
'Tsunami' Tekstil Impor Bikin Tekor, Ada China di Baliknya
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 November 2019 14:52

Jakarta, CNBC Indonesia - 'Tsunami' impor tekstil yang melanda tanah air telah membuat industri tekstil dan produk tekstil tanah air tekor. Langkah pemberlakuan tarif impor tambahan untuk pengamanan diambil pemerintah untuk menahan laju impor.
Industri tekstil Indonesia sedang dapat tekanan, tingginya impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ditengarai jadi biang kerok banjirnya produk tekstil di pasar domestik. Pada semester I-2019, sebanyak 50% dari 18 emiten tekstil dan garmen di bursa mencatatkan penurunan pendapatan.
Dua emiten mencatatkan kerugian dan ada enam emiten yang laba bersihnya tergerus. Emiten yang terus tergerus terutama berasal dari sektor hulu industri tekstil yang memproduksi benang dan kain
Salah satu penyebab lesunya industri tekstil adalah banjir impor TPT yang melanda pasar domestik beberapa tahun terakhir. Sejak 2015-2018, pertumbuhan impor TPT mencapai 26% secara point to point dan 8% secara rata-rata tahunan (CAGR).
Ekspor TPT Indonesia memang tumbuh pada periode yang sama. Namun lajunya tidak setinggi impor. Dari 2015-2018, ekspor tumbuh 7% secara point to point dan 2% secara rata-rata tahunan (CAGR). Banjir impor yang terjadi membuat neraca dagang TPT Indonesia mengalami penurunan surplus dalam kurun waktu empat tahun terakhir.
Pada tahun 2015 surplus neraca dagang dari TPT Indonesia tercatat sebesar US$ 4,4 miliar. Sementara pada tahun 2018, nilai tersebut turun menjadi US$ 3,2 miliar. Artinya surplus neraca dagang TPT Indonesia mengalami penurunan sebesar 27%.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat mengungkapkan negara asal impor tekstil didominasi dari China. "70% barang impor ini berasal dari China. Kain, benang, dan tekstil lainnya terbanyak memang China," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (11/11/2019).
Menurut Syarif, kenaikan impor tekstil ini terjadi lebih dari dua tahun ke belakang. Sehingga, sambungnya pemerintah memberlakukan safeguard dengan menaikkan tarif bea masuk.
Industri tekstil Indonesia sedang dapat tekanan, tingginya impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ditengarai jadi biang kerok banjirnya produk tekstil di pasar domestik. Pada semester I-2019, sebanyak 50% dari 18 emiten tekstil dan garmen di bursa mencatatkan penurunan pendapatan.
Dua emiten mencatatkan kerugian dan ada enam emiten yang laba bersihnya tergerus. Emiten yang terus tergerus terutama berasal dari sektor hulu industri tekstil yang memproduksi benang dan kain
Salah satu penyebab lesunya industri tekstil adalah banjir impor TPT yang melanda pasar domestik beberapa tahun terakhir. Sejak 2015-2018, pertumbuhan impor TPT mencapai 26% secara point to point dan 8% secara rata-rata tahunan (CAGR).
Ekspor TPT Indonesia memang tumbuh pada periode yang sama. Namun lajunya tidak setinggi impor. Dari 2015-2018, ekspor tumbuh 7% secara point to point dan 2% secara rata-rata tahunan (CAGR). Banjir impor yang terjadi membuat neraca dagang TPT Indonesia mengalami penurunan surplus dalam kurun waktu empat tahun terakhir.
Pada tahun 2015 surplus neraca dagang dari TPT Indonesia tercatat sebesar US$ 4,4 miliar. Sementara pada tahun 2018, nilai tersebut turun menjadi US$ 3,2 miliar. Artinya surplus neraca dagang TPT Indonesia mengalami penurunan sebesar 27%.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat mengungkapkan negara asal impor tekstil didominasi dari China. "70% barang impor ini berasal dari China. Kain, benang, dan tekstil lainnya terbanyak memang China," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (11/11/2019).
Menurut Syarif, kenaikan impor tekstil ini terjadi lebih dari dua tahun ke belakang. Sehingga, sambungnya pemerintah memberlakukan safeguard dengan menaikkan tarif bea masuk.
Next Page
Impor Tekstil RI Terbanyak dari China
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular