
Awas! KPPU Siap Sikat Patgulipat Kemitraan, Ojek Online?
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
07 October 2019 19:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan meningkatkan pengawasan dan tindakan hukum terkait penyimpangan penyalahgunaan posisi tawar dalam kemitraan bisnis. Pengawasan kemitraan menjadi langkah KPPU untuk melindungi pelaku usaha UMKM.
Kemitraan usaha dapat berbentuk inti-plasma, subkontrak, waralaba, kerja sama operasional, bagi hasil, usaha patungan (joint ventura), distribusi dan keagenan, dan kemitraan lainnya.
Periode sebelumnya KPPU lebih menitikberatkan pada pencegahan, sekarang KPPU menempuh penanganan hukum. "Banyak pihak yang tidak tahu kewenangan kami ada di sini," kata Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih dalam jumpa pers di kantor KPPU, Senin (7/10/2019).
Ia menilai pencegahan hukum yang dilaksanakan sebelumnya ternyata belum berjalan maksimal.
Guntur mengatakan, dasar hukum pengawasan kemitraan KPPU diatur dalam UU 20/2008 tentang UMKM, PP 17/2013 tentang Pelaksanaan UU 20/2008. Lebih lanjut, tata cara pengawasan pelaksanaan kemitraan dan tata cara penanganan perkara pelaksanaan kemitraan diatur masing-masing dalam PerKPPU 1/2015 dan PerKPPU 1/2017.
KPPU memang tak merinci kemitraan seperti apa yang segera dibidik dalam waktu dekat. Namun, belakangan istilah kemitraan melekat dengan hubungan kerja sama antara mitra dan pengembang aplikasi taksi/ojek online atau sejenisnya. Pihak KPPU hanya menyebut akan masuk ke bisnis terkait platform online.
"Mungkin kita akan masuk, banyak bisnis platform online, bagaimana kemitraannya. Karena banyak yang masuk ke kami karena mitra-mitra itu dihadapkan pada pilihan ikut atau tidak," tambah Direktur Pengawasan Kemitraan KPPU, Lukman Sungkar.
Dalam hal ini, pelaku usaha besar dinilai dapat berpotensi untuk menyalahgunakan posisi tawar (abuse of bargaining power). Lukman menambahkan, pelaku usaha besar atau menengah dilarang menguasai pengambilan keputusan terhadap UMKM yang menjadi mitranya.
KPPU juga mencoba mencegah terjadinya kemitraan palsu alias pura-pura. Modus ini berpotensi digunakan sebuah perusahaan besar agar dapat menikmati fasilitas bantuan pemerintah seperti keringanan keuangan atau bantuan lainnya.
"Misalnya program standarisasi pelaku usaha kecil agar mempunyai SNI, padahal biayanya tinggi. Jangan-jangan perusahaan kecil adalah kloningan dari perusahaan besar untuk dapat fasilitas tersebut," kata Lukman.
Adapun bentuk sanksi yang diberikan mulai dari denda hingga yang terberat adalah rekomendasi pencabutan ijin usaha. Guntur mengatakan, KPPU pada prinsipnya ingin tidak ingin terlapor sampai pada sanksi terberat itu.
"Setelah pemeriksaan lanjutan dari KPPU, kita berikan peringatan tertulis 3 kali, di situ kita harapkan terlapor beritikad untuk memperbaiki, ada actionnya," kata Guntur.
Sebagaimana diatur pada pasal 40 PerKPPU 1/2017, rapat komisi menghentikan perkara jika terlapor melaksanakan peringatan tertulis. Adapun SP diberikan dalam jangka waktu 14 hari sejak diterbitkan, jika tidak diindahkan maka KPPU akan membawa perkara ke sidang pemeriksaan lanjutan.
(hoi/hoi) Next Article KPPU Cium Ada Gelagat Harga Bawang Putih Bakal 'Menggila'
Kemitraan usaha dapat berbentuk inti-plasma, subkontrak, waralaba, kerja sama operasional, bagi hasil, usaha patungan (joint ventura), distribusi dan keagenan, dan kemitraan lainnya.
Ia menilai pencegahan hukum yang dilaksanakan sebelumnya ternyata belum berjalan maksimal.
Guntur mengatakan, dasar hukum pengawasan kemitraan KPPU diatur dalam UU 20/2008 tentang UMKM, PP 17/2013 tentang Pelaksanaan UU 20/2008. Lebih lanjut, tata cara pengawasan pelaksanaan kemitraan dan tata cara penanganan perkara pelaksanaan kemitraan diatur masing-masing dalam PerKPPU 1/2015 dan PerKPPU 1/2017.
KPPU memang tak merinci kemitraan seperti apa yang segera dibidik dalam waktu dekat. Namun, belakangan istilah kemitraan melekat dengan hubungan kerja sama antara mitra dan pengembang aplikasi taksi/ojek online atau sejenisnya. Pihak KPPU hanya menyebut akan masuk ke bisnis terkait platform online.
"Mungkin kita akan masuk, banyak bisnis platform online, bagaimana kemitraannya. Karena banyak yang masuk ke kami karena mitra-mitra itu dihadapkan pada pilihan ikut atau tidak," tambah Direktur Pengawasan Kemitraan KPPU, Lukman Sungkar.
Dalam hal ini, pelaku usaha besar dinilai dapat berpotensi untuk menyalahgunakan posisi tawar (abuse of bargaining power). Lukman menambahkan, pelaku usaha besar atau menengah dilarang menguasai pengambilan keputusan terhadap UMKM yang menjadi mitranya.
KPPU juga mencoba mencegah terjadinya kemitraan palsu alias pura-pura. Modus ini berpotensi digunakan sebuah perusahaan besar agar dapat menikmati fasilitas bantuan pemerintah seperti keringanan keuangan atau bantuan lainnya.
"Misalnya program standarisasi pelaku usaha kecil agar mempunyai SNI, padahal biayanya tinggi. Jangan-jangan perusahaan kecil adalah kloningan dari perusahaan besar untuk dapat fasilitas tersebut," kata Lukman.
Adapun bentuk sanksi yang diberikan mulai dari denda hingga yang terberat adalah rekomendasi pencabutan ijin usaha. Guntur mengatakan, KPPU pada prinsipnya ingin tidak ingin terlapor sampai pada sanksi terberat itu.
"Setelah pemeriksaan lanjutan dari KPPU, kita berikan peringatan tertulis 3 kali, di situ kita harapkan terlapor beritikad untuk memperbaiki, ada actionnya," kata Guntur.
Sebagaimana diatur pada pasal 40 PerKPPU 1/2017, rapat komisi menghentikan perkara jika terlapor melaksanakan peringatan tertulis. Adapun SP diberikan dalam jangka waktu 14 hari sejak diterbitkan, jika tidak diindahkan maka KPPU akan membawa perkara ke sidang pemeriksaan lanjutan.
(hoi/hoi) Next Article KPPU Cium Ada Gelagat Harga Bawang Putih Bakal 'Menggila'
Most Popular