
Rogoh Kocek Lagi untuk Bayar BPJS Kesehatan Goceng Per Hari!
Lidya Julita S, CNBC Indonesia
08 October 2019 06:42

Fahmi Idris menyatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi salah satu opsi untuk menambal defisit yang terus membengkak. Apalagi saat ini, ada sekitar 130 juta masyarakat Indonesia yang menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Menurutnya, dari hasil audit BPKP terjadi ketimpangan di pendapatan dan pengeluaran BPJS Kesehatan. Hal ini lantaran banyak masyarakat yang menunggak dan membayar saat membutuhkan layanan saja.
"Kalau audit BPKP sebetulnya termasuk beban gagal bayar 2018 pindah ke 2019 semuanya Rp 98,5 triliun , dan kemudian pendapatan rill Rp 97,2 triliun, jadi total defisit Rp 18,3 triliun," ujar Fahmi di Forum Merdeka Barat, Jakarta, Senin (7/10/2019).
Menurutnya, untuk tahun ini saja jika tidak dilakukan perbaikan dalam sistem manajemen, maka defisit akan lebih bengkak dari prediksi awal yang hanya Rp 28 triliun di 2019.
"Jika tidak ada low enforcement dan penyesuaian iuran defisit Rp 32 triliun dari awalnya Rp 28 triliun," tegasnya.
Oleh karenanya, pihaknya akan mulai memperbaiki manajemen dengan mendata ulang peserta BPJS Kesehatan, klasifikasi kelas rumah sakit dan langkah lainnya yang dilakukan bersama pemerintah termasuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Bangkrut?
Fahmi Idris mengungkapkan, jika iuran tidak naik maka BPJS Kesehatan bisa colaps. Hal ini lantaran defisit BPJS Kesehatan terus membengkak setiap tahunnya.
"Bisa colaps? Iya," ujarnya tegas di Forum Merdeka Barat, Jakarta, Senin (7/10/2019).
Menurutnya, layanan untuk para peserta tidak mungkin dihentikan apalagi masalah kesehatan sangat penting. Oleh karenanya kebijakan kenaikan iuran dinilai cari paling tepat.
"Begini, kami tidak ingin pelayanan berhenti. BPJS Kesehatan sendiri mendapat sanksi, dihukum kalau telat bayar rumah sakit, itu 1% dari setiap klaim yang masuk," jelasnya.
Dengan denda itu, maka kerugian akan ditanggung oleh negara melalui suntikan dana. Ini tentunya terus merugikan negara.
"Kami laporkan ke Kemenkeu berapa denda yang harus dibayar, yang mana denda itu membebani negara dan APBN. Kadi kita harap ini cepat diselesaikan," tambahnya.
Lanjutnya, saat ini banyak yang memanfaatkan pelayanan BPJS Kesehatan yang tidak mungkin dihentikan. Seperti perawatan katarak hingga operasi melahirkan secara caesar.
"Soal pemanfaatan, itu soal katarak dan caesar bayi itu pernah kami lihat soal utilisasinya, tapi respons publik dan stakeholder itu luar biasa. Sehingga tidak mudah sesuaikan. Itu jawaban kalau kenaikan tidak terjadi," tegasnya.
(dru)
Menurutnya, dari hasil audit BPKP terjadi ketimpangan di pendapatan dan pengeluaran BPJS Kesehatan. Hal ini lantaran banyak masyarakat yang menunggak dan membayar saat membutuhkan layanan saja.
"Jika tidak ada low enforcement dan penyesuaian iuran defisit Rp 32 triliun dari awalnya Rp 28 triliun," tegasnya.
Oleh karenanya, pihaknya akan mulai memperbaiki manajemen dengan mendata ulang peserta BPJS Kesehatan, klasifikasi kelas rumah sakit dan langkah lainnya yang dilakukan bersama pemerintah termasuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Bangkrut?
Fahmi Idris mengungkapkan, jika iuran tidak naik maka BPJS Kesehatan bisa colaps. Hal ini lantaran defisit BPJS Kesehatan terus membengkak setiap tahunnya.
"Bisa colaps? Iya," ujarnya tegas di Forum Merdeka Barat, Jakarta, Senin (7/10/2019).
Menurutnya, layanan untuk para peserta tidak mungkin dihentikan apalagi masalah kesehatan sangat penting. Oleh karenanya kebijakan kenaikan iuran dinilai cari paling tepat.
"Begini, kami tidak ingin pelayanan berhenti. BPJS Kesehatan sendiri mendapat sanksi, dihukum kalau telat bayar rumah sakit, itu 1% dari setiap klaim yang masuk," jelasnya.
Dengan denda itu, maka kerugian akan ditanggung oleh negara melalui suntikan dana. Ini tentunya terus merugikan negara.
"Kami laporkan ke Kemenkeu berapa denda yang harus dibayar, yang mana denda itu membebani negara dan APBN. Kadi kita harap ini cepat diselesaikan," tambahnya.
Lanjutnya, saat ini banyak yang memanfaatkan pelayanan BPJS Kesehatan yang tidak mungkin dihentikan. Seperti perawatan katarak hingga operasi melahirkan secara caesar.
"Soal pemanfaatan, itu soal katarak dan caesar bayi itu pernah kami lihat soal utilisasinya, tapi respons publik dan stakeholder itu luar biasa. Sehingga tidak mudah sesuaikan. Itu jawaban kalau kenaikan tidak terjadi," tegasnya.
(dru)
Pages
Most Popular