Jakarta, CNBC Indonesia - Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas dengan topik percepatan kemudahan berusaha. Maklum Jokowi cemas, karena peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) Indonesia begitu-begitu saja.
Dalam laporan EoDB 2020 yang dirilis Bank Dunia belum lama ini, Indonesia menempati peringkat 73 dari 190 negara. Tidak berubah dibandingkan 2019, tetapi turun satu setrip dari 2018.
"Keinginan kita bersama, kita ingin ada sebuah kenaikan peringkat lagi kemudahan berusaha, yaitu di angka 40. Peringkat 40-50 yang kita inginkan," kata Jokowi.
Di EoDB 2020, skor Indonesia adalah 69,6. Sebenarnya naik dibandingkan 2019 yang sebesar 67,69.
Bank Dunia mencatat setidaknya ada lima poin perkembangan positif di Indonesia yaitu:
1. Memulai Usaha
Indonesia membuka pendaftaran izin usaha secara online, menggantikan dokumen fisik dengan elektronik.
2. Memperoleh Sambungan Listrik
Indonesia terus memperbaiki berbagai grid listrik untuk memperbaiki pelayanan. Kapasitas listrik nasional juga terus meningkat sehingga sulit ditemui kelangkaan.
3. Pembayaran Pajak
Indonesia sudah menerapkan pembayaran pajak secara elektronik.
4. Perdagangan Internasional
Indonesia menerapkan deklarasi kepabeanan secara online.
5. Menegakkan Kontrak
Indonesia menerapkan sistem pendaftaran perselisihan secara online.
Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan adalah perubahan peringkat 2018 ke 2019 yang menurun. Ada empat pilar utama yang menjadi penilaian.
Pilar pertama adalah memulai usaha. Di sisi ini, Indonesia mengalami perbaikan. Pada 2018, skor Indonesia dalam memulai usaha adalah 77,73 dan 2019 naik menjadi 81,22.
Berikut gambarannya:
Indikator | 2018 | 2019 |
Prosedur memulai usaha (jumlah) | 11,2 | 10 |
Waktu pengurusan usaha (hari) | 23,1 | 19,6 |
Biaya (% dari pendapatan per kapita) | 10,9 | 6,1 |
Modal minimal (% dari pendapatan per kapita) | 0 | 0 |
Pilar kedua adalah perizinan konstruksi. Skor Indonesia pada 2018 adalah 66,08 dan 2019 naik tipis menjadi 66,57.
Berikut rinciannya:
Indikator | 2018 | 2019 |
Prosedur (jumlah) | 17 | 17 |
Waktu pengurusan (hari) | 200,2 | 200,1 |
Biaya (% dari harga gudang) | 4,8 | 4,4 |
Indeks kontrol kualitas (0-15) | 13 | 13 |
Pilar ketiga adalah memperoleh sambungan listrik. Skor Indonesia pada 2018 tercatat 83,87, dan 2019 naik ke 86,38.
Berikut rinciannya:
Indikator | 2018 | 2019 |
Prosedur (jumlah) | 4 | 4 |
Waktu pengurusan (hari) | 34 | 34 |
Biaya (% dari pendapatan per kapita) | 276,1 | 252,8 |
Indeks keandalan pasokan dan transparansi tarif (0-8) | 5 | 5,8 |
Terakhir adalah pilar pendaftaran properti. Nilai Indonesia pada 2018 adalah 59,01 dan 2019 naik menjadi 61,67.
Berikut rinciannya:
Indikator | 2018 | 2019 |
Prosedur (jumlah) | 8,5 | 5 |
Waktu pengurusan (hari) | 27,6 | 27,6 |
Biaya (% dari harga properti) | 8,3 | 8,3 |
Indeks kualitas administrasi lahan (0-30) | 11,3 | 14,5 |
Oleh karena itu, sebenarnya Indonesia sudah mencatatkan perbaikan di berbagai bidang. Namun sayang, negara lain lebih cepat memperbaiki diri. Ini yang membuat meski skor Indonesia naik tetapi peringkatnya stagnan cenderung turun.
Bukan tugas ringan buat Indonesia untuk menuju peringkat 40-50 seperti target Presiden Jokowi. Sebab, di posisi tersebut ada negara-negara Eropa seperti Polandia, Belanda, Belgia, Rumania, sampai Italia.
TIM RISET CNBC INDONESIA