Importir Nakal Jadi Biang Kerok Banjir Tekstil Impor

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 October 2019 16:43
Importir Nakal Jadi Biang Kerok Banjir Tekstil Impor
Foto: Seorang wanita bekerja di bengkel produsen tekstil di Binzhou, provinsi Shandong, China 11 Februari 2019. (China Daily via REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri tekstil Indonesia sedang dapat tekanan, tingginya impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ditengarai jadi biang kerok banjirnya produk tekstil di pasar domestik.

Pada semester I-2019, sebanyak 50% dari 18 emiten tekstil dan garmen di bursa mencatatkan penurunan pendapatan. Dua emiten mencatatkan kerugian dan ada enam emiten yang laba bersihnya tergerus. Emiten yang terus tergerus terutama berasal dari sektor hulu industri tekstil yang memproduksi benang dan kain.



Salah satu penyebab lesunya industri tekstil adalah banjir impor TPT yang melanda pasar domestik beberapa tahun terakhir. Sejak 2015-2018, pertumbuhan impor TPT mencapai 26% secara point to point dan 8% secara tahunan (CAGR).

Ekspor TPT Indonesia memang tumbuh pada periode yang sama. Namun lajunya tidak setinggi impor. Dari 2015-2018, ekspor tumbuh 7% secara point to point dan 2% secara tahunan (CAGR).

Banjir impor yang terjadi membuat neraca dagang TPT Indonesia mengalami penurunan surplus dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Pada tahun 2015 surplus neraca dagang dari TPT Indonesia tercatat sebesar US$ 4,4 miliar. Sementara pada tahun 2018, nilai tersebut turun menjadi US$ 3,2 miliar. Artinya surplus neraca dagang TPT Indonesia mengalami penurunan sebesar 27%.



Banjir impor terutama bahan baku tekstil yang murah membuat sektor hilir diuntungkan dengan bahan baku yang miring untuk dibuat jadi produk jadi. Sedangkan sektor hulu yang mayoritas didominasi oleh perusahaan domestik menjadi korban lantaran produknya tidak terserap.

Di sisi lain, dari temuan Kemenkeu, importir sekaligus produsen TPT ada yang nakal dengan mengimpor barang jadi lalu menjual tanpa memprosesnya.

Itulah mengapa emiten-emiten di sektor hulu tekstil banyak yang mencatatkan penurunan pendapatan. Impor yang tinggi jadi penyebab tidak sinkronnya sektor hulu dan hilir industri tanah air.
Membludaknya impor TPT di Indonesia disinyalir karena adanya importir nakal yang memanfaatkan celah dari Permendag Nomor 64 tahun 2017 tentang ketentuan impor TPT.

Dalam Permendag 64 ini ada dua kategori produk TPT yaitu kelompok A yang barangnya sudah diproduksi di dalam negeri dan kelompok B adalah barang yang belum bisa di produksi di dalam negeri.

Kelompok A untuk bisa melakukan impor memerlukan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, persetujuan impor dan kuota dari kementerian Perdagangan dan laporan dari Surveyor. Sedangkan, untuk kelompok B tidak membutuhkan rekomendasi dan kuota impor tidak dibatasi dan hanya memerlukan laporan surveyor.

Salah satu kenakalan yang dilakukan oleh importir ini banyak pengusaha tekstil yang harusnya masuk kategori A, justru mengaku sebagai kategori B. Sehingga tidak dibatasi jumlah impor barangnya. Dampaknya produk impor tertentu membanjiri pasar, padahal produksi di dalam negeri sudah berlebih.

Ada beberapa perusahaan yang melanggar aturan tersebut dan sudah ditindak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJCB). Sebanyak 5 importir di Pusat Logistik Berikat (PLB) khusus TPT dicabut dan dibekukan izinnya. Kemenkeu juga mencatat ada 1 di antaranya adalah importir PLB yang statusnya API-Produsen khusus TPT.

Walau  jumlah impor barang TPT melalui PLB kontribusinya sangat kecil yakni hanya 4,1% dari total impor nasional pada tahun 2019, PLB berpotensi menjadi masuknya impor TPT ke tanah air sehingga sangat perlu adanya pengawasan yang ketat agar tidak semakin menekan industri tekstil tanah air. Selain itu, pintu masuk non PLB juga harus jadi perhatian serius. Apalagi, dari temuan Kemenkeu, ada banyak importir yang melanggar ketentuan kepabeanan ada 226 importir. Jumlah tersebut terdiri dari 27 importir PLB dan 186 importir non PLB yang diblokir izinnya.


(TIM RISET CNBC INDONESIA)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular