Wajar Khawatir, Robot-Robot di RI Bakal Picu 30% Pekerja PHK

Efrem Siregar, CNBC Indonesia
10 October 2019 08:24
Wajar Khawatir, Robot-Robot di RI Bakal Picu 30% Pekerja PHK
Foto: REUTERS/Rebecca Cook
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengakui bahwa robotisasi memang sudah dimulai pada beberapa industri, sebagian lagi sedang tahap persiapan. Ini menanggapi adanya kekhawatiran pekerja di Indonesia yang mulai gundah soal robotisasi di tempat mereka bekerja.

"Iya (sudah mulai)... Persiapan robotik di industri otomotif, pertambangan, chemical, farmasi, elektronik," kata Said Iqbal kepada CNBC Indonesia, Selasa (8/10).

Apa konsekuensinya?

Iqbal bilang sudah pasti ada aspek efisiensi di industri yang menerapkan robotisasi. Korbannya sudah pasti tenaga manusia itu sendiri, siapa lagi kalau bukan buruh atau pekerja.

"Ancaman PHK Pasti...dalam 3-5 tahun ke depan akan terjadi PHK 30% dari total karyawan yang ada," kata Iqbal.

Ia bilang isu robotisasi akan menjadi agenda perjuangan para buruh tahun-tahun ke depan, selain masalah kesejahteraan dan upah pekerja.

"Isu dampak PHK dalam future work adalah isu gerakan buruh di seluruh dunia termasuk di KSPI.. future work dalam bentuk digital ekonomi dan robotisasi," katanya.

Iqbal menegaskan sangat keliru bagi pengusaha bila menerapkan robotisasi karena alasan soal upah pekerja yang dianggap sudah tinggi di Indonesia.

"Robotisasi sudah berkembang dari 30 tahun yang lalu di negara industri maju seperti Amerika, Jepang, Jerman dalam rangka efisiensi kerja dan antisipasi global supply chain serta kemajuan teknologi terutama teknologi ICT. Jadi bukan karena persoalan upah atau kesejahteraan buruh," katanya.
Bagi pengusaha, penggunaan robot pada proses produksi diklaim mereka belum sampai pada persoalan pengurangan tenaga manusia. Mereka klaim penggunaan robot membantu kecepatan produksi dan menggenjot kapasitas produksi.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri Anom mengakui robotisasi sudah ada di industri alas kaki, biasanya dalam proses pemotongan bahan dan lainnya. Industri ini salah satu yang sebelumnya banyak mengandalkan tenaga manusia atau padat karya.

"Saat ini belum berdampak (pada efisiensi tenaga kerja), karena masih lebih pada peningkatan kapasitas," katanya.

Sedangkan, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan biasanya robotisasi diterapkan pada bagian proses produksi di industri garmen, pada proses mengangkut material bahan ke operator jahit. Ia bilang tujuannya hanya pada aspek mengejar kecepatan proses produksi bukan pengurangan tenaga kerja.

Doni Wibisono, Ketua Komite Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), mengatakan pengusaha makanan dan minuman menyadari otomasi dalam proses produksi perlu dilakukan. Namun, pengusaha juga, sambungnya, harus teliti dalam mengubah proses produksi memakai robotik.

"Kalau di packaging line ada kebijakan tidak memakai otomasi masih memakai tenaga kerja manusia, tetapi di sentral proses sendiri sudah robotik," kata Doni kepada CNBC Indonesia, Rabu (9/10/2019).

Menurutnya, robotik sendiri sudah diterapkan di beberapa sektor industri makanan dan minuman dalam 5 tahun terakhir. Sampai saat ini, ia mengklaim belum ada pengurangan tenaga kerja secara drastis akibat penggunaan robotik tersebut.

"Belum ada pengurangan yang drastis dari industri mamin (makanan minuman). Suatu saat mungkin iya, tetapi sampai sekarang belum ada penurunan banyak," kata Doni.

Namun, Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) masih memandang optimis bahwa tenaga kerja masih diperlukan manakala tren robotik pada industri akan meningkat beberapa tahun mendatang.

"Kita punya satu keyakinan masih banyak pengusaha Indonesia punya komitmen bagaimanapun kondisi pasar atau ekonomi, tapi dia berusaha tidak me-PHK orang-orangnya, itu kalau perusahaan lokal asli," kata Eddy.

Sementara Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan robotisasi menjadi ancaman dalam 3-5 tahun ke depan. Menurutnya, akan terjadi PHK 30% dari total karyawan yang ada di suatu industri yang sudah memakai robotisasi. 

Ia mengatakan isu robotisasi akan menjadi agenda perjuangan para buruh tahun-tahun ke depan, selain masalah kesejahteraan dan upah pekerja.
Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri Johnny Darmawan tak memungkiri apa yang menjadi konsen buruh soal robotisasi. Namun, ia menggarisbawahi bahwa industri yang melakukan robotisasi tak seenaknya melakukan PHK, tapi ada kombinasi dengan tenaga manusia.

"Mengenai pakai robot sudah lama dimulai tapi setahu saya kalau di otomotif, kita balance di mana robotic dipakai pada proses produksi yang cukup membahayakan atau perlu hasil yang presisi seperti painting kan bahaya buat kesehatan," katanya.

Ia mengatakan robotisasi sudah terjadi di Indonesia, tapi penerapannya masih mempertimbangkan penggunaan tenaga kerja manusia dengan skema kombinasi. Artinya tak semuanya menyingkirkan tenaga manusia.

"Kalau rokok kan sudah lama di mana Sampoerna bikin pabrik rokok putih pakai robot dan masih banyak perusahaan-perusahaan lain yang sudah mengkombinasikan antara robot dengan orang," katanya.

Contoh lainnya, di sektor pertambangan bawah tanah di Papua, juga sudah menggunakan robot dalam proses penambangan. Sudah menggantikan peran manusia, karena pertimbangan keselamatan. Keputusan banyak industri yang mulai melakukan robotisasi dalam proses produksi membuat khawatir para pekerja. Konsekuensi robotisasi bakal adanya efisiensi hingga pemangkasan tenaga kerja atau PHK. Saat ini industri yang sedang dan persiapan memakai robotisasi sudah banyak, termasuk industri rokok.

"Persiapan robotik di industri otomotif, pertambangan, chemical, farmasi, elektronik," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal kepada CNBC Indonesia, Selasa (8/10).

Menurut Said Iqbal, robotisasi menjadi ancaman dalam 3-5 tahun ke depan akan terjadi PHK 30% dari total karyawan yang ada di suatu industri yang sudah memakai robotisasi. Ia bilang kalangan pengusaha diam-diam menerapkan robotisasi karena khawatir ada gejolak di kalangan buruh.

Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Industri Johnny Darmawan mengatakan "Kalau rokok kan sudah lama di mana Sampoerna bikin pabrik rokok putih pakai robot dan masih banyak perusahaan-perusahaan lain yang sudah mengkombinasikan antara robot dengan orang," katanya.

Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu mengakui pabrik-pabrik rokok sudah memakai robotisasi untuk memproduksi rokok seperti Djarum. "Di bagian produksi sigaret mesin," katanya.

"Djarum berusaha untuk menunjukan bahwa apa yang dikatakan menteri revolusi 4.0 tidak mengurangi tenga kerja, bahkan dia bisa menciptakan pekerjaan baru dan kompetisi baru. Kecuali kalau tenaga kerja tidak berbuat apa-apa tidak menambah apa-apa, bagaimana kita berharap nilai tambah lebih baik. Tapi ini kata kata pak menteri," katanya.

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular