
TPPI Jadi BUMN dan Nasib Masa Depan Petrokimia RI
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
05 November 2019 17:14

Tercatat TPIA menghasilkan 4 produk petrokimia hulu, dua produk antara dan empat produk hilir pada 2018. Sementara pada tahun yang sama TPPI hanya dioperasikan untuk menghasilkan produk kimia hulu yaitu benzene dan paraxylene.
Kedua segmen tersebut merupakan pangsa pasar yang belum digarap oleh kompetitor lainnya, bahkan termasuk TPIA. Pada 2018, segmen produksi benzene dan xylene hanya dikuasai oleh Pertamina dan TPPI. Tentu hal tersebut memberikan keuntungan untuk TPPI karena tidak berhadapan secara head to head dengan kompetitor yang lain.
Lanskap persaingan industri petrokimia tanah air masih diwarnai oleh delapan pemain besar saja baik yang fokus di satu sektor saja maupun yang terintegrasi seperti TPIA dan Pertamina. Mereka adalah PT Lotte Chemical Titan, Polytama, Asahimas dan Polychem.
Paraxylene yang dihasilkan kilang TPPI merupakan bahan baku pembuatan produk plastik. Sejak 2015-2018, impor paraxylene Indonesia cenderung meningkat. Impor paraxylene Indonesia tumbuh rata-rata 5,49% per tahun sejak 2015-2018. Terakhir, impor paraxylene Indonesia pada 2018 mencapai US$ 890 juta atau setara dengan Rp 12,5 triliun dengan asumsi 14.000/US$.
Dengan kapasitas produksi yang tinggi, kilang TPPI dapat dioptimalkan untuk mendongkrak produksi produk petrokimia dalam negeri. Produk tersebut diarahkan untuk memenuhi kebutuhan domestik serta untuk diekspor. Ekspor produk hasil minyak dari industri petrokimia tentu akan mengurangi defisit neraca dagang Indonesia yang terjadi akibat impor minyak dan hasil minyak yang selama ini terjadi.
Ke depan jika memang diarahkan untuk menjadi salah satu pilar industri petrokimia tanah air, potensi kilang dapat ditingkatkan untuk bersinergi dengan Pertamina mengingat TPPI sudah menjadi milik negara.
Nexant memprediksikan bahwa permintaan produk industri petrokimia dalam negeri akan terus bertumbuh dan solid didukung oleh peningkatan populasi, bertambahnya jumlah penduduk kelas menengah, aktivitas manufaktur serta urbanisasi yang tinggi.
Selain pasarnya yang bisa dibilang menjanjikan, pengembangan industri petrokimia tanah air juga akan berdampak positif terhadap perekonomian. Menurut kajian yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan, beberapa kontribusi positif tersebut antara lain
• Pengurangan volume impor sebesar hingga 6.200 kilo ton per tahun (KTPA) di tahun 2030 untuk produk petrokimia utama
• Menghemat devisa hingga US$ 6,6 miliar di tahun 2030
• Proyeksi pendapatan pajak yang dapat diperoleh mencapai US$ 1,3 miliar pada 2030
• Penyerapan lapangan pekerjaan lebih dari 2000 orang
• Total investasi yang dibutuhkan mencapai US$ 12,2 miliar hingga 2030
• Pemanfaatan kondensat dalam negeri, dan
• Membantu mempercepat pembangunan industri hilir yang berbahan baku produk petrokimia
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/gus)
Kedua segmen tersebut merupakan pangsa pasar yang belum digarap oleh kompetitor lainnya, bahkan termasuk TPIA. Pada 2018, segmen produksi benzene dan xylene hanya dikuasai oleh Pertamina dan TPPI. Tentu hal tersebut memberikan keuntungan untuk TPPI karena tidak berhadapan secara head to head dengan kompetitor yang lain.
Lanskap persaingan industri petrokimia tanah air masih diwarnai oleh delapan pemain besar saja baik yang fokus di satu sektor saja maupun yang terintegrasi seperti TPIA dan Pertamina. Mereka adalah PT Lotte Chemical Titan, Polytama, Asahimas dan Polychem.
![]() |
Paraxylene yang dihasilkan kilang TPPI merupakan bahan baku pembuatan produk plastik. Sejak 2015-2018, impor paraxylene Indonesia cenderung meningkat. Impor paraxylene Indonesia tumbuh rata-rata 5,49% per tahun sejak 2015-2018. Terakhir, impor paraxylene Indonesia pada 2018 mencapai US$ 890 juta atau setara dengan Rp 12,5 triliun dengan asumsi 14.000/US$.
Dengan kapasitas produksi yang tinggi, kilang TPPI dapat dioptimalkan untuk mendongkrak produksi produk petrokimia dalam negeri. Produk tersebut diarahkan untuk memenuhi kebutuhan domestik serta untuk diekspor. Ekspor produk hasil minyak dari industri petrokimia tentu akan mengurangi defisit neraca dagang Indonesia yang terjadi akibat impor minyak dan hasil minyak yang selama ini terjadi.
Ke depan jika memang diarahkan untuk menjadi salah satu pilar industri petrokimia tanah air, potensi kilang dapat ditingkatkan untuk bersinergi dengan Pertamina mengingat TPPI sudah menjadi milik negara.
Nexant memprediksikan bahwa permintaan produk industri petrokimia dalam negeri akan terus bertumbuh dan solid didukung oleh peningkatan populasi, bertambahnya jumlah penduduk kelas menengah, aktivitas manufaktur serta urbanisasi yang tinggi.
Selain pasarnya yang bisa dibilang menjanjikan, pengembangan industri petrokimia tanah air juga akan berdampak positif terhadap perekonomian. Menurut kajian yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan, beberapa kontribusi positif tersebut antara lain
• Pengurangan volume impor sebesar hingga 6.200 kilo ton per tahun (KTPA) di tahun 2030 untuk produk petrokimia utama
• Menghemat devisa hingga US$ 6,6 miliar di tahun 2030
• Proyeksi pendapatan pajak yang dapat diperoleh mencapai US$ 1,3 miliar pada 2030
• Penyerapan lapangan pekerjaan lebih dari 2000 orang
• Total investasi yang dibutuhkan mencapai US$ 12,2 miliar hingga 2030
• Pemanfaatan kondensat dalam negeri, dan
• Membantu mempercepat pembangunan industri hilir yang berbahan baku produk petrokimia
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/gus)
Pages
Most Popular