
Importir Nakal Jadi Biang Kerok Banjir Tekstil Impor
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 October 2019 16:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri tekstil Indonesia sedang dapat tekanan, tingginya impor tekstil dan produk tekstil (TPT) ditengarai jadi biang kerok banjirnya produk tekstil di pasar domestik.
Pada semester I-2019, sebanyak 50% dari 18 emiten tekstil dan garmen di bursa mencatatkan penurunan pendapatan. Dua emiten mencatatkan kerugian dan ada enam emiten yang laba bersihnya tergerus. Emiten yang terus tergerus terutama berasal dari sektor hulu industri tekstil yang memproduksi benang dan kain.
Salah satu penyebab lesunya industri tekstil adalah banjir impor TPT yang melanda pasar domestik beberapa tahun terakhir. Sejak 2015-2018, pertumbuhan impor TPT mencapai 26% secara point to point dan 8% secara tahunan (CAGR).
Ekspor TPT Indonesia memang tumbuh pada periode yang sama. Namun lajunya tidak setinggi impor. Dari 2015-2018, ekspor tumbuh 7% secara point to point dan 2% secara tahunan (CAGR).
Banjir impor yang terjadi membuat neraca dagang TPT Indonesia mengalami penurunan surplus dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Pada tahun 2015 surplus neraca dagang dari TPT Indonesia tercatat sebesar US$ 4,4 miliar. Sementara pada tahun 2018, nilai tersebut turun menjadi US$ 3,2 miliar. Artinya surplus neraca dagang TPT Indonesia mengalami penurunan sebesar 27%.
Banjir impor terutama bahan baku tekstil yang murah membuat sektor hilir diuntungkan dengan bahan baku yang miring untuk dibuat jadi produk jadi. Sedangkan sektor hulu yang mayoritas didominasi oleh perusahaan domestik menjadi korban lantaran produknya tidak terserap.
Di sisi lain, dari temuan Kemenkeu, importir sekaligus produsen TPT ada yang nakal dengan mengimpor barang jadi lalu menjual tanpa memprosesnya.
Itulah mengapa emiten-emiten di sektor hulu tekstil banyak yang mencatatkan penurunan pendapatan. Impor yang tinggi jadi penyebab tidak sinkronnya sektor hulu dan hilir industri tanah air.
Pada semester I-2019, sebanyak 50% dari 18 emiten tekstil dan garmen di bursa mencatatkan penurunan pendapatan. Dua emiten mencatatkan kerugian dan ada enam emiten yang laba bersihnya tergerus. Emiten yang terus tergerus terutama berasal dari sektor hulu industri tekstil yang memproduksi benang dan kain.
Ekspor TPT Indonesia memang tumbuh pada periode yang sama. Namun lajunya tidak setinggi impor. Dari 2015-2018, ekspor tumbuh 7% secara point to point dan 2% secara tahunan (CAGR).
Banjir impor yang terjadi membuat neraca dagang TPT Indonesia mengalami penurunan surplus dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Pada tahun 2015 surplus neraca dagang dari TPT Indonesia tercatat sebesar US$ 4,4 miliar. Sementara pada tahun 2018, nilai tersebut turun menjadi US$ 3,2 miliar. Artinya surplus neraca dagang TPT Indonesia mengalami penurunan sebesar 27%.
Banjir impor terutama bahan baku tekstil yang murah membuat sektor hilir diuntungkan dengan bahan baku yang miring untuk dibuat jadi produk jadi. Sedangkan sektor hulu yang mayoritas didominasi oleh perusahaan domestik menjadi korban lantaran produknya tidak terserap.
Di sisi lain, dari temuan Kemenkeu, importir sekaligus produsen TPT ada yang nakal dengan mengimpor barang jadi lalu menjual tanpa memprosesnya.
Itulah mengapa emiten-emiten di sektor hulu tekstil banyak yang mencatatkan penurunan pendapatan. Impor yang tinggi jadi penyebab tidak sinkronnya sektor hulu dan hilir industri tanah air.
Next Page
Alasan Membludaknya Impor Tekstil
Pages
Most Popular