Tambahan Wakil Menteri Bakal Bikin Kabinet Jokowi Gembrot!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
09 October 2019 06:00
Tambahan Wakil Menteri Bakal Bikin Kabinet Jokowi Gembrot!
Foto: Jokowi-Ma'ruf dalam Kongres V PDIP di Bali, beberapa waktu lalu (detikcom/Grandyos Zafna)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar tambahan wakil menteri dalam Kabinet Jokowi-Ma'ruf mencuat jelang pelantikan mereka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2019-2024, 20 Oktober 2019.

Namun ternyata, wacana penambahan wakil menteri di periode kedua Jokowi sudah pernah diutarakan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto, Agustus 2019. Menurut dia, penambahan wamen merupakan hal yang penting.

"Bukan dalam konteks bagi-bagi portofolio," ujar Hasto seperti dilansir CNN Indonesia, Selasa (8/10/2019).

Ia pun menegaskan, wakil menteri yang ada harus sesuai agenda strategis dan juga melihat tantangan yang dihadapi kementerian itu.

Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas berpendapat, Jokowi dan PDIP bakal memperbanyak jumlah posisi wakil menteri. Dia menilai pos wakil menteri bisa mengakomodasi kebutuhan politik untuk para partai politik pendukung Jokowi-Ma'ruf.

"Apalagi PDIP sedang berupaya betul menjalankan politik gotong royong. Terjemahan 'gotong royong' dalam politik adalah akomodasi dan bagi-bagi kekuasaan. Khususnya di kalangan elite. Dengan demikian, semua unsur yang terlibat mendapatkan bagian," kata Sirojuddin saat dihubungi, Senin (7/10/2019), seperti dilansir CNN Indonesia.

Sejatinya, jabatan wakil menteri bukan sesuatu yang baru. Ia tercantum dalam UU nomor 39 tahun 2018 tentang Kementerian Negara.

Di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2009-2014, ada 19 wakil menteri. Di masa Jokowi juga sudah ada kementerian yang memiliki wakil menteri, yaitu Kementerian ESDM (Archandra Tahar), Kementerian Keuangan (Mardiasmo), dan Kementerian Luar Negeri (AM Fachir).

Sirojuddin mengatakan, posisi Jokowi saat ini sama dengan SBY pada 2009. Kala itu, koalisi pemerintah begitu gemuk karena ada banyak parpol pendukung di dalamnya.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan Jokowi akan memperbanyak posisi wakil menteri seperti periode kepemimpinan SBY pada 2009-2014 lalu.

"Jika Jokowi ingin mencapai target-target yang ditetapkannya untuk 2019-2024, maka akomodasi kekuasaan melalui penciptaan posisi wakil-wakil menteri harus dipikirkan hati-hati. Malah, lebih baik dihindari," kata Sirojuddin.

Sirojuddin menganggap posisi wakil menteri tidak menjamin roda pemerintahan berjalan optimal. Tidak menjamin pula target-target yang dirancang bisa tercapai.

Dia berkaca dari masa pemerintahan SBY, ketika ada begitu banyak wakil menteri tetapi kinerja pemerintahan tetap tidak optimal. Terkadang, ada perbedaan pendapat serius antara menteri dan wakil menteri. Akhirnya, pengambilan keputusan jadi lebih lamban.

"Belum lagi, ada kemungkinan terjadi semacam kompetisi dan perebutan pengaruh antara menteri dan wakilnya," kata Sirojuddin.

"Jadi, penambahan posisi wakil menteri tidak otomatis membuat kinerja kementerian menjadi lebih efektif dan produktif. Malah justru memperbesar resiko inefisiensi dan konflik," lanjutnya.



Omong-omong, segemuk apa kabinet kita saat ini dan nantinya jika ada tambahan kursi wamen? Tim Riset CNBC Indonesia mengulasnya dengan mengacu pada data terkini jumlah menteri (dan wakil menteri) di negara-negara Asia Tenggara.

Berdasarkan data yang dikompilasi dari sumber pemberitaan dan sumber resmi pemerintahan tiap negara di Asia Tenggara, Indonesia saat ini menjadi negara dengan jumlah menteri yang terbanyak, yakni 34 menteri. Malaysia berada di posisi kedua dengan jumlah 27 orang menteri.

Penghitungan menteri tersebut juga memasukkan jabatan perdana menteri. Demikian juga dengan menteri koordinator yang juga dimiliki beberapa negara, termasuk di Indonesia (empat menko).

Untuk memudahkan pembandingan-mengingat keberadaan sistem presidensial dan parlementer diterapkan di antara negara-negara di Asia Tenggara, kami hanya memasukkan jumlah menteri dan tak memasukkan pejabat setingkat menteri.

Meski jumlah menterinya lebih sedikit dari Indonesia, Malaysia memiliki jumlah wamen lebih banyak, yakni 25 orang. Total ada 52 menteri dan wamen di Malaysia. Dengan kata lain, hampir semua departemen atau kementerian di Malaysia memiliki wamen (Deputy Minister).

Saat ini, Indonesia hanya memiliki total 37 menteri dan wamen. Dengan demikian, jika Jokowi menambah jumlah wamen hingga menjadi menjadi 18 orang, dia menjadikan jumlah personel Kabinet Kerja periode II bakal segembrot di Malaysia sekarang.

Namun, jikapun jumlah personel di kabinet Jokowi nantinya mencapai 52 orang (34 menteri dan 18 wamen), kondisi ini masih lebih baik dari India. Negeri Bollywood tersebut saat ini memiliki 58 orang menteri (termasuk menteri muda dan wamen), menjadi yang terbanyak di dunia.

Sebaliknya, Swiss menjadi negara dengan jumlah kementerian paling sedikit, dengan hanya ada tujuh departemen yang dipimpin tujuh orang. Namun, produk domestik bruto (PDB) Swiss saat ini mencapai US$ 80.189,7 per kapita (2017), jauh meninggalkan Indonesia yang hanya US$3.846,9 pada periode sama.

Artinya, kabinet gembrot (apalagi jika merupakan hasil politik dagang sapi) tak berkorelasi positif terhadap kinerja ekonomi. Korelasi positif yang terjadi hanyalah berupa pembengkakan anggaran negara untuk membiayai pejabat baru.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Jokowi Terbitkan Perpres, Menteri PAN-RB Boleh Punya Wakil

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular