Internasional

Kisah Kengerian Hong Kong, dari Tolak RUU ke Krisis Politik

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
18 November 2019 08:19
Kisah Kengerian Hong Kong, dari Tolak RUU ke Krisis Politik
Jakarta, CNBC IndonesiaHong Kong telah dilanda demo pro-demokrasi atau demo anti-pemerintah selama lebih dari lima bulan. Demo yang pertama kali mengguncang di Juni itu dipicu oleh rencana pemerintah untuk menerapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi pelaku kriminal ke daratan China.

Meski RUU tersebut telah ditarik sepenuhnya oleh Pimpinan Hong Kong Carrie Lam, namun demo itu masih berlangsung hingga kemarin, Minggu (18/11/2019). Bahkan, demo yang telah berubah menjadi krisis politik terbesar di kota ini tidak hanya merugikan dan merusak Hong Kong, tapi juga telah menjelma menjadi kekacauan geopolitik yang mengkhawatirkan di seluruh dunia.


Hingga kini, belum diketahui ke mana arah demonstrasi ini dan kapan akan berakhir. Berikut adalah beberapa poin penting dari demo Hong Kong:

[Gambas:Video CNBC]



Demo dilakukan warga Hong Kong pada bulan Juni untuk membuat pemerintah menarik RUU kontroversial yang akan memungkinkan pelaku kriminal dikirim dan diadili di China. Banyak yang merasa RUU Ekstradisi akan membuat warga Hong Kong tertekan di bawah aturan hukum China yang tidak jelas.

Namun, kini demo telah berubah menjadi protes anti-pemerintah. Tuntutan pendemo juga telah berkembang. Di antaranya adalah:

• Penarikan sepenuhnya RUU ekstradisi
• Membuat penyelidikan independen untuk menyelidiki kebrutalan polisi
• Menarik tuduhan yang menyebut demo sebagai 'kerusuhan'
• Membebaskan orang-orang yang ditangkap saat demo
• Menerapkan hak pilih universal di Hong Kong

Meluasnya tuntutan itu menunjukkan bahwa rakyat Hong Kong menginginkan demokrasi penuh, sesuatu yang tidak dimiliki Hong Kong. Seperti diketahui, semua kegiatan politik di Hong Kong didominasi oleh China. Contohnya, dalam pemilihan pemimpin kota itu, yang dipilih oleh komite pemilihan kecil yang didominasi oleh pemilih yang pro-pemerintah dan pro-China.


Sebenarnya, demo Hong Kong awalnya dilakukan dengan damai dan teratur oleh ratusan ribu orang. Namun, pemerintah yang tak kunjung memenuhi tuntutan mereka serta tindakan gegabah polisi, disebut sebagai pemicu awalnya kekacauan.

Kini, demo Hong Kong tidak hanya dikacaukan oleh tindakan bentrokan, perusakan gedung pemerintah dan lokasi umum seperti stasiun kereta bawah tanah kota itu. Tapi juga telah menyebabkan dua pengunjuk rasa menjadi korban tembakan peluru tajam, seorang pria dibakar, dan seorang pria lainnya tewas setelah dilempar dengan batu bata selama demo berlangsung.

Melansir CNN, polisi telah menangkap lebih dari 4.000 orang sejak 9 Juni, ketika demo awal dimulai. Demonstran yang termuda yang ditangkap sejauh ini berusia 11 tahun.

Akibat demo ini, ekonomi Hong Kong juga telah terjerat dalam resesi pertama sejak krisis keuangan terjadi 2009 lalu. Pada akhir Oktober lalu, angka pembacaan awal menunjukkan ekonomi Hong Kong menyusut 3,2% pada kuartal Juli-September, dibandingkan periode sebelumnya. Pada tiga bulan sebelumnya, ekonomi Hong Kong juga berkontraksi.

Akibat demo berkepanjangan ini, pemerintah Hong Kong juga merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2019. Produk domestik bruto (PDB) diperkirakan akan turun menjadi 1,3% di 2019, jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Hal ini ditegaskan pemerintah saat merilis perhitungan akhir untuk kuartal III 2019, Jumat (15/11/2019).

"Di tiga bulan ini ke September, PDB berkontraksi 3,2% dari kuartal sebelumnya," kata pemerintah mengkonfirmasi estimasi sebelumnya, sebagaimana dikutip dari Bloomberg.


Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu diketahui bahwa Hong Kong adalah sebuah kota yang masih menjadi bagian dari China. Namun, pada tahun 1997, Hong Kong yang dijajah Inggris diserahkan kembali ke China dengan syarat sebagai wilayah semi-otonom di bawah prinsip 'satu negara, dua sistem'. Hal ini memberi warga Hong Kong tingkat kebebasan finansial dan hukum yang tidak bisa diatur China.

Hal itu termasuk memberikan kebebasan pers, pidato, dan melakukan pertemuan khusus selama setidaknya 50 tahun sejak 1997 atau hingga 2047.

Kebebasan ini sangat kontras dengan aturan ketat China dan pengaruh kuat Presiden China Xi Jinping, yang bisa membuat para pembangkang dipenjara dan diinterogasi di penjara rahasia.

Menanggapi demo yang berkepanjangan ini, China telah secara terang-terangan memerintahkan pihak keamanan untuk menggunakan cara tegas dank eras untuk mengakhiri demonstrasi. Negara ini juga telah menyebut demo yang kacau menunjukkan tanda-tanda terorisme.

Bahkan, selama beberapa bulan terakhir, isu mengenai ancaman intervensi militer China telah ramai menyelimuti Hong Kong.

Menurut laporan, saat ini sudah ada sekitar 6.000 tentara Tentara Pembebasan Rakyat China di Hong Kong. Bahkan, salah satu pejabat negara pada Agustus lalu mengatakan bahwa jika demo terus berlangsung ricuh, hal itu tidak boleh ditoleransi dan China bisa menggunakan pasukan untuk menangani demo.


Mengingat Hong Kong adalah pusat keuangan global, jadi pukulan terhadap ekonominya juga mempengaruhi bisnis di seluruh dunia. Para ahli telah memperingatkan sejak awal bahwa jika kerusuhan berlanjut, perusahaan-perusahaan internasional bisa saja keluar dari Hong Kong dan memindahkan cabang mereka ke tempat lain.

Isu mengenai rencana China untuk mengerahkan pasukan juga telah menghantui pelaku pasar dan bisnis. Para ahli telah memperingatkan bahwa tindakan keras seperti itu bisa menjadi bencana bagi Hong Kong dan bukan hanya membuat lari bisnis-bisnis, tapi juga mungkin memicu eksodus massal. Apalagi saat ini banyak warga Hong Kong memiliki paspor asing, warisan tahun 1997, dan mudah bagi mereka untuk pindah ke luar negeri.
(sef/sef) Next Article Demo Belum Reda, China Copot Pejabat Penting di Hong Kong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular