diperoleh tentu jauh lebih kecil dan risiko lain seperti tidak ditemukannya minyak yang menyebabkan jadi 'rugi bandar'.
Dari aspek teknis program seperti Workover/Wellservice (WOWS) dan Enhanced Oil Recvery (EOR) harus jadi agenda prioritas. Untuk WOWS, efisiensi waktu pengerjaan juga poin yang perlu dipertimbangkan agar target pengerjaan WOWS dapat tercapai dan memberi dampak lebih optimal dari sisi produksi.
Baca : 'Jangan Diam Pak Jokowi, Lifting Minyak RI Bisa Anjlok 50%!'
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/gus) Next Article Bertemu Jokowi, Ahok & Bos Pertamina Bahas CAD & Subsidi BBM
"Iya larinya ke situ," ujarnya menjelaskan inti pertemuan dengan Ahok dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/12/2019). Jokowi mengatakan, pertemuan dengan Ahok-Nicke membicarakan isu migas hingga pembangunan kilang minyak.
"Saya ingin urusan yang berkaitan dengan defisit neraca berjalan, neraca perdagangan, kita bisa diturunkan. Kalau impor migas bisa dikendalikan dengan baik dan lifting produksi dari migas bisa dinaikan. Intinya mereka menyanggupi," ujar Jokowi.
Penyebab penyakit tersebut apalagi kalau bukan impor minyak yang jor-joran. Keran impor minyak yang terbuka lebar membuat neraca migas Indonesia terus mencatatkan defisit.
Pemerintah harus serius menangani masalah ini. Pasalnya lifting minyak terus mengalami penurunan sedangkan konsumsi minyak terus meningkat. Umur sumur dan lapangan minyak serta infrastruktur yang semakin tua menyebabkan lifting menjadi semakin kecil.
Pertumbuhan populasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun membuat kebutuhan energi terus meningkat. Terakhir konsumsi minyak masyarakat Indonesia mencapai 1,78 juta barel per hari (bpd).
Jika hal ini terus dibiarkan maka neraca dagang dan transaksi berjalan Indonesia akan terus terbebani.
Demi mengurai benang kusut masalah minyak dalam negeri, aspek strategis maupun teknis harus dipertimbangkan. Aktivitas eksplorasi maupun eksploitasi dibutuhkan untuk menambal gap antara lifting dan konsumsi minyak.
Eksplorasi membutuhkan uang yang tak sedikit dan membutuhkan peranan investor. Untuk mendatangkan investor iklim investasi dalam negeri harus diperbaiki. Regulasi harus jelas dan tidak tumpang tindih maupun kontradiktif, yang lebih penting lagi adalah memberikan kepastian hukum terhadap investor. Dari segi perizinan juga harus dibenahi supaya tidak ada birokrasi berbelit-belit lagi yang investor keluhkan.
Kebijakan lain seperti insentif juga patut dipertimbangkan agar investor mau menggarap sektor migas dalam negeri.
Apalagi sejak harga minyak mentah anjlok pada 2014 dan belum pulih betul, investor berhati-hati betul untuk investasi di proyek eksplorasi mengingat margin yang diperoleh tentu jauh lebih kecil dan risiko lain seperti tidak ditemukannya minyak yang menyebabkan jadi 'rugi bandar'.
Dari aspek teknis program seperti Workover/Wellservice (WOWS) dan Enhanced Oil Recvery (EOR) harus jadi agenda prioritas. Untuk WOWS, efisiensi waktu pengerjaan juga poin yang perlu dipertimbangkan agar target pengerjaan WOWS dapat tercapai dan memberi dampak lebih optimal dari sisi produksi.
Baca : 'Jangan Diam Pak Jokowi, Lifting Minyak RI Bisa Anjlok 50%!'
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/gus) Next Article Bertemu Jokowi, Ahok & Bos Pertamina Bahas CAD & Subsidi BBM
Most Popular