
Produk RI Wajib Halal, Ini Alur Sertifikasinya
Efrem Limsan Siregar, CNBC Indonesia
09 October 2019 07:26

Syarat-syarat itu di antaranya, memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya, memiliki akreditasi dari BPJPH, memiliki auditor halal minimal 3 orang dan memiliki laboratorium.
Kembali ke UU 33/2014, setelah LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk, LPH menyerahkan hasil pemeriksaan kepada BPJPH. Kemudian, BPJPH menyampaikan hasil tersebut kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan produk.
Penetapan kehalalan produk menjadi wewenang MUI. Untuk sampai pada penetapan, terlebih dahulu dilakukan Sidang Fatwa Halal sebagaimana disebut pada pasal 33 ayat 2 UU 33/2014.
Sidang Fatwa Halal memutuskan kehalalan produk paling lama 30 hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari BPJPH. Keputusan penetapan halal produk kemudian ditandatangani oleh MUI dan selanjutnya disampaikan kepada BPJPH untuk menjadi dasar penerbitan sertifikat halal.
Namun, jika Sidang Fatwa Halal menyatakan produk tidak halal, maka BPJPH mengembalikan permohonan sertifikat halal kepada pelaku usaha disertai dengan alasan.
Bagi pelaku usaha yang telah mendapat sertifikat halal, dia wajib mencantumkan label halal pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk dan/atau tempat tertentu pada produk.
Pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak. BPJPH menetapkan bentuk label halal yang berlaku nasional. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan Menteri Agama.
Sementara, pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari mengajukan permohonan sertifikat halal.
Namun, sebagaimana disebut pada pasal 26, pelaku usaha ini wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya.
(sef/sef)
Kembali ke UU 33/2014, setelah LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk, LPH menyerahkan hasil pemeriksaan kepada BPJPH. Kemudian, BPJPH menyampaikan hasil tersebut kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan produk.
Penetapan kehalalan produk menjadi wewenang MUI. Untuk sampai pada penetapan, terlebih dahulu dilakukan Sidang Fatwa Halal sebagaimana disebut pada pasal 33 ayat 2 UU 33/2014.
Namun, jika Sidang Fatwa Halal menyatakan produk tidak halal, maka BPJPH mengembalikan permohonan sertifikat halal kepada pelaku usaha disertai dengan alasan.
Bagi pelaku usaha yang telah mendapat sertifikat halal, dia wajib mencantumkan label halal pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk dan/atau tempat tertentu pada produk.
Pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak. BPJPH menetapkan bentuk label halal yang berlaku nasional. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan Menteri Agama.
Sementara, pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari mengajukan permohonan sertifikat halal.
Namun, sebagaimana disebut pada pasal 26, pelaku usaha ini wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya.
(sef/sef)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular