AS-China Rukun, Rupiah Tak Lagi Manyun

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 November 2019 08:17
AS-China Rukun, Rupiah Tak Lagi Manyun
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Lagi-lagi sentimen hubungan AS-China masih menjadi penggerak utama.

Pada Senin (18/11/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.065 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,02% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sepanjang minggu kemarin, rupiah melemah 0,41% secara point-to-point di hadapan dolar AS. Ini membuat rupiah punya tenaga untuk mengalami technical rebound, karena rupiah yang sudah murah akan menarik bagi investor.


Sementara mata uang utama Asia bergerak variatif di hadapan greenback. Selain rupiah, mata uang lain yang menghuni zona hijau adalah yuan China, rupee India, ringgit Malaysia, dan baht Thailand.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08: WIB:

 


Tidak hanya di Asia, dolar AS juga sedang limbung di level global. Pada pukul 07:40 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,06%.

Akhir pekan lalu, AS-China kembali menggelar dialog melalui sambungan telepon. Washington diwakili oleh Kepala Kantor Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Sementara di sisi Beijing ada Wakil Perdana Menteri Liu He.

Kantor berita Xinhua memberitakan kedua pihak berdialog secara konstruktif. Isu-isu yang dibahas masih seputar perjanjian damai dagang Fase I dan kesepakatan untuk terus menjalin komunikasi.


Dalam wawancara bersama Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross mengungkapkan bahwa AS-China sangat mungkin untuk menyepakati perjanjian damai dagang Fase I. Saat ini pembicaraan sedang berlangsung di level teknis.

"The devil is always in the details. Kami sedang masuk ke detil-detil terakhir," ujar Ross.

Pelaku pasar semakin yakin AS-China akan segera meneken perjanjian damai dagang. Pasalnya, ekonomi kedua negara semakin melambat gara-gara perang dagang yang sudah berlangsung lebih dari setahun.

Pada kuartal III-2019, pertumbuhan ekonomi China 'hanya' 6% year-on-year (YoY). Ini adalah laju terlemah sejak kuartal I-1992.

AS pun serupa. Pada Juli-September 2019, ekonomi AS tumbuh 1,9% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Ini adalah laju terlemah dalam tiga kuartal terakhir.


"Dolar AS akhirnya bereaksi terhadap angka-angka ekonomi AS yang tidak terlalu baik. Ekonomi AS hampir tidak tumbuh, dan China terus melambat. Jadi bisa saja kedua pihak akan menandatangani kesepakatan dagang apapun isinya," kata Juan Perez, Senior Foreign Exchange Trader di Tempus Inc, seperti diberitakan Reuters.

Damai dagang AS-China tentu merupakan kabar gembira. Meski baru Fase I, ini bisa menjadi gerbang menuju damai dagang seutuhnya. Perang dagang bakal berakhir, dan rantai pasok global akan pulih.

Sentimen positif ini menyebabkan pelaku pasar mulai berani masuk ke aset-aset berisiko di negara berkembang. Akibatnya, rupiah dkk di Asia berhasil menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular