Duh! Ekonomi Dunia Suram, Bagaimana Nasib RI?

Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
08 November 2019 12:42
Duh! Ekonomi Dunia Suram, Bagaimana Nasib RI?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi ekonomi dunia saat ini penuh dengan ketidakpastian. Hampir seluruh negara menurunkan proyeksi atau outlook perekonomiannya tahun ini dan tahun depan. Semua ini gara-gara perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, yang disulut oleh Presiden Donald Trump.

Lembaga moneter internasional yaitu IMF (International Monetary Fund), mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di tahun ini menjadi 3%. Tahun depan, ekonomi dunia diproyeksi IMF tumbuh 3,4%. Namun masih jadi tanda tanya apa alasan ekonomi dunia tahun depan bakal lebih baik.

Perang dagang antara AS dan China sampai saat ini belum kelihatan ujungnya. Kondisi ini membuat ekonomi dunia terpuruk. Bagaimana tidak, AS dan China merupakan negara raksasa dengan ukuran ekonomi terbesar nomor satu dan dua di dunia.



"Ketidakpastian ekonomi di 2020 tidak berkurang dan masih besar. Jadi perlambatan ekonomi akan terjadi sampai tahun depan," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, di Surabaya, Kamis (7/10/2019).

Dampak perang dagang, menurut Dody, berpengaruh kepada dunia usaha, perdagangan, dan harga komoditas. Indonesia pasti ikut terpengaruh, karena perang dagang yang terjadi membuat ekonomi China melambat, sehingga permintaan barang dari China turun. Ini membuat sejumlah harga komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia turun.

"Semua negara mengalami perlambatan ekspor dan pastinya memengaruhi ekonomi secara keseluruhan," ujar Dody.

Risiko yang muncul saat ini adalah soal inflasi rendah, karena ekonomi melemah dan daya beli turun. Karena itu, kebijakan bank sentral dunia saat ini adalah 'slower for lower' atau menurunkan suku bunga cuan di tengah perlambatan ekonomi. Bahkan ada yang menyatakan 'slower for longer', atau era suku bunga rendah akan panjang, di tengah ekonomi yang tak pasti.

Fenomena suku bunga yang rendah, akan membuat investor mencari negara yang menawarkan suku bunga yang masih lebih tinggi. Indonesia menjadi salah satu negara yang diincar investor sektor keuangan, karena imbal hasil yang masih cukup tinggi dibanding negara lain. Namun perlu diwaspadai bila ada pembalikan dana secara tiba-tiba. Ini akan mengganggu stabilitas sistem keuangan.

"Di 2020, pertumbuhan ekonomi AS akan turun. Jadi perlambatan ekonomi AS tahun depan akan parah.

[Gambas:Video CNBC]

Soal pertumbuhan ekonomi, Dody mengatakan, tahun ini ekonomi Indonesia bakal tumbuh 5,05%. Di kuartal IV-2019, menurut Dody, para pelaku ekonomi mulai mendapatkan kepastian, karena kabinet pemerintah sudah terbentuk. Pada kuartal III-2019 lalu, banyak pelaku ekonomi yang masih menunggu kepastian kabinet.

"Confidence dan optimisme tetap ada. Outlook ekonomi Indonesia di 2020 5,1-5,5%," ungkap Dody.

Dia mengatakan, penurunan suku bunga acuan sebesar 100 bps yang dilakukan BI di tahun ini, harusnya akan terasa dampaknya pada tahun depan. Bunga pinjaman atau kredit akan turun, sehingga bisa merangsang pertumbuhan permintaan kredit. Penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan yang dilakukan tahun ini, juga harusnya bisa terasa dampaknya tahun depan.




"Kebijakan akomodatif sudah ada. Ekonomi Indonesia pertumbuhannya menuju 5,3% pada tahun depan," kata Dody.

PR yang harus dilakukan saat ini adalah menarik investasi. Terobosan pemerintah dengan membuat omnibus law, diharapkan Dody akan segera terlaksana sehingga bisa memberikan kemudahan bagi investor yang akan masuk ke dalam negeri.
(wed/dru) Next Article Hati-hati, Ekonomi RI Kuartal III Bisa Minus Lagi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular