Pak Jokowi, Minta Tolong Sri Mulyani Jangan Diganti ya!

Walaupun secara gencar menambah utang, Sri Mulyani tak melupakan yang namanya prinsip kehati-hatian.
Semenjak kembali ke Indonesia untuk menjadi menteri keuangan di pemerintahan Jokowi, defisit fiskal selalu dijaga di level yang rendah. Untuk diketahui, undang-undang membatasi defisit fiskal di level 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pada tahun 2015 kala posisi menteri keuangan masih dipegang oleh Bambang Brodjonegoro, defisit fiskal Indonesia tercatat berada di level 2,58% dari PDB, menandai defisit terbesar dalam setidaknya tujuh tahun.
Selepas itu, defisit fiskal berangsur-angsur menipis. Pada tahun 2018, defisit fiskal bahkan bisa ditekan hingga ke level 1,76% dari PDB, menandai defisit fiskal terendah dalam delapan tahun.
Seiring dengan pengelolaan APBN yang ekspansif namun tetap prudent di bawah tangan dingin Sri Mulyani, lembaga pemeringkat kenamaan dunia pun beramai-ramai menaikkan peringkat surat utang Indonesia.
Pada akhir 2017, Fitch Ratings menaikkan peringkat surat utang jangka panjang Indonesia dari BBB- menjadi BBB, menjadikan Indonesia setara dengan Filipina dan Portugal yang telah lebih dulu mendapatkan kenaikan peringkat ke BBB pada pertengahan Desember 2017.
Kemudian pada April 2018, Moody’s memutuskan untuk mengerek peringkat surat utang jangka panjang Indonesia sebanyak 1 tingkat ke level Baa2, dari yang sebelumnya Baa3.
Dalam keterangannya tertulisnya, Moody's menyebut bahwa kebijakan fiskal dan moneter yang prudent serta ketahanan sektor finansial membuatnya pihaknya yakin bahwa Indonesia memiliki modal yang cukup dalam menghadapi guncangan-guncangan yang mungkin terjadi.
Teranyar, menjelang libur panjang Idul Fitri, Standard and Poor's (S&P) ikut memutuskan untuk menaikkan peringkat surat utang jangka panjang Indonesia.
"S&P menaikkan peringkat pemerintah Indonesia ke BBB dengan alasan prospek pertumbuhan yang kuat dan kebijakan fiskal yang prudent," tulis S&P dalam keterangan resminya.
Dalam laporannya, S&P menulis bahwa perekonomian Indonesia berhasil tumbuh lebih tinggi dibandingkan rekan-rekannya di tingkat pendapatan yang sama. Pertumbuhan riil Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia mencapai 4,1% (rata-rata tertimbang 10 tahun), sedangkan negara-negara lain dengan tingkat pendapatan yang sama rata-rata hanya tumbuh 2,2%. Menurut lembaga yang bermarkas di New York, Amerika Serikat (AS) tersebut, hal itu merupakan sebuah prestasi yang mengesankan.
Dinaikannya peringkat surat utang oleh lembaga pemeringkat kenamaan dunia tentu akan berimbas pada turunnya imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah Indonesia yang pada akhirnya akan membuat penerbitan surat utang baru menjadi lebih murah. Selain itu, biaya yang harus ditanggung korporasi kala ingin menerbitkan surat utang baru juga akan menjadi bisa ditekan.
Lebih lanjut, dikerek naiknya peringkat surat utang sukses mendorong investor asing untuk menanamkan dananya di obligasi terbitan pemerintah Indonesia. Pada tahun 2017, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 170,4 triliun di pasar obligasi, menandai beli bersih tahunan terbesar dalam setidaknya lima tahun.
Pada tahun 2018, beli bersih investor asing di pasar obligasi adalah senilai Rp 57,1 triliun. Untuk tahun 2019, hingga tanggal 15 Oktober investor asing sudah membukukan beli bersih senilai Rp 138,8 triliun.
Pada akhirnya, aliran modal investor asing ke pasar obligasi ikut berkontribusi dalam menopang kestabilan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/tas)