Netflix, Perusahaan Rp 1.802 T yang Belum Bayar Pajak di RI

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 November 2019 10:48
Netflix, Perusahaan Rp 1.802 T yang Belum Bayar Pajak di RI
Netflix (REUTERS/Lucy Nicholson)
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi terus berkembang dan sekarang adalah masanya ekonomi digital. Di satu sisi, ekonomi digital memberikan banyak kemudahan tetapi di sisi lain ada komplikasi yang harus mendapat perhatian.

Salah satu kemudahan yang ditawarkan ekonomi digital adalah soal hiburan. Kini kita tidak perlu lagi keluar rumah untuk mendapat hiburan, karena kesenangan itu bisa 'diantar' melalui kecanggihan dunia maya.

Mungkin kita sudah tahu istilah Netflix and chill. Netflix adalah layanan hiburan berbayar yang menyediakan konten-konten yang dijamin membuat pemirsanya betah menonton seharian. Makanya muncul istilah itu, setel Netflix dan silakan bersantai.



Netflix adalah pemain besar di bisnis hiburan. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini melantai di bursa saham New York dengan kode NFLX.O.

Berdasarkan data Refinitiv, kapitalisasi pasar Netflix saat ini ada di US$ 127,97 miliar atau sekira Rp 1.802 triliun. Wow.

Kekuatan Netflix ditopang oleh banyaknya jumlah pelanggan mereka. Per akhir kuartal III-2019, total pelanggan Netflix di seluruh dunia lebih dari 158 juta.



Pada kuartal III-2019, Netflix membukukan pendapatan bersih US$ 665 juta atau melonjak 65% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara total pendapatan mencapai US$ 5,25 miliar, atau naik 31%.

Bermodal menawarkan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan hiburan, Netflix meraup keuntungan yang begitu besar. Nah, di sini muncul komplikasi. Apakah Netflix membayar pajak dari aktivitas 'tambang uang' itu?



Riset Institute on Taxation and Economic Policy yang ditulis oleh Matthew Gardner menyebutkan bahwa Netflix tidak membayar pajak seperak pun kepada pemerintah AS pada 2018. Bahkan Netflix menerima pengembalian pajak (restitusi) sebesar US$ 22 juta. Padahal tahun lalu Netflix mencatatkan laba US$ 845 juta.

Bagaimana di Indonesia? Bagaimana aktivitas Netflix dan apakah mereka juga menjadi Wajib Pajak yang patuh?


Mengutip data Statista, Netflix punya 481.450 pelanggan di Indonesia pada 2019. Tahun depan jumlahnya diprediksi naik menjadi 906.800.



Ada tiga paket yang ditawarkan Netflix buat pelanggan Indonesia. Bisa bayar Rp 109.000/bulan, Rp 139.000/bulan, dan Rp 169.000/bulan. Melihat struk pembayaran yang diterima pelanggan, uang itu mengalir ke sebuah perusahaan di Belanda yaitu Netflix International B.V. Perusahaan itu adalah anak usaha Netflix.

Netflix, Perusahaan Rp 1.802 T yang Belum Bayar Pajak di RIFoto: foto/netflix/netflix


Dengan asumsi paling konservatif, di mana 481.450 pelanggan di Indonesia berlangganan paket paling murah, maka Netflix B.V. meraup Rp 52,48 miliar per bulan. Selama setahun, duit yang mengalir ke Negeri Kincir Angin adalah Rp 629,74 miliar.


Netflix berbisnis dan mendapat uang dari Indonesia. Namun apakah Netflix membayar pajak dari aktivitas usahanya?

"Enggak, karena memang selama ini mereka belum jadi BUT (Badan Usaha Tetap) di Indonesia. Jadi tidak menjadi Wajib Pajak di Indonesia," ungkap Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Kalau Netflix membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang 10% saja, maka kas negara akan minimal bertambah Rp 6,3 miliar setahun dengan asumsi paling konservatif di atas. Itu baru PPN, belum Pajak Penghasilan (PPh).

Netflix boleh dibilang jeli memanfaatkan aturan pajak di Indonesia yang belum bisa merespons perkembangan ekonomi digital. Selama suatu perusahaan tidak punya kantor representasi di Indonesia, maka mereka bukan Wajib Pajak meski menjalankan aktivitas bisnis di Tanah Air.

"Selama ini definisi BUT adalah kehadiran fisik. Mereka enggak ada di sini, makanya kita enggak bisa mengenakan PPh atas penghasilan dari Indonesia," ungkap Yoga.

Oleh karena itu, mungkin ada baiknya Indonesia mencontoh praktik di negara lain. Sebab ternyata Netflix tidak hanya bermasalah dengan urusan pajak di Indonesia.

Pada awal Oktober lalu, Reuters memberitakan bahwa otoritas pajak Negeri Pizza akan mulai membuka pemeriksaan terhadap Netflix. Menurut mereka, Netflix harus membayar pajak di Italia meski tidak punya kantor di sana. Sebab infrastruktur digital (kabel, komputer, dan sebagainya) yang digunakan Netflix ada di Italia.
Pihak Netflix pun bereaksi. Reed Hastings, CEO Netflix, pada 8 Oktober menyatakan bakal membuka kantor di Italia dan menjadi pembayar pajak. Kebetulan Netflix telah mengikat kerja sama dengan Mediaset (konglomerasi media milik eks Perdana Menteri Silvio Berlusconi) untuk membuat film bagi penonton di Italia.

Kemudian pada 10 Oktober, pemerintah Italia mengungkapkan bakal memperkenalkan pajak baru pada 2020 yaitu web tax. Tarifnya adalah 3%, dan pemerintah memperkirakan bisa mengumpulkan penerimaan sekitar EUR 600 juta (Rp 9,31 triliun dengan kurs saat ini) per tahun.

"Pajak harus dikenakan atas keuntungan yang dibuat di mana pun," tegas Roberto Gualtieri, Menteri Perekonomian Italia, seperti diberitakan Reuters.

Web tax di Italia akan dibebankan kepada perusahaan teknologi dengan pendapatan minimal EUR 750 juta per tahun dan buat perusahaan penyedia layanan digital dengan pendapatan EUR 5,5 juta per tahun.

Italia bisa menjadi contoh bagaimana otoritas pajak serius mengejar potensi dari aktivitas ekonomi digital. Indonesia mungkin bisa menerapkan kebijakan serupa, dengan memperkenalkan pajak khusus bagi sektor usaha yang beroperasi di dunia maya.

Corporate Communication Netflix Kooswardini Wulandari sudah dikonfirmasi mengenai hal ini. Namun pihaknya meminta waktu untuk memberikan jawabannya.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular