
Internasional
AS Campuri Urusan Muslim Uighur, China Ancam Deal Dagang
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
30 October 2019 16:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat bersama 22 negara lain dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta China untuk berhenti melakukan pembantaian pada etnis minoritas Muslim Uighur.
AS dan PBB mengatakan setidaknya 1 juta etnis Uighur dan Muslim lainnya telah ditahan pemerintah China. Pusat pelatihan kejuruan untuk membasmi ekstremisme dan mengajarkan keterampilan baru menjadi kedok Beijing.
Meski demikian, China tidak diam dengan tudingan ini. Bahkan China mengatakan hal ini bisa memperkeruh suasana kesepakatan dagang yang tengah dibicarakan kedua negara.
"Sulit membayangkan bahwa di satu sisi Anda (AS) berusaha menyelesaikan kesepakatan perdagangan, (namun) di sisi lain anda memanfaatkan masalah terutama masalah hak asasi manusia untuk menyalahkan yang lain," kata Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun kepada wartawan, sebagaimana dilansir dari Reuters, Rabu (30/10/2019).
Ia tidak menampik pembicaraan AS-China soal perang dagang mengalami kemajuan. Tetapi kritik AS terhadap China di PBB, tidak membantu keduanya untuk mencapai solusi terbaik.
Zhang Jun menggambarkan tuduhan terhadap Beijing sebagai tuduhan yang tidak berdasar. "Campur tangan kotor dalam urusan internal China dan provokasi yang di sengaja," katanya.
Sementara itu, Duta Besar AS untuk Inggris Karen Pierce menyampaikan pernyataan bersama ke 193 anggota komite hak asasi manusia (HAM) Majelis Umum AS. Pernyataan itu dibuat atas nama 23 negara, termasuk AS, Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, dan Swedia.
"Kami meminta pemerintah China untuk menegakkan hukum nasional dan kewajiban internasional, serta komitmen untuk menghormati hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama atau berkeyakinan, di Xinjiang dan di seluruh China," kata Pierce.
Kelompok negara itu mendorong China untuk segera menerapkan rekomendasi ahli independen AS tentang situasi di Xinjiang. Termasuk menahan diri dari tindakan sewenang-wenang terhadap warga Uighur dan anggota komunitas Muslim lainnya.
Mereka juga meminta negara-negara untuk tidak mengirim pengungsi atau pencari suaka kembali ke China, jika etnis minoritas ini masih menghadapi penganiayaan.
(sef/sef) Next Article Uji Posisi RI di Tengah 'Panas-Dingin' Hubungan AS-China
AS dan PBB mengatakan setidaknya 1 juta etnis Uighur dan Muslim lainnya telah ditahan pemerintah China. Pusat pelatihan kejuruan untuk membasmi ekstremisme dan mengajarkan keterampilan baru menjadi kedok Beijing.
Meski demikian, China tidak diam dengan tudingan ini. Bahkan China mengatakan hal ini bisa memperkeruh suasana kesepakatan dagang yang tengah dibicarakan kedua negara.
Ia tidak menampik pembicaraan AS-China soal perang dagang mengalami kemajuan. Tetapi kritik AS terhadap China di PBB, tidak membantu keduanya untuk mencapai solusi terbaik.
Zhang Jun menggambarkan tuduhan terhadap Beijing sebagai tuduhan yang tidak berdasar. "Campur tangan kotor dalam urusan internal China dan provokasi yang di sengaja," katanya.
Sementara itu, Duta Besar AS untuk Inggris Karen Pierce menyampaikan pernyataan bersama ke 193 anggota komite hak asasi manusia (HAM) Majelis Umum AS. Pernyataan itu dibuat atas nama 23 negara, termasuk AS, Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, dan Swedia.
"Kami meminta pemerintah China untuk menegakkan hukum nasional dan kewajiban internasional, serta komitmen untuk menghormati hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama atau berkeyakinan, di Xinjiang dan di seluruh China," kata Pierce.
Kelompok negara itu mendorong China untuk segera menerapkan rekomendasi ahli independen AS tentang situasi di Xinjiang. Termasuk menahan diri dari tindakan sewenang-wenang terhadap warga Uighur dan anggota komunitas Muslim lainnya.
Mereka juga meminta negara-negara untuk tidak mengirim pengungsi atau pencari suaka kembali ke China, jika etnis minoritas ini masih menghadapi penganiayaan.
(sef/sef) Next Article Uji Posisi RI di Tengah 'Panas-Dingin' Hubungan AS-China
Most Popular