
Saat Jokowi Merasa Tertampar Gegara Wacana Presiden 3 Periode
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
03 December 2019 06:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo memberikan respons perihal dinamika yang berkembang belakangan terkait amandemen UUD 1945. Salah satu wacana yang mengemuka adalah penambahan masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode.
Ditemui wartawan di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/12/2019), Jokowi tegas menyatakan tidak setuju dengan masa jabatan presiden selama tiga periode alias 15 tahun.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga (makna) menurut saya. Satu ingin menampar muka saya. Yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka. Yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," ujar Jokowi.
Ia mengatakan, sejak awal menginginkan amandemen UUD 1945 terbatas kepada urusan haluan negara. Jangan sampai melebar ke mana-mana, termasuk perihal masa jabatan presiden. Namun, kenyataannya tidak.
"Sekarang kenyataannya seperti itu kan. Ada yang lari, presiden dipilih MPR, ada yang lari presiden tiga periode, ada yang lari presiden satu kali, delapan tahun. Kan kemana-mana seperti yang saya sampaikan. Jadi, lebih baik, tidak usah amandemen," kata Jokowi.
Selepas Jokowi memberikan pernyataan, politisi dari sejumlah parta politik memberikan tanggapan. Salah satunya adalah NasDem yang dituding getol mendorong agar masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode.
"Usulan bukan datang dari NasDem. Pak Surya (Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh) saat ditanya bagaimana dengan adanya wacana masa jabatan presiden tiga periode, jawabnya, intinya kita serahkan kepada rakyat, kalau rakyat menghendaki bagaimana NasDem bisa menolak. Jadi bukan NasDem yang mengusulkan," kata Ketua DPP NasDem Taufik Basari kepada wartawan, Senin (2/12/2019), seperti dilansir detik.com.
"Namun biarkanlah diskusi atau wacana ini berjalan sebagai upaya kita untuk mengeluarkan pandangan-pandangan demi kepentingan bangsa. Jika ada kekhawatiran mengenai soal masa jabatan dan pemilihan melalui MPR akan menjadi bahan amandemen sementara banyak pihak yang tidak setuju, tentu hal tersebut tidak perlu menjadi bagian dari diskusi ke depan," lanjutnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Fadli Zon menilai penambahan masa jabatan menjadi tiga periode sebagai wacana yang berbahaya. Fadli menilai wacana itu berpotensi mematikan demokrasi Indonesia.
"Saya kira ini satu wacana yang sangat berbahaya," kata Fadli dalam diskusi 'Menakar Peluang Amandemen Konstitusi' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2019), seperti dikutip detik.com.
Partai Demokrat pun sudah menyampaikan sikap resmi terkait perpanjangan masa jabatan kepala negara menjadi tiga periode. Intinya, partai yang didirikan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu menolak wacana tersebut.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan, belajar dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia, dua kali masa jabatan Presiden adalah yang paling tepat dan dinilai cukup. Hal itu juga berlaku di banyak negara demokrasi lainnya di dunia.
"Kekuasaan presiden yang terlalu lama di tangan satu orang cenderung untuk disalahgunakan (abuse of power)," ujar Hinca.
(miq/sef) Next Article Heboh Jokowi Bisa Jadi Presiden RI 3 Periode, Begini Faktanya
Ditemui wartawan di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/12/2019), Jokowi tegas menyatakan tidak setuju dengan masa jabatan presiden selama tiga periode alias 15 tahun.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga (makna) menurut saya. Satu ingin menampar muka saya. Yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka. Yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," ujar Jokowi.
"Sekarang kenyataannya seperti itu kan. Ada yang lari, presiden dipilih MPR, ada yang lari presiden tiga periode, ada yang lari presiden satu kali, delapan tahun. Kan kemana-mana seperti yang saya sampaikan. Jadi, lebih baik, tidak usah amandemen," kata Jokowi.
Selepas Jokowi memberikan pernyataan, politisi dari sejumlah parta politik memberikan tanggapan. Salah satunya adalah NasDem yang dituding getol mendorong agar masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode.
"Usulan bukan datang dari NasDem. Pak Surya (Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh) saat ditanya bagaimana dengan adanya wacana masa jabatan presiden tiga periode, jawabnya, intinya kita serahkan kepada rakyat, kalau rakyat menghendaki bagaimana NasDem bisa menolak. Jadi bukan NasDem yang mengusulkan," kata Ketua DPP NasDem Taufik Basari kepada wartawan, Senin (2/12/2019), seperti dilansir detik.com.
"Namun biarkanlah diskusi atau wacana ini berjalan sebagai upaya kita untuk mengeluarkan pandangan-pandangan demi kepentingan bangsa. Jika ada kekhawatiran mengenai soal masa jabatan dan pemilihan melalui MPR akan menjadi bahan amandemen sementara banyak pihak yang tidak setuju, tentu hal tersebut tidak perlu menjadi bagian dari diskusi ke depan," lanjutnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya Fadli Zon menilai penambahan masa jabatan menjadi tiga periode sebagai wacana yang berbahaya. Fadli menilai wacana itu berpotensi mematikan demokrasi Indonesia.
"Saya kira ini satu wacana yang sangat berbahaya," kata Fadli dalam diskusi 'Menakar Peluang Amandemen Konstitusi' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2019), seperti dikutip detik.com.
Partai Demokrat pun sudah menyampaikan sikap resmi terkait perpanjangan masa jabatan kepala negara menjadi tiga periode. Intinya, partai yang didirikan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu menolak wacana tersebut.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan, belajar dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia, dua kali masa jabatan Presiden adalah yang paling tepat dan dinilai cukup. Hal itu juga berlaku di banyak negara demokrasi lainnya di dunia.
"Kekuasaan presiden yang terlalu lama di tangan satu orang cenderung untuk disalahgunakan (abuse of power)," ujar Hinca.
(miq/sef) Next Article Heboh Jokowi Bisa Jadi Presiden RI 3 Periode, Begini Faktanya
Most Popular