
Gaduh Calon Menteri Jokowi Diminta Rp 500 M, Apa Kata Istana?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
26 November 2019 06:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz Humphrey Jemat melempar isu liar seputar penyusunan Kabinet Indonesia Maju. Isu itu disampaikan Humphrey dalam diskusi 'Quo Vadis Pilkada Langsung' di kantor Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia, Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Seperti dilaporkan detik.com, Humphrey memulai pemaparan perihal pelaksanaan pilkada langsung yang penuh dengan praktik transaksional. Hal itu membuat pemimpin yang muncul menjadi tersandera oleh kepentingan partai politik tersebut.
Kemudian, Humphrey menyebut ada seorang calon menteri yang diinginkan Jokowi dan mau di-endorse salah satu parpol. Untuk itu, sang calon menteri tidak perlu memberikan uang demi jabatan itu, tapi harus ada komitmen selama menjadi menteri berkontribusi Rp 500 miliar.
"Nah itu karena dia memang orang profesional ya itu tentu against (melawan) dari pada esensi dari hati nuraninya, dia tidak mau. Kalau dia mau, dia bisa. Karena diminta uang pun dia tidak punya. Karena dia seorang profesional, keahliannya memang dibutuhkan oleh presiden," kata Humphrey.
"Tapi memang ada kesulitan, ada alokasi untuk partai-partai politik dan ada partai politik yang memang melihat orang ini berpotensi untuk menjadi menteri, tapi kondisi yang tadi, selama dia jadi menteri dia harus membuat mencetak yang Rp 500 miliar," lanjutnya.
Isu yang dilempar Humphrey menuai tanggapan dari partai politik pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Wakil Sekretaris Jenderal PPP kubu Suharso Monoarfa Achmad Baidowi menilai isu itu ngawur dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Achmad pun menantang Humphrey menyebut sosok dan partai politik yang dimaksud.
"Sehingga tidak menjadi fitnah politik. Apalagi dia harus memahami bahwa penunjukan menteri di kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo. Lagian ngitung isu Rp 500 miliar dari mana? Gaji menteri lima tahun berapa? Kapan baliknya? Belum lagi kalau diganti di tengah jalan. Makin tidak ketemu rumus pengembaliannya," katanya.
Hal senada disampaikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. PDIP meminta Humphrey tak melempar isu liar.
"Info Pak Humphrey Djemat harus diperjelas agar menjadi terang benderang dan kita dapat pembelajaran sekaligus kearifan bila memang info tersebut benar. Kalau sekadar kabar burung, di panggung politik terlalu banyak kabar burung," kata politikus PDIP Hendrawan Supratikno.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung membantah dengan tegas kabar bahwa ada calon menteri Jokowi yang diminta menyetor Rp 500 miliar. Menurut dia, proses pemilihan penyelenggara negara dilakukan secara ketat.
"Proses rekrutmen calon menteri itu sebenarnya dilakukan secara teliti, hati-hati oleh bapak Presiden (Presiden Joko Widodo). Kemudian kalau pada hari ini ada itu, pertama uang Rp 500 miliar bukan uang kecil. Sangat besar sekali," kata Pramono di kantornya, Senin (25/11/2019).
"Bagaimana uang itu ada. Dan kalau ada, gampang dilacak oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Sekarang ini uang di atas Rp 100 juta saja sangat gampang dilacak baik oleh PPATK, KPK (Komisaris Pemberantasan Korupsi), oleh Kejaksaan, oleh Kepolisian," jelasnya.
Pramono lantas menjelaskan alur pemilihan menteri. Jokowi, kata dia, menjadi pemegang penuh hak prerogatif pemilihan menteri dengan mempetimbangkan aspek kehati-hatian.
Para menteri yang merepresentasikan sebuah partai politik, pun tidak semuanya disetujui oleh Presiden. Walaupun nama yang diajukan oleh sebuah partai politik itu memiliki kredibilitas yang tinggi.
"Bahkan beberapa nama yang cukup baik dan kredibel, dan juga nama besar, presiden ada yang tidak setuju. Sehingga dengan demikian, isu yang pasti tidak akan bisa dibunyikan," kata Pramono.
Pramono pun ragu jika jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju saat ini melakukan hal-hal tersebut untuk menjadi seorang 'pembantu presiden'. Menurut dia, isu tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan.
"Untuk apa kasih uang Rp 500 miliar hanya sekadar jadi menteri. Kan ini logika juga tidak masuk akal. Menteri gajinya gak sampai Rp 100 juta. Bagaimana bisa uang dengan sejumlah itu dikeluarkan," ujar Pramono.
(miq/sef) Next Article Prabowo Jadi Menteri Terbaik Karena 'Patuh' Pada Jokowi?
Seperti dilaporkan detik.com, Humphrey memulai pemaparan perihal pelaksanaan pilkada langsung yang penuh dengan praktik transaksional. Hal itu membuat pemimpin yang muncul menjadi tersandera oleh kepentingan partai politik tersebut.
Kemudian, Humphrey menyebut ada seorang calon menteri yang diinginkan Jokowi dan mau di-endorse salah satu parpol. Untuk itu, sang calon menteri tidak perlu memberikan uang demi jabatan itu, tapi harus ada komitmen selama menjadi menteri berkontribusi Rp 500 miliar.
"Tapi memang ada kesulitan, ada alokasi untuk partai-partai politik dan ada partai politik yang memang melihat orang ini berpotensi untuk menjadi menteri, tapi kondisi yang tadi, selama dia jadi menteri dia harus membuat mencetak yang Rp 500 miliar," lanjutnya.
Isu yang dilempar Humphrey menuai tanggapan dari partai politik pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Wakil Sekretaris Jenderal PPP kubu Suharso Monoarfa Achmad Baidowi menilai isu itu ngawur dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Achmad pun menantang Humphrey menyebut sosok dan partai politik yang dimaksud.
"Sehingga tidak menjadi fitnah politik. Apalagi dia harus memahami bahwa penunjukan menteri di kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo. Lagian ngitung isu Rp 500 miliar dari mana? Gaji menteri lima tahun berapa? Kapan baliknya? Belum lagi kalau diganti di tengah jalan. Makin tidak ketemu rumus pengembaliannya," katanya.
Hal senada disampaikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. PDIP meminta Humphrey tak melempar isu liar.
"Info Pak Humphrey Djemat harus diperjelas agar menjadi terang benderang dan kita dapat pembelajaran sekaligus kearifan bila memang info tersebut benar. Kalau sekadar kabar burung, di panggung politik terlalu banyak kabar burung," kata politikus PDIP Hendrawan Supratikno.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung membantah dengan tegas kabar bahwa ada calon menteri Jokowi yang diminta menyetor Rp 500 miliar. Menurut dia, proses pemilihan penyelenggara negara dilakukan secara ketat.
"Proses rekrutmen calon menteri itu sebenarnya dilakukan secara teliti, hati-hati oleh bapak Presiden (Presiden Joko Widodo). Kemudian kalau pada hari ini ada itu, pertama uang Rp 500 miliar bukan uang kecil. Sangat besar sekali," kata Pramono di kantornya, Senin (25/11/2019).
"Bagaimana uang itu ada. Dan kalau ada, gampang dilacak oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Sekarang ini uang di atas Rp 100 juta saja sangat gampang dilacak baik oleh PPATK, KPK (Komisaris Pemberantasan Korupsi), oleh Kejaksaan, oleh Kepolisian," jelasnya.
Pramono lantas menjelaskan alur pemilihan menteri. Jokowi, kata dia, menjadi pemegang penuh hak prerogatif pemilihan menteri dengan mempetimbangkan aspek kehati-hatian.
Para menteri yang merepresentasikan sebuah partai politik, pun tidak semuanya disetujui oleh Presiden. Walaupun nama yang diajukan oleh sebuah partai politik itu memiliki kredibilitas yang tinggi.
"Bahkan beberapa nama yang cukup baik dan kredibel, dan juga nama besar, presiden ada yang tidak setuju. Sehingga dengan demikian, isu yang pasti tidak akan bisa dibunyikan," kata Pramono.
Pramono pun ragu jika jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju saat ini melakukan hal-hal tersebut untuk menjadi seorang 'pembantu presiden'. Menurut dia, isu tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan.
"Untuk apa kasih uang Rp 500 miliar hanya sekadar jadi menteri. Kan ini logika juga tidak masuk akal. Menteri gajinya gak sampai Rp 100 juta. Bagaimana bisa uang dengan sejumlah itu dikeluarkan," ujar Pramono.
(miq/sef) Next Article Prabowo Jadi Menteri Terbaik Karena 'Patuh' Pada Jokowi?
Most Popular