Eksklusif

Netflix dan Bukti Konkret Ekonomi Indonesia Bocor!

Herdaru Purnomo & Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
13 November 2019 09:48
Netflix dan Bukti Konkret Ekonomi Indonesia Bocor!
Foto: Netflix (REUTERS/Wolfgang Ratta)
  • Netflix adalah salah satu yang belum membayar kewajiban pajaknya kepada Indonesia
  • Pengguna Netflix di Indonesia mencapai 481.450
  • Ekonomi Indonesia masih memiliki celah dalam hal penerimaan pajak dari perusahaan asing


Jakarta, CNBC Indonesia -
Waktu menunjukkan tepat pada pukul 21.00 WIB, Ucida (32) salah satu karyawan di sebuah perusahaan swasta buru-buru mengemas barang-barangnya untuk segera pulang menuju apartemennya.

"Gue buru-buru. Mau nonton Friends di Netflix. Wajib hukumnya!" kata Ucida.

Ia mengatakan, setiap harinya nonton melalui layanan video on demand yang lagi nge-hits ini adalah hal yang wajib dilakukan menjelang istirahat malamnya.

Ucida mungkin satu di antara ratusan ribu orang yang menjadi subscriber Netflix. Ia mengeluarkan Rp 139.000 per bulan sebagai pelanggan Netflix.

"Bayarnya pakai kartu kredit lah. Kan cuma bisa bayar pakai kartu kredit," terangnya saat ditemui CNBC Indonesia, Rabu (13/11/2019).

Netflix dan Bukti Konkret Ekonomi Indonesia Bocor!Foto: Netflix (REUTERS/Mike Blake)



Ucida kemudian menunjukkan billing pembayarannya. Tertulis Netflix International B.V di Amsterdam.

Ucida menggunakan layanan standar. Netflix memberikan 3 jenis layanan kepada penggunanya di Indonesia.

Netflix dan Bukti Konkret Ekonomi Indonesia Bocor!Foto: foto/netflix/netflix



Pertama layanan dasar Rp 109.000 per bulan, kemudian layanan Standar Rp 139.000 per bulan dan Premium Rp 169.000 per bulan.

Netflix dan Bukti Konkret Ekonomi Indonesia Bocor!Foto: foto/netflix/netflix



Perbedaannya kualitas layanan seperti HD, Ultra HD, Nonton Secara Bersamaan dengan satu akun di TV, Ponsel, hingga Tablet.

Mengutip Statista tahun ini jumlah subscriber di Indonesia mencapai 481.450. Tahun depan diperkirakan naik menjadi 906.800.

Bayangkan, jika sebanyak 481.450 subscriber di Indonesia berarti Netflix mendapatkan Rp 52,4 miliar per bulan. Itu pun dengan perhitungan paket paling murah yang harus diibayar subscriber Rp 109.000.

Maka dalam setahun Netflix mampu mengantongi Rp 629 miliar. Fantastis!

Semua mengalir deras ke rekening Netflix di Belanda.

Halaman Selanjutnya >>

Indonesia Kebobolan?

Ini adalah bukti konkret kebocoran ekonomi Indonesia. Regulator tak punya banyak upaya dalam mengejar penerimaan yang nyata sekali.

Regulator pajak hanya bisa mengejar para wajib pajak dalam negeri. Pertanyaan selanjutnya, apakah mereka membayar pajak?

Jawabannya tidak!

Hal ini diamini oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama.

"Enggak [bayar pajak]. Karena memang selama ini, mereka belum jadi BUT [Badan Usaha Tetap] di Indonesia, dan tidak menjadi wajib pajak di Indonesia," kata Hestu saat dihubungi CNBC Indonesia.

"Nah memang kesulitan kita memang di situ. Karena dari segi regulasi yang ada sekarang ini, belum bisa memaksa mereka jadi BUT, jadi subyek pajak dalam negeri. BUT kan subyek pajak dalam negeri."

Melihat kewajiban Netflix sendiri, jika menggunakan PPN sebesar 10% maka Netflix harus setor ke negara sebsar Rp 62 miliar. Belum lagi PPh atau pajak penghasilan dan lainnya.

Corporate Communication Netflix Kooswardini Wulandari sudah dikonfirmasi mengenai hal ini. Namun pihaknya meminta waktu untuk memberikan jawabannya.

Jadi Indonesia Kebobolan?

"Ya memang, istilahnya ini memang masih lolos. Masih lolos pemajakan kita. Tapi masalah ini, bukan hanya masalah di Indonesia ya. Tapi hampir di semua negara," tegas Hestu.

"Makanya seperti beberapa negara, membuat skema perpajakan tersendiri yang kita sebut unilateral. Seperti Inggris, India, Australia. Tapi Indonesia sementara ini masih menunggu kesepakatan OECD aja dulu. Artinya nanti kita mengikuti sepakati di OECD," terang Hestu.

Omnibus Law Jadi Jawaban?

Lebih jauh Hestu menceritakan. Memang masalah perusahaan dari luar negeri atau Over The Top untuk di Indonesia memang masih punya masalah dengan regulasi.

"Bagaimana kita bisa membuat mereka membayar pajak. Nah, ini bukan hanya masalah di Indonesia, tapi juga masalah di seluruh negara."

"Oleh karena itu perbaikannya ada di regulasi nanti, yang pertama, kami sedang menyusun omnibus law perpajakan itu. Nah disitu nanti kita atur," tambahnya.

Semua demi equal treatment. Hestu menegaskan, perusahaan seperti Netflix ini memang harus berbasis di Indonesia.

"Mereka harus jadi perusahana kena pajak, memungut pajak untuk penjualannya," tegas Hestu.

"Kalau mereka tidak ada di Indonesia, mereka boleh menunjuk perwakilannya untuk memungut PPN itu. Jadi ada equal treatment antara mereka dengan yang perusahaan berbasis di Indonesia. Dari sisi PPN-nya," jelas Hestu.

Sebenarnya banyak layanan seperti ini. Layanan data dan media yang berbasis di AS yang 'berjualan' di Indonesia juga bukan merupakan BUT.

"Nah selama ini BUT definisi kan kehadiran fisik, physical existency begitu. Nah selama ini mereka tidak ada di sini. Makanya kita tidak bisa mengenakan PPh-nya ke mereka atas penghasilan dari Indonesia."

Oleh karena itu, sambung Hestu, di omnibus law akan me-redefinisi kembali BUT itu.

"Jadi pengertiannya nggak hanya harus adanya kehadirian fisik, tapi seperti subtansial economic presence, kalau mereka dapat penghasilan dari Indonesia, konsumennya di Indonesia itu kita anggap sebagai punya economic presence di Indonesia. Nah sehingga kita masukan sebagai BUT. Sehingga bisa kita pajaki di Indonesia." Memasuki masa bakti periode pemerintahan yang kedua, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah resmi mengumumkan susunan kabinetnya. Untuk posisi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Jokowi menunjuk Johnny G Plate, yang merupakan Sekjen Partai Nasdem.

Johnny menggantikan Rudiantara selaku Menkominfo periode pertama kabinet presiden Jokowi. Kepada CNBC Indonesia, Johnny bercerita soal tantangan di industri digital.

"Yang pasti, jangan pernah membatasi. Namun jangan lupa regulasi," kata Johnny di Lapangan Golf Pondok Indah pekan lalu. Ia merupakan salah satu undangan VIP dari acara CNBC Indonesia Golf Tournament 2019.

Pria kelahiran Ruteng, 10 September 1956 Nusa Tenggara Timur (NTT) ini mengatakan, salah satu masalah yang dialami beberapa negara adalah bagaimana memajaki atau menarik pajak dari industri digital.

"Mereka masuk ke sini. Mereka jualan jasa. Namun, harus dilihat lebih jauh benarkah mereka membayar semua kewajibannya?" kata Johnny.

Salah satu yang menjadi incaran Johnny Plate adalah Netflix. Netflix, yang merupakan layanan Video On Demand ini memungkinkan pengguna menonton tayangan kesukaan di mana pun, kapan pun, dan hampir lewat medium apa pun (smartphone, smartTV, tablet, PC, dan laptop).

"Gencar masuk ke sini. Iklan pun ada di dalamnya. Nah ini yang harus dilihat lebih jauh. Apakah sudah memenuhi segala kewajibannya atau belum. Netflix kita coba nanti lihat, panggil dan coba telaah lebih jauh," tutur Johnny yang sempat menjabat sebagai Komisaris AirAsia ini.

Johnny menambahkan, pada awal kepemimpinan, ia akan fokus pada kedaulatan data, cyber security dan cyber crime (keamanan siber). Bahkan, ia siap menyelesaikan seluruh Rancangan Undang-Undang perlindungan data pribadi dan melakukan revisi peraturan data center.

Dalam beberapa tahun ke depan ia juga berambisi agar Indonesia memiliki startup hectocorn. "Indonesia harus mampu menghasilkan lebih banyak unicorn - decacorn. Kalau bisa kita punya startup yang punya skala US$100 miliar (hectocorn)," ujarnya.

"Tapi jangan juga melupakan unicorn baru yang siap untuk menembus pasar juga. Intinya digital harus didukung, tapi ingat harus ada regulasinya," jelas Johnny.

Untuk informasi, Australia tengah menelusuri raksasa streaming Netflix karena terungkap perusahaan tersebut hanya membayar pajak tak kurang 1% dari pendapatannya pada 2018.

Raksasa digital itu meraup US$ 600 juta hingga US$ 1 miliar dari pelanggan lokal Australia pada 2018, tetapi hanya membayar sekitar US$$ 340.000 dalam bentuk pajak (0,06%).

Netflix sendiri menyatakan telah mematuhi undang-undang perpajakan Australia. Namun ada celah yang menurut pemberitaan 7news.com.au yang membuat Netflix tidak mengakui pendapatan yang di Australia karena pelanggannya membayar langsung ke Induk perusahaan.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular