
Siap-siap! Harga Rokok Tahun Depan Bisa Rp 35.000/bungkus
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
24 October 2019 08:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk anda mempunyai kebiasaan merokok, siap-siap tahun depan harga rokok bisa mencapai Rp 35.000 per bungkus.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo. Pasalnya saat ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/2019 tentang Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sudah terbit dan akan berlaku pada 1 Januari 2020.
Dalam PMK teranyar ini, rata-rata kenaikan tarif CHT tahun 2020 sebesar 21,55%. Angka ini di bawah kenaikan tarif yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebesar 23% di Istana, beberapa waktu yang lalu.
"Kalau dari kenaikan cukai ini, harga rokok di pasaran bisa menjadi Rp 30.000, Rp 33.000. Atau bahkan bisa sampe Rp 35.000 [per bungkus]," ujar Budidoyo saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (23/10/2019).
Hal itu disampaikan oleh Ketua Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo. Pasalnya saat ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/2019 tentang Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sudah terbit dan akan berlaku pada 1 Januari 2020.
Dalam PMK teranyar ini, rata-rata kenaikan tarif CHT tahun 2020 sebesar 21,55%. Angka ini di bawah kenaikan tarif yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebesar 23% di Istana, beberapa waktu yang lalu.
"Kalau dari kenaikan cukai ini, harga rokok di pasaran bisa menjadi Rp 30.000, Rp 33.000. Atau bahkan bisa sampe Rp 35.000 [per bungkus]," ujar Budidoyo saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (23/10/2019).
Secara rerata, tarif CHT Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29%, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95%, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan naik 12,84%.
Kenaikan cukai tembakau itu kata Budidoyo dinilai tidak rasional, karena akan berimbas kepada bekurangnya masyarakat dalam membeli rokok dan pada akhirnya bisa berdampak pada maraknya rokok-rokok ilegal.
Seharusnya, lanjut Budidoyo, kenaikan cukai tembakau dihitung berdasarkan dari inflasi yang sebesar kurang lebih 3,5% ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang berada pada kisaran 5,5%. Artinya, kenaikan cukai rokok itu disarankan hanya naik 9%.
"Itu lah yang cukup realistis. Artinya kalau dari kita [industri tembakau] itu memperhitungkan daya beli. Alih-alih alasannya untuk menekan turbulensi pembelian rokok, tapi apakah itu cukup efektif? Yang kita juga khawatirkan nanti melonjaknya rokok-rokok ilegal," ujarnya.
Kenaikan cukai tembakau itu kata Budidoyo dinilai tidak rasional, karena akan berimbas kepada bekurangnya masyarakat dalam membeli rokok dan pada akhirnya bisa berdampak pada maraknya rokok-rokok ilegal.
Seharusnya, lanjut Budidoyo, kenaikan cukai tembakau dihitung berdasarkan dari inflasi yang sebesar kurang lebih 3,5% ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang berada pada kisaran 5,5%. Artinya, kenaikan cukai rokok itu disarankan hanya naik 9%.
"Itu lah yang cukup realistis. Artinya kalau dari kita [industri tembakau] itu memperhitungkan daya beli. Alih-alih alasannya untuk menekan turbulensi pembelian rokok, tapi apakah itu cukup efektif? Yang kita juga khawatirkan nanti melonjaknya rokok-rokok ilegal," ujarnya.
(tas) Next Article Harga Eceran Naik 35%, Tapi Rokok di RI Masih Murah Lho...
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular