
Ini Lho Bahayanya, Pengangguran Turun Tapi Driver Ojol Ramai

Kalau ditelusuri lebih jauh, ternyata masyarakat dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi (SMA ke atas) kian susah mendapatkan pekerjaan. Justru, masyarakat dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah (SD ke bawah hingga SMP) yang relatif mudah mencari pekerjaan.
Hal ini diamini oleh Chatib Basri, Mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014.
"Perlu dicermati lebih jauh. Tingkat pengangguran turun tapi kok angka pengangguran dengan jenjang SMA ke atas atau hingga S1 itu naik? Jadi siapa yang bekerja? Nah tingkatan SD sampai SMP," kata Chatib saat berbincang dengan CNBC Indonesia pekan lalu.
Menurutnya, pemerintah tidak banyak menciptakan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan klasifikasi dan kualitas lulusan dengan pendidikan tinggi. Sementara itu, klasifikasi pekerjaan yang ada dari tingkat SD hingga SMP biasanya lebih kepada non-educated, sambung Chatib.
"Misalnya pekerjaan informal. Driver Ojol (ojek online). Nah tamatan SD sampai SMP ini biasanya pekerjaan apa saja diambil. Bagaimana tamatan Universitas? Mana mau jadi tukang sapu kan?" terangnya.
Per Februari 2019, masyarakat dengan tingkat pendidikan tertinggi SMK menjadi yang paling sulit mendapatkan pekerjaan, diikuti oleh lulusan Diploma, SMA, dan Universitas. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat pengangguran dari kelompok ini yang relatif tinggi, jauh di atas tingkat pengangguran dari masyarakat dengan tingkat pendidikan tertinggi SD ke bawah dan SMP.
Maraknya penggunaan aplikasi ride hailing seperti Gojek dan Grab guna memfasilitasi mobilisasi masyarakat memang patut dicurigai sebagai faktor yang membuat masyarakat dengan tingkat pendidikan relatif rendah mudah mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan materi presentasi Gojek yang diperoleh oleh CNBC Indonesia, disebutkan bahwa saat ini perusahaan memiliki lebih dari dua juta mitra driver yang tersebar di empat negara, yakni Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Singapura. Namun, mengingat Indonesia memang merupakan pasar terbesar bagi Gojek, bisa dikatakan bahwa mayoritas dari dua juta mitra driver tersebut berada di Indonesia.
Sekilas, memang tak ada yang salah dengan menjadi driver Ojol. Toh, driver Ojol merupakan sebuah profesi yang halal.
Namun, pemerintah harus betul-betul mewaspadai fenomena ini. Pasalnya, alih-alih masuk ke lapangan kerja yang formal, masyarakat Indonesia malah mengandalkan lapangan kerja informal guna menghidupi dirinya dan keluarganya.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, tenaga kerja informal merupakan tenaga kerja yang tidak membayarkan pajak kepada pemerintah, walaupun sejatinya penghasilannya masuk ke dalam kategori yang dikenakan PPh. Ujung-ujungnya ya itu, amunisi pemerintah untuk menggenjot pembangunan menjadi terbatas.
Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2018, dari total penerimaan negara yang senilai Rp 1.944 triliun, sebanyak Rp 731,8 triliun atau setara dengan 37,6% disumbang oleh PPh.
Pada tahun 2018, total penerimaan perpajakan hanya mencapai Rp 1.519 triliun atau 93,86% dari target. Kalau saja tenaga kerja informal tak mendominasi pasar tenaga kerja kita, pastilah realisasi penerimaan perpajakan bisa lebih baik lagi dan amunisi pemerintah untuk mendorong pembangunan akan bertambah banyak.
Belum lagi jika berbicara mengenai model bisnis dari perusahaan-perusahaan ride hailing itu sendiri. Seperti yang sama-sama diketahui, perusahaan-perusahaan ride hailing mengandalkan promo besar-besaran guna menarik minat masyarakat menggunakan layanannya.
Kehadiran pemodal kelas kakap macam SoftBank membuat perusahaan-perusahaan ride hailing seakan tak pernah kehabisan dana untuk menggeber promonya.
Namun pertanyaannya, apa yang akan terjadi jika pemodal-pemodal kelas kakap sudah tak tertarik lagi menyuntikkan dananya ke bisnis ride hailing?
Ditakutkan, kenaikan tarif menjadi sesuatu yang tak terhindarkan dan permintaan dari masyarakat akan dibuat turun karenanya. Apalagi, di saat yang bersamaan pemerintah diketahui tengah gencar membangun moda transportasi masal seperti LRT dan MRT.
Ketika permintaan dari masyarakat turun, bisa terjadi shock yang besar di kalangan driver Ojol. Bisa terjadi kepanikan untuk mencari lapangan kerja baru lantaran penghasilan dari menjadi driver Ojol turun dengan drastis.
BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Perhatikan Betul Sektor Riil!
