
Wamenkeu Sebut Indonesia Memang Butuh Utang, Terus Kenapa?
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
27 November 2019 13:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Kementerian Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengimbau kepada masyarakat agar jangan menstigmatisasi (membuat stigma) utang pemerintah buruk.
Untuk diketahui, Kemenkeu memperkirakan defisitĀ Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan melebar pada kisaran 2,2% terhadap PDB hingga akhir 2019. Defisit ini naik dari target APBN 2019 yang sebesar 1,93%.
Pasalnya, pelebaran defisit itu diklaim untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah melambatnya perekonomian global. Sehingga pemerintah harus memberikan stimulus kepada masyarakat, terutama di daerah untuk bisa menjaga daya beli.
"Pemerintah akan melakukan pengeluaran barang, modal, dan transfer ke daerah. Ketika perekonomian melemah, maka penerimaan pajak juga pasti berkurang. Supaya APBN bisa memberi support ke perekonomian, maka defisit harus dilebarkan," ujar Suahasil di 3rd Consumer Banking Forum di Jakarta, Rabu (27/11/2019).
"Defisit tambah besar, utang tambah banyak. Karena itu jangan stigmatisasi utang. Karena pada saat diperlukan kita harus pake alat itu," kata Suahasil melanjutkan.
Menurut Suahasil utang adalah alat dan apabila dipakai dengan benar, utang bisa menghadirkan keberkahan tersendiri.
"Kalau utang sudah di-stigmatisasi dari awal dan ketika diperlukan, kita tidak bisa pakai, dan tidak bisa lebarkan defisit. Juga, tidak bisa menjaga pengeluaran suapaya menjaga momentum pertumbuhan lebih cepat. Itu kita nggak mau," tuturnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah per akhir Oktober 2019 berada di angka Rp 4.756,13 triliun. Rasio utang ini mencapai 29,87% terhadap PDB.
Adapun posisi utang ini mengalami kenaikan sebesar Rp 277,56 triliun dibandingkan posisi Oktober 2018 yang tercatat sebesar Rp 4.478,57 triliun.
(dru) Next Article Utang Pemerintah RI Rp 5.192 T, Bagaimana Bayarnya?
Untuk diketahui, Kemenkeu memperkirakan defisitĀ Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan melebar pada kisaran 2,2% terhadap PDB hingga akhir 2019. Defisit ini naik dari target APBN 2019 yang sebesar 1,93%.
Pasalnya, pelebaran defisit itu diklaim untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah melambatnya perekonomian global. Sehingga pemerintah harus memberikan stimulus kepada masyarakat, terutama di daerah untuk bisa menjaga daya beli.
"Defisit tambah besar, utang tambah banyak. Karena itu jangan stigmatisasi utang. Karena pada saat diperlukan kita harus pake alat itu," kata Suahasil melanjutkan.
Menurut Suahasil utang adalah alat dan apabila dipakai dengan benar, utang bisa menghadirkan keberkahan tersendiri.
"Kalau utang sudah di-stigmatisasi dari awal dan ketika diperlukan, kita tidak bisa pakai, dan tidak bisa lebarkan defisit. Juga, tidak bisa menjaga pengeluaran suapaya menjaga momentum pertumbuhan lebih cepat. Itu kita nggak mau," tuturnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah per akhir Oktober 2019 berada di angka Rp 4.756,13 triliun. Rasio utang ini mencapai 29,87% terhadap PDB.
Adapun posisi utang ini mengalami kenaikan sebesar Rp 277,56 triliun dibandingkan posisi Oktober 2018 yang tercatat sebesar Rp 4.478,57 triliun.
(dru) Next Article Utang Pemerintah RI Rp 5.192 T, Bagaimana Bayarnya?
Most Popular