
Jokowi Mau Ganggu Orang yang Bikin RI Doyan Impor Migas
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 November 2019 14:01

Terkait membereskan praktik ‘mafia impor migas’, pemerintah harus tegas menindak setiap oknum yang doyan impor migas ini. Tak perlu sungkan-sungkan. Usut tuntas praktik yang merugikan negara ini seperti saat mengusut kasus Petral.
Nama dan riwayat Petral memang tak asing. Petral terindikasi sebagai sarang praktik mafia migas. Kemudian anak usaha Pertamina ini dibubarkan pada 2015 lalu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menetapkan mantan bos Petral sebagai tersangka korupsi, setelah 5 tahun lebih melakukan penyelidikan.
Pembubaran Petral sendiri merupakan perintah langsung Presiden Joko Widodo. Setelah bertahun-tahun diselidiki, September lalu KPK akhirnya mengumumkan nama tersangka dugaan praktik mafia migas di Petral.
Nama tersebut yakni VP Marketing Pertamina Energy Service (PES) dan juga mantan bos Pertamina Energy Trading Limited (Petral), Bambang Irianto (BTO).
Bambang dijadikan tersangka atas tindakan yang ia lakukan selama menjadi Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES) periode 2009-2013, PES adalah anak usaha Petral yang bermarkas di Singapura dan lebih berperan dalam transaksi minyak mentah maupun BBM untuk diimpor ke Indonesia.
KPK menetapkan Bambang sebagai tersangka setelah memeriksa 53 orang saksi, dan harus melakukan pengecekan untuk transaksi yang berada di lintas negara.
Bayangkan saja, Petral bermarkas di Hong Kong dan PES di Singapura, sementara perusahaan cangkang yang dibangun Bambang untuk menampung uang haramnya ada di British Virgin Island.
"Jadi kalau KPK mau selidiki harus libatkan dua otoritas di Hong Kong dan Singapura, struktur perusahaannya juga sengaja dibuat susah," kata Laode M Syarif Wakil Ketua KPK. Dari penyelidikannya, KPK menemukan setidaknya Bambang Irianto mengantongi US$ 2,9 juta atau setara Rp 41 miliar dari dugaan jasa calo.
Poin kedua adalah mengembangkan bisnis BUMN migas untuk memenuhi kebutuhan energi tanah air. Dengan pertumbuhan populasi rata-rata 1,1% per tahun dan penduduk Indonesia yang melebihi 260 juta jiwa, Indonesia membutuhkan sumber energi dalam jumlah banyak untuk listrik, transportasi dan berbagai aktivitas lain.
Karena membahas migas maka BUMN dalam hal ini Pertamina harus dikembangkan bisnisnya melalui tiga strategi. Pertama adalah tingkatkan lifting minyak dengan Enhanced Oil Recovery, kembangkan dan bangun kilang serta dorong diversifikasi bauran energi untuk mengurangi ketergantungan dengan minyak.
Pertama soal lifting minyak, rata-rata lifting minyak dalam negeri masih berada di bawah asumsi APBN. Peningkatan produksi minyak tanah air jelas diperlukan untuk menekan defisit neraca migas yang selama ini terus menghantui. (twg/twg)
Nama dan riwayat Petral memang tak asing. Petral terindikasi sebagai sarang praktik mafia migas. Kemudian anak usaha Pertamina ini dibubarkan pada 2015 lalu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menetapkan mantan bos Petral sebagai tersangka korupsi, setelah 5 tahun lebih melakukan penyelidikan.
Nama tersebut yakni VP Marketing Pertamina Energy Service (PES) dan juga mantan bos Pertamina Energy Trading Limited (Petral), Bambang Irianto (BTO).
Bambang dijadikan tersangka atas tindakan yang ia lakukan selama menjadi Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES) periode 2009-2013, PES adalah anak usaha Petral yang bermarkas di Singapura dan lebih berperan dalam transaksi minyak mentah maupun BBM untuk diimpor ke Indonesia.
KPK menetapkan Bambang sebagai tersangka setelah memeriksa 53 orang saksi, dan harus melakukan pengecekan untuk transaksi yang berada di lintas negara.
Bayangkan saja, Petral bermarkas di Hong Kong dan PES di Singapura, sementara perusahaan cangkang yang dibangun Bambang untuk menampung uang haramnya ada di British Virgin Island.
"Jadi kalau KPK mau selidiki harus libatkan dua otoritas di Hong Kong dan Singapura, struktur perusahaannya juga sengaja dibuat susah," kata Laode M Syarif Wakil Ketua KPK. Dari penyelidikannya, KPK menemukan setidaknya Bambang Irianto mengantongi US$ 2,9 juta atau setara Rp 41 miliar dari dugaan jasa calo.
Poin kedua adalah mengembangkan bisnis BUMN migas untuk memenuhi kebutuhan energi tanah air. Dengan pertumbuhan populasi rata-rata 1,1% per tahun dan penduduk Indonesia yang melebihi 260 juta jiwa, Indonesia membutuhkan sumber energi dalam jumlah banyak untuk listrik, transportasi dan berbagai aktivitas lain.
Karena membahas migas maka BUMN dalam hal ini Pertamina harus dikembangkan bisnisnya melalui tiga strategi. Pertama adalah tingkatkan lifting minyak dengan Enhanced Oil Recovery, kembangkan dan bangun kilang serta dorong diversifikasi bauran energi untuk mengurangi ketergantungan dengan minyak.
Pertama soal lifting minyak, rata-rata lifting minyak dalam negeri masih berada di bawah asumsi APBN. Peningkatan produksi minyak tanah air jelas diperlukan untuk menekan defisit neraca migas yang selama ini terus menghantui. (twg/twg)
Next Page
Tiga Langkah Turunkan Impor Minyak
Pages
Most Popular