China 'Buang Dolar', Tapi (Maaf) Level Yuan Jauh di Bawah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 November 2019 15:23
Yuan
Foto: Ilustrasi Yuan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Yuan merupakan satu dari lima mata uang yang termasuk dalam Special Drawing Rights (SDR) IMF, tiga lainnya yakni dolar AS, euro, yen, dan poundsterling. Status tersebut baru didapatkan pada September 2016 dan menguatkan posisi yuan sebagai mata uang internasional. 

Meski sudah mendapat status "istimewa" tersebut, dibandingkan mata uang lainnya, porsi yuan dalam cadangan devisa memang sangat kecil. 

Yuan sebenarnya punya modal besar untuk menantang dolar AS, sebabnya tentunya status China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia. Bahkan jika melihat nilai perdagangan international China di tahun 2018 yang lebih besar dari AS, mata uang yuan seharusnya bisa lebih banyak dipergunakan. 

Berdasarkan data dari International Trade Center, total perdagangan China di tahun 2018 mencapai US$ 4,63 miliar. Nilai tersebut setara dengan 11,89% dari total perdagangan di dunia. Sementara AS di tahun yang sama total perdagangannya tercatat sebesar US$ 4,28 miliar atau 10,98% dari total perdagangan dunia. 

Dengan nilai perdagangan yang sebesar itu, yuan China hanya berada peringkat ke-lima mata uang cadangan devisa. 



Salah satu yang menyebabkan kurs yuan kurang banyak digunakan dalam perdagangan internasional adalah nilai tukarnya yang dipatok oleh bank sentral China (People's Bank of China/PBoC). 

Setiap harinya PBoC akan menetapkan nilai tukar yuan terhadap dolar AS, dan membiarkannya bergerak melemah atau menguat hingga maksimal 2% dari nilai tengah. 

Kontrol PBoC terhadap nilai tukar tersebut menjadi kurang disukai dalam transaksi perdagangan. PBoC bisa sewaktu-waktu melemahkan atau menguatkan nilai tukar mata uang yang juga disebut renminbi ini. Tentunya akan kurang menguntungkan saat memegang yuan, kemudian PBoC mendepresiasi nilai tukarnya secara signifikan. 

Contoh terbaru pada bulan Agustus lalu ketika PBoC mendepresiasi nilai tukar yuan terhadap dolar AS ke level terlemah dalam lebih dari satu dekade, gejolak timbul di pasar finansial. AS bahkan sampai menjuluki China manipulator mata uang. 

Meski demikian, dalam beberapa tahun ke depan yuan diprediksi masuk dalam tiga besar mata uang cadangan devisa. Dalam beberapa tahun terakhir, porsi yuan di cadangan devisa global terus bertambah secara konsisten. 

Sejak awal menjadi SDR IMF, porsi yuan di cadangan devisa global hanya 1,07% di kuartal IV-2019. Dibandingkan posisi di kuartal II-2019, tentunya terjadi kenaikan hampir dua kali lipat. 

Penambahan porsi yuan tersebut diprediksi masih akan terus terjadi di tahun-tahun mendatang hingga mencapai 5-10% dari total cadangan devisa dunia.

"Pada akhirnya, apa yang kita pikirkan akan terjadi dalam 25 tahun ke depan adalah kita akan maju, kita akan memiliki dunia dengan tiga mata uang utama: dolar AS, euro, dan yuan" kata Massimiliano Castelli, head of strategy and advice, global sovereign markets, dari UBS Asset Management, sebagaimana dilansir Reuters.

"Dalam 25 tahun ke depan, porsi dolar dalam cadangan devisa global adalah sebesar 60-65%. Saya tidak melihat alasan, kenapa kita tidak bisa melihat dolar dengan porsi 50%, euro 20-25%, dan yuan 5-10% dan menjadikanya mata uang dengan porsi terbesar ketiga di cadangan devisa" tambahnya. 

Dalam jangka panjang, Castelli memprediksi rata-rata porsi renminbi dalam cadangan devisa dunia adalah 4,2%. 

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular