Rogoh Kocek Lagi untuk Bayar BPJS Kesehatan Goceng Per Hari!

Lidya Julita S, CNBC Indonesia
08 October 2019 06:42
Rogoh Kocek Lagi untuk Bayar BPJS Kesehatan Goceng Per Hari!
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah siap menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menjelaskan secara rinci hal tersebut.

Kenaikan iuran ini dikarenakan defisit yang terjadi akibat banyaknya fraud dan tingkat kolektibilitas yang rendah.

Fahmi mengatakan, iuran yang naik dua kali lipat sebenarnya tidak seperti itu narasinya. "Iuran naik dua kali lipat itu ngga seperti itu narasinya. Narasi kelas satu itu kurang lebih Rp 5.000 per hari lho. Kelas dua itu sekitar Rp 3.000 per hari dan kelas tiga ngga sampai Rp 2.000 per hari, kalau kita punya uang Rp 2.000 itu bisa kita taruh per hari," papar Fahmi di Jakarta, kemarin (7/10/2019).

Nah menurut Fahmi, jika mengumpulkan Rp 5.000 per hari atau Rp 3.000 dan menyisihkan Rp 2.000 per hari itu berat maka pemerintah tidak tinggal diam. Menurutnya ada 96,8 juta peserta miskin dan hampir miskin yang dibiayai pemerintah.

Dirut BPJS: Kenaikan Iuran Nggak Mahal, Cuma Rp 5.000/HariFoto: Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)


"Kita parkir motor kan Rp 2.000 sekali. Rokok paling murah Rp 8.000 per bungkus. Kalau tidak mampu lagi pemerintah akan hadir," kata Fahmi.

Ia mencontohkan, di Korea Selatan itu pembayaran BPJS paling rendah hingga Rp 160.000 dan bahkan ada yang membayar hingga Rp 35 juta.

"Jadi kalau melihat narasi seperti itu seram ya kenaikan dua kali lipat. Itu kan Rp 3.000 per hari jadi Rp 5.000 per hari. Untuk masyarakat miskin dan hampir miskin pemerintah sudah hadir untuk 133 juta," kata Fahmi.

Untuk informasi, kenaikan iuran BPJS Kesehatan masih menunggu Perpres dari Presiden Jokowi. Rencanyanya kenaikan ini akan terjadi di seluruh peserta.

- Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran naik dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa. Besaran iuran ini juga berlaku bagi Peserta yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD). Iuran PBI dibayar penuh oleh APBN, sedangkan Peserta didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD) dibayar penuh oleh APBD.


- Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P), yang terdiri dari ASN/TNI/POLRI, semula besaran iuran adalah 5% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga, dimana 3% ditanggung oleh Pemerintah dan 2% ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan, diubah menjadi 5% dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS Daerah, dengan batas sebesar Rp 12 juta, dimana 4% ditanggung oleh Pemerintah dan 1% ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan.



- Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU), semula 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp 8 juta, dimana 4% ditanggung oleh Pemberi Kerja dan 1% ditanggung oleh Pekerja, diubah menjadi 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp 12 juta, dimana 4% ditanggung oleh Pemberi Kerja dan 1% ditanggung oleh Pekerja.



- Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)/Peserta Mandiri:
Kelas 3: naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per jiwa;

Kelas 2: naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa;

Kelas 1: naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per jiwa.


BERLANJUT KE HAL 2 >>>> Tekor Rp 32 Triliun, BPJS Bakal Bangkrut?



Fahmi Idris menyatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi salah satu opsi untuk menambal defisit yang terus membengkak. Apalagi saat ini, ada sekitar 130 juta masyarakat Indonesia yang menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Menurutnya, dari hasil audit BPKP terjadi ketimpangan di pendapatan dan pengeluaran BPJS Kesehatan. Hal ini lantaran banyak masyarakat yang menunggak dan membayar saat membutuhkan layanan saja.

"Kalau audit BPKP sebetulnya termasuk beban gagal bayar 2018 pindah ke 2019 semuanya Rp 98,5 triliun , dan kemudian pendapatan rill Rp 97,2 triliun, jadi total defisit Rp 18,3 triliun," ujar Fahmi di Forum Merdeka Barat, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Menurutnya, untuk tahun ini saja jika tidak dilakukan perbaikan dalam sistem manajemen, maka defisit akan lebih bengkak dari prediksi awal yang hanya Rp 28 triliun di 2019.

"Jika tidak ada low enforcement dan penyesuaian iuran defisit Rp 32 triliun dari awalnya Rp 28 triliun," tegasnya.

Oleh karenanya, pihaknya akan mulai memperbaiki manajemen dengan mendata ulang peserta BPJS Kesehatan, klasifikasi kelas rumah sakit dan langkah lainnya yang dilakukan bersama pemerintah termasuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Bangkrut?

Fahmi Idris mengungkapkan, jika iuran tidak naik maka BPJS Kesehatan bisa colaps. Hal ini lantaran defisit BPJS Kesehatan terus membengkak setiap tahunnya.

"Bisa colaps? Iya," ujarnya tegas di Forum Merdeka Barat, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Menurutnya, layanan untuk para peserta tidak mungkin dihentikan apalagi masalah kesehatan sangat penting. Oleh karenanya kebijakan kenaikan iuran dinilai cari paling tepat.

"Begini, kami tidak ingin pelayanan berhenti. BPJS Kesehatan sendiri mendapat sanksi, dihukum kalau telat bayar rumah sakit, itu 1% dari setiap klaim yang masuk," jelasnya.

Dengan denda itu, maka kerugian akan ditanggung oleh negara melalui suntikan dana. Ini tentunya terus merugikan negara.

"Kami laporkan ke Kemenkeu berapa denda yang harus dibayar, yang mana denda itu membebani negara dan APBN. Kadi kita harap ini cepat diselesaikan," tambahnya.

Lanjutnya, saat ini banyak yang memanfaatkan pelayanan BPJS Kesehatan yang tidak mungkin dihentikan. Seperti perawatan katarak hingga operasi melahirkan secara caesar.

"Soal pemanfaatan, itu soal katarak dan caesar bayi itu pernah kami lihat soal utilisasinya, tapi respons publik dan stakeholder itu luar biasa. Sehingga tidak mudah sesuaikan. Itu jawaban kalau kenaikan tidak terjadi," tegasnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular