Kala ASEAN Berdoa Agar AS-China Kembali Mesra

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 November 2019 10:15
Kala ASEAN Berdoa Agar AS-China Kembali Mesra
Ilustrasi Aktivitas di Pelabuhan (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia sedang harap-harap cemas. Semua ingin Amerika Serikat (AS) dan China jadi meneken perjanjian damai dagang Fase I.

Harapan itu bukan tanpa sebab. Perang dagang AS-China yang berlangsung selama lebih dari setahun terakhir membuat rantai pasok global rusak dan membuat pertumbuhan ekonomi melambat.

Perlambatan ekonomi terjadi di mana-mana, bahkan sampai ke Asia Tenggara, kawasan yang dikenal kuat. Kawasan ini jarang mengalami masalah, kecuali kalau situasinya memang betul-betul keterlaluan seperti 1998.


Namun perang dagang AS-China sudah merusak tatanan ekonomi Asia Tenggara. Perlambatan ekonomi dialami oleh mayoritas negara ASEAN 6.

Teranyar, Thailand mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019. Hasilnya, ekonomi Negeri Gajah Putih tumbuh 2,4% year-on-year (YoY). Di bawah konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics yaitu 2,6%.





Dampak perang dagang AS-China terutama masuk melalui jalur ekspor. Maklum, AS-China adalah perekonomian terbesar kedua di dunia. Permintaan dari dua negara tersebut begitu menentukan kinerja ekspor negara-negara lain.

Masalahnya, AS-China masih menerapkan bea masuk untuk importasi produk dari masing-masing negara. Sejauh ini, AS sudah menerapkan bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 550 miliar. China membalas dengan membebankan bea masuk US$ 185 miliar kepada produk-produk made in the USA.

Barang China jadi lebih mahal di AS, begitu pula sebaliknya. Akibatnya, penjualan korporasi AS di China menurun, China pun vice versa.

Dunia usaha di AS dan China akhirnya menurunkan produksi. Pada Oktober, produksi industri AS turun 1,1% YoY. Ini adalah penurunan tertajam dalam tiga tahun terakhir.

Pada saat yang sama, China masih bisa membukukan kenaikan produksi industrial 4,7% YoY. Memang tumbuh, tetapi menjadi laju terlemah sejak Agustus.



Kala dunia usaha di AS dan China menurunkan produksi, maka permintaan bahan baku dan barang modal dari berbagai negara pun dikurangi. Inilah penyebab ekspor di banyak negara babak-belur.

Ekspor non-migas Singapura pada Oktober turun 12,3% YoY. Ekspor Negeri Singa sudah mengalami kontraksi selama delapan bulan beruntun.

Indonesia juga setali tiga uang, bahkan mungkin lebih parah. Pada Oktober, ekspor Indonesia turun 6,13% YoY. Ini membuat ekspor Indonesia terkontraksi selama 12 bulan beruntun alias genap setahun.






Di tengah gurun pasir yang kering kerontang ini, harapan akan oasis begitu besar. Kalau tidak ada aral melintang, sepertinya oasis itu sudah di depan mata.

Ya, kini hubungan AS-China semakin membaik. Kedua negara di ambang menyepakati perjanjian damai dagang Fase I.

Akhir pekan lalu, AS-China kembali menggelar dialog melalui sambungan telepon. Washington diwakili oleh Kepala Kantor Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Sementara di sisi Beijing ada Wakil Perdana Menteri Liu He.

Kantor berita Xinhua memberitakan kedua pihak berdialog secara konstruktif. Isu-isu yang dibahas masih seputar perjanjian damai dagang Fase I dan kesepakatan untuk terus menjalin komunikasi.




Dalam wawancara bersama Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengungkapkan bahwa AS-China sangat mungkin untuk menyepakati perjanjian damai dagang Fase I. Saat ini pembicaraan sedang berlangsung di level teknis.

"The devil is always in the details. Kami sedang masuk ke detil-detil terakhir," ujar Ross.

Damai dagang AS-China tentu merupakan kabar gembira. Meski baru Fase I, ini bisa menjadi gerbang menuju damai dagang seutuhnya.

Perang dagang bakal berakhir, dan rantai pasok global akan pulih. Ketika rantai pasok sembuh, maka ekspor bisa kembali menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Dengan begitu, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi.




TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/dru) Next Article Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Makin Loyo

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular